Udah Tiga Bulan Deflasi, Apa Iya Ekonomi Beneran Lesu?

Pengumuman inflasi dan deflasi Juli 2024 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (1/8/2024). (Tangkapan layar Youtube BPS)

FAKTA.COM, Jakarta - Deflasi kembali terjadi pada Juli 2024. Angkanya 0,18% dan menjadi deflasi ketiga secara beruntun dalam tiga bulan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka tersebut lebih dalam dari deflasi di dua bulan sebelumnya, yakni 0,08% di Juli, dan 0,03% pada Mei. 

Deflasi menunjukkan penurunan harga barang dan jasa secara umum. Karena itu, banyak yang menyimpulkan deflasi sebagai tanda penurunan daya beli masyarakat sehingga permintaan turun dan berimplikasi terhadap penurunan harga.

Namun, Plt Kepala BPS, Amalia A Widyasanti membantah kalau deflasi yang terjadi ini merupakan indikasi adanya penurunan daya beli masyarakat. Menurutnya, deflasi ini lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran atau produksinya, bukan dari permintaan yang menurun. 

“Kalau supply melimpah, tetapi demand tetap ini juga akan menyebabkan penurunan harga. Oleh sebab itu, kita perlu hati-hati dalam mengambil kesimpulan sehingga deflasi ini bukan satu-satunya indikator penurunan daya beli masyarakat, harus dicek dengan indikator-indikator lain,” tutur Amalia, Kamis (1/8/2024).

DKI Belum Larang Kemasan Saset, Pertimbangkan Daya Beli Masyarakat

Lantas bagaimana dengan indikator lain tersebut? Dalam Midyear Economic Review CORE Indonesia 2024, Selasa (23/7/2024). Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menyampaikan terjadi pelemahan tren konsumsi domestik, terutama pada masyarakat kelas menengah.

Salah satu indikatornya adalah Indeks Penjualan Riil. Menurut Faisal, angkanya menurun 1% dibandingkan dengan kuartal I tahun ini. 

Penurunan tersebut terjadi di hampir seluruh jenis barang, seperti suku cadang, bahan bakar kendaraan bermotor, sandang, makanan, hingga perlengkapan rumah tangga.

Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Berlanjut, Daya Beli Masyarakat Apa Kabar?

Indikator lain dapat dilihat dari berkurangnya proporsi konsumsi rumah tangga. Faisal bilang, proporsi konsumsi rumah tangga menurun menjadi 73%, sementara itu mereka lebih banyak mengeluarkan uang untuk cicilan dan pinjaman. 

Ia juga bilang, pelemahan konsumsi terjadi sejalan dengan minimnya peningkatan upah. 

“Di tahun 2024 sampai dengan pencatatan terakhir, sudah mulai positif tapi masih lemah sekali, hanya tumbuh 0,7% secara year on year,” ujarnya.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//