Catatan Permainan Wajar Tanpa Pengecualian yang Jadi Tak Wajar

Bekas anggota III BPK, Achsanul Qosasi, yang ditangkap Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi BTS.

FAKTA.COM, Jakarta - Opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), yang biasanya dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi perbicangan hangat lepas adanya beberapa kesaksian dalam perkara korupsi bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Dalam sidang, beberapa saksi membenarkan adanya permintaan uang dari auditor BPK untuk bisa menyulap laporan keuangan kementerian untuk mendapatkan opini WTP, alias laporan keuangan (LK) telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan (neraca), hasil usaha atau Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas, sesuai dengan prinsip akuntansi yg berlaku umum. Padahal aslinya? babak belur.

Namun KPK bergeming, petunjuk yang telanjang dalam sidang itu, belum akan ditindaklanjuti, sementara BPK seperti biasanya bernada normatif. Alhasil masyarakat sipil mulai berteriak agar komisi antirasuah tidak tinggal diam mendengar petunjuk adanya upaya suap dan korupsi di lingkungan BPK.

“Bukan untuk pertama kalinya, BPK disebut di tengah pusaran kasus korupsi, jadi seharusnya KPK sigap,” ujar beberapa organisasi masyarakat sipil yang mendesak pemeriksaan BPK oleh KPK.

Tanggapan BPK Soal Permintaan Duit Rp12 Miliar di Sidang SYL

Benarkah posisi BPK dan jajarannya begitu buruk? Padahal sejatinya mereka adalah auditor alias penyelidik keuangan yang tugas utama menemukan penyimpangan dalam laporan keuangan.

Tim Fakta.com lantas menelusuri lebih jauh data dan catatan ihwal keterlibatan BPK dalam perkara korupsi.

Kasus yang pertama ditemukan dan mengemuka adalah perkara Bupati Bogor, Ade Munawaroh Yasin, persis setahun lalu, akhir Mei 2023. Dalam perkaranya, bersama tujuh orang lainnya Ade ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021.

Ade diduga memberi uang pelicin kepada tim pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat agar Pemkab Bogor dapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Sidang SYL: Cecaran Hakim Ungkap Kronologi Permintaan Duit dari Auditor BPK

Lalu ada juga kasus yang menjerat Ketua Tim Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau M Fahmi Aressa. Fahmi ikut ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, Kamis (06/04/2023).

Fahmi yang merupakan Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau diduga menerima suap Rp1,1 miliar dari Muhammad Adil.

Uang tersebut diketahui untuk pengondisian pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik, sehingga nantinya memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Kemudian ada juga kasus dari Sulawesi Selatan yang menjerat empat orang auditor yang diduga menerima suap Rp2,9 miliar. Suap diterima terdakwa dari sejumlah kontraktor di era Nurdin Abdullah (NA) menjabat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel).

Jaksa menyebut para terdakwa total menerima R2,9 miliar berhubungan dengan jabatan para terdakwa selaku Pemeriksa pada BPK RI yang dapat mengkondisikan atau mengatur hasil temuan pemeriksaan LKPD Tahun Anggaran 2020 pada Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan di Dinas PUTR Sulsel.

Diduga Terima Suap Rp40 M, Anggota BPK Achsanul Qosasi Dibui

Tak hanya berkutat di pemerintah daerah, permainan opini WTP juga tercium dalam perkara korupsi tunjangan kinerja i Kementerian ESDM. Juru bicara KPK Ali FIkri mengatakan saat itu ditemukan adanya keterlibatan auditor BPK yang bertugas mendandani laporan keuangan yang ternyata di belakangnya merugikan keuangan negara senilai puluhan miliar rupiah. “Bungkusnya adalah berupa adanya dana operasional bagi para auditor BPK,” ujar Ali.

Sedikitnya sudah ada lima kasus yang ditemukan tim fakta, berkaitan dengan dugaan banyaknya permainan pemeriksaan kuang

Latas Badan Pemeriksa Keuangan menanggapi kesaksian yang terungkap di Pengadilan perkara suap Syahrul Yasin Limpo, di Pengadilan Tipikor. BPK menyebut adanya dugaan permintaan uang dari auditor BPK sebesar Rp12 miliar kepada pejabat Kementan terkait status pemeriksaan keuangan, perlu didalami.

Dalam sidang, pejabat kementan bersaksi pada akhirnya uang yang diserahkan bukan sebesar Rp12 miliar, melainkan Rp5 miliar yang sumbernya dari para vendor atau pihak swasta yang menjalin kerja sama dengan kementerian.

Untuk persoalan itu, BPK menyampaikan bahwa BPK tetap berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai dasar BPK yaitu independensi, integritas, dan profesionalisme dalam setiap pelaksanaan tugas BPK. Saat ini tim investigasi, klaim BPK, sedang bekerja.

Opini Wajar Tanpa Pengecualian, makin tak wajar, saat ternyata status yang suci itu bisa diperjualbelikan.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//