Menyoal Minyak Jelantah untuk Biofuel, dari Limbah hingga Greenflation

Ilustrasi minyak jelantah jadi biofuel. (Dokumen Ditjen EBTKE Kementerian ESDM)

FAKTA.COM, Jakarta - Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan bakar nabati atau biofuel semakin menjadi sorotan. Terutama dalam upaya pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan.

Sorotan itu tertuang dalam naskah akademik Traction Energy Asia bekerja sama dengan Center for Environmental Law and Climate Justice (CELCJ) FH UI yang diberikan ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Senin (5/8/2024). Dalam dokumen itu, minyak jelantah disiapkan untuk mengembangkan biofuel.

Namun permasalahan yang dihadapi, limbah minyak jelantah dapat merusak lingkungan, terutama jika tidak ada kebijakan pembuangan limbah yang sesuai.

Dalam hal ini, pakar hukum Universitas Indonesia, Andri Gunawan Wibisana menyebut, pemerintah harus menetapkan standar kualitas (baku mutu) dalam pengangkutan dan pengolahan limbah minyak jelantah agar dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalisir.

Minyak Jelantah Bisa Dieskpor, Kok Bisa?

Selain itu, Andri menyoroti potensi kegagalan dalam tata niaga akibat asimetri informasi, di mana biaya-biaya tertentu dan eksternalitas tidak diperhitungkan secara memadai.

"Dalam tata niaga minyak jelantah untuk biofuel, pemerintah harus mengatasi masalah ini dengan kebijakan yang tepat agar tidak terjadi kesenjangan informasi yang merugikan berbagai pihak," ujarnya.

Aspek ekonomi juga menjadi perhatian dalam tata niaga minyak jelantah. Salah satunya adalah potensi terjadinya inflasi harga minyak jelantah atau greenflation akibat meningkatnya permintaan untuk bahan bakar biofuel.

Resmi Naikkan Harga BBM Nonsubsidi, Ini Alasan Pertamina

Oleh karena itu, Andri menegaskan pentingnya regulasi khusus yang mengatur minyak jelantah agar tidak menjadi komoditas yang rentan terhadap fluktuasi harga yang ekstrem.

Salah satu kebijakan yang diusulkan adalah pengenaan tarif ekspor untuk minyak jelantah, sebagai alternatif yang lebih baik dibandingkan larangan ekspor.

"Tarif ekspor dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengatur tata niaga minyak jelantah, namun harus diterapkan dengan hati-hati agar tidak memiliki efek yang sama dengan larangan ekspor," tutup Andri.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//