Peluang Investasi Tersisih, Listrik Kotor Jadi Pemicu

Pembangkit listrik. (Dokumen Pixabay)

FAKTA.COM, Jakarta - Indonesia bisa kehilangan peluang investasi dari ratusan perusahaan RE 100. Hal tersebut karena pasokan listrik Indonesia merupakan energi kotor yang tinggi emisi.

Direktur Eksekutif Institute of Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengungkap Indonesia bisa kalah bersaing dengan negara tetangga untuk menggaet investasi dari perusahaan global yang tergabung dalam RE 100.

Penyebabnya ialah masih terbatasnya pasokan energi terbarukan di Indonesia. RE 100 merupakan perusahaan global yang berkomitmen dalam mendorong penggunaan energi terbarukan, hingga mencapai 100%.

“Kalau perusahaan (RE 100), berencana untuk berinvestasi sebuah negara, maka faktor penting yang mereka lihat adalah apakah mereka bisa dengan mudah pasokan energi terbarukan,” kata Fabby.

Percepat Transisi Energi, Pemerintah Jalankan 400 Proyek Energi Terbarukan

Fabby mengatakan, dari sekitar 430-an perusahaan global yang tergabung dalam RE 100, lebih dari 122 di antaranya ada di Indonesia. Ia bilang, jika diakumulasi, maka konsumsi listrik dari 122-an perusahaan tersebut sebesar 2 TWh (Terawatt-hour). Artinya, kebutuhan listrik hijau untuk mengakomodir perusahaan tersebut cukup besar.

“Jika diibaratkan, 2 TWh itu kira-kira setara dengan konsumsi listrik 1,6 juta rumah tangga di Indonesia atau listrik yang dibutuhkan oleh satu kota sebesar Yogyakarta selama satu tahun,” ujar Fabby menambahkan

Sementara itu, emisi karbon yang dihasilkan oleh listrik Indonesia relatif besar, yakni sebesar 0,8 ton CO2/MWh (Megawatt-hour). Di lain sisi, negara kompetitor, seperti Vietnam tingkat emisinya bisa lebih rendah 30 - 40%.

Menanggapi hal ini, Southeast Asia Head of Government and Public Policy Affairs Nike, Devi Kusumaningtyas mengatakan perusahaannya harus menyesuaikan dengan permintaan negara tujuan pasar, sementara itu negara maju sudah sangat concern dengan jejak karbon.

“Jadi, kami sangat berharap Indonesia tidak ketinggalan dalam hal tersebut,” kata Devi.

Pendapatan SDA Terkontraksi, Aktivis Greenpeace Singgung Transisi Energi

Devi juga menyampaikan bahwa yang diinginkan industri bukanlah kebijakan baru yang membebani pelaku usaha, tetapi iklim usaha yang menyediakan kemudahan untuk mengakses listrik dengan energi terbarukan.

Sekadar informasi, beberapa waktu lalu RE 100 bersurat kepada pemerintah untuk menyampaikan beberapa hal, di antaranya adalah mendorong pemerintah untuk meningkatkan ambisinya dalam meningkatkan bauran energi terbarukan pada kebijakan energi nasional.

Setidaknya sesuai dengan angka yang disepakati dalam dokumen JETPI (Just Energy Transition Partnership), yakni 34% dari total energi di 2030.

Di samping itu, RE 100 juga meminta agar pemerintah mengizinkan mereka untuk membeli langsung pasokan energi dari pengembang energi terbarukan atau mengembangkannya langsung. Menanggapi hal tersebut, Fabby mengatakan hal ini perlu disetujui karena dampaknya sangat positif.

“Menurut perhitungan IESR, tiap tahun dibutuhkan US$20 miliar-US$30 miliar untuk transisi energi dan selama ini tidak pernah terpenuhi. Maka, investasi dari perusahaan swasta sangat dibutuhkan,” pungkas Fabby.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//