Sidang Praperadilan Pegi Setiawan Digelar 24 Juni, Bagaimana Mekanismenya?

Tersangka Pegi Setiawan (ANTARA/Rubby Jovan/aa)

FAKTA.COM, Jakarta – Tim kuasa hukum Pegi Setiawan alias Perong mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Sidang praperadilan direncanakan akan digelar pada Senin (24/6/2024) mendatang.

Pengajuan gugatan ini merupakan upaya perlawanan hukum setelah ditetapkannya Pegi Setiawan sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina Cirebon.

“Direncanakan sidang digelar tanggal 24 Juni 2024, nanti teman-teman bisa juga ikut menghadiri terkait dengan kegiatan ataupun gugatan praperadilan,” kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Jules Abraham Abast, seperti dilaporkan ANTARA, Kamis (20/6/2024).

Jules mengatakan, pihaknya telah membentuk tim hukum untuk menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh kuasa hukum Pegi Setiawan (PS) dalam sidang yang akan digelar nanti.

Kejati Jabar Mulai Teliti Berkas Kasus Vina Cirebon

“Dalam penanganan gugatan praperadilan yang dihadapi, tentu kami sudah menyiapkan tim dari kuasa hukum dari Polda Jabar,” katanya.

Dia menegaskan Polda Jabar siap menghadapi gugatan praperadilan tersebut. Bahkan telah menyiapkan dokumen-dokumen untuk menghadapi gugatan praperadilan.

“Tim ini telah terbentuk dan tentunya untuk menghadapi gugatan praperadilan dari kuasa hukum tersangka PS," kata dia.

Sementara itu, pakar hukum pidana Unair, Brahma Astagiri, mengatakan pengajuan gugatan praperadilan memang sedang menjadi ‘idola’ belakangan ini.

“Setiap ada kasus pidana, pasti ada pengajuan sidang praperadilannya. Tapi memang mekanisme praperadilan ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang merupakan karya bangsa sejak 1981. Bahkan Inggris pun saat itu belum punya Kitab Hukum Acara Pidana,” ujar Brahma, saat dihubungi Fakta, Rabu (19/6/2024).

Kejagung Janji Profesional Tangani Kasus Pegi Setiawan

Namun, mekanisme praperadilan untuk penetapan tersangka sebenarnya tidak diatur dalam KUHAP. Akan tetapi, setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan tersangka masuk ke dalam salah satu objek yang bisa diajukan gugatan praperadilan.

Sidang praperadilan, terang Brahma, digunakan untuk melindungi hak asasi tersangka dari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Adanya praperadilan berfungsi sebagai mekanisme kontrol apabila terjadi upaya paksa yang tidak sesuai dengan hukum.

“Objek yang dibahas dalam praperadilan ini tidak menyangkut pokok perkara, karena upaya hukum ini terjadi sebelum fase pemeriksaan perkara di pengadilan. Misalnya ada penangkapan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, penahanan, dan penetapan tersangka yang salah, maka bisa diajukan praperadilan oleh tersangka,” tutur Brahma.

Brahma menjelaskan, sidang praperadilan Perong dilakukan di tahap penyidikan. Pembahasan dalam sidang praperadilan pun menyangkut prosedur penetapan tersangka berdasarkan alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Menkumham Minta Polri Tuntaskan Kasus Vina Cirebon

“Jadi bukan soal Perong ini bersalah atau tidak, tapi yang disidangkan adalah prosedur penetapan Perong sebagai tersangka oleh kepolisian ini sah atau tidak,” imbuhnya.

Terkait dengan menang atau kalahnya Pegi dalam praperadilan, Brahma menegaskan bukan jadi isu utama. Kemenangan Perong dalam praperadilan ini sangat dilematis, bukan berarti serta merta membuatnya tidak bisa jadi tersangka lagi.

“Masih ada potensi Perong ditetapkan sebagai tersangka lagi. Nanti kepolisian akan menata kembali alat-alat bukti, mulai dari keterangan korban, keterangan saksi, alat bukti petunjuk misalnya CCTV. Materi perbaikannya bisa menggunakan dalil-dalil yang diajukan oleh tim kuasa hukum Perong di sidang praperadilan,” ucap Brahma.

Kemenangan Perong dalam sidang praperadilan bisa saja terjadi, kata Brahma, seperti kasus Setya Novanto pada 2020 lalu.

Usut Kasus Vina Cirebon, Polda Jabar Tes Psikologi Forensik Pegi Setiawan

“Apabila Perong menang, hakim akan membuat penetapan bahwa penetapan tersangkanya tidak sah. Kalau posisinya Perong di tahanan, berarti ia harus dilepaskan. Tapi, jika penyidik mau, Perong bisa ditetapkan sebagai tersangka lagi, seperti kasus Setya Novanto dulu,” sambungnya.

Brahma menegaskan, tim kuasa hukum Perong harus lebih berfokus pada hukum acara formil, bukan hukum materiil. Tim kuasa hukum Perong harus melihat dari sisi normatif, karena apa yang dibahas dalam praperadilan tidak akan menyentuh aspek pidana materiil yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Yang dibahas hanyalah penggunaan kewenangan aparat penegak hukum dalam menetapkan Perong sebagai tersangka, dasar kewenangannya apa, prosedurnya gimana, dasar objektifnya apa. Sidang praperadilan ini hanya mengadili bagaimana kepolisian menentukan Perong sebagai tersangka,” pungkasnya.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//