Mengukur Efektivitas Rencana Bahlil Tekan Impor Migas

Ilustrasi impor. (Dokumen Bea dan Cukai)

FAKTA.COM, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berencana untuk mengurangi porsi belanja impor minyak dan gas (migas). Untuk merealisasikan rencana itu, Bahlil pun telah meracik beberapa strategi.

Pertama adalah optimalisasi produksi (minyak bumi) dengan teknologi.

“Saya kasih contoh di Banyu Urip, itu dikerjakan oleh ExxonMobil. Itu yang didapatkan pertama itu cuma kurang lebih sekitar 90-100 ribu Barrel Oil per Day (BOPD). Tapi kemudian diinjeksi dengan teknologi yang mereka miliki, dan sekarang itu bisa mencapai 140-160 ribu BOPD," kata Bahlil, Senin (26/8/2024).

Strategi kedua, lanjutnya, adalah dengan melakukan reaktivasi sumur-sumur yang idle, dari total 44.985 sumur yang ada di Indonesia, terdapat 16.990 sumur yang masuk pada kriteria idle well. Namun demikian, tidak semua memiliki potensi untuk direaktivikasi karena sesuatu dan lain hal.

Sektor Migas Ditarget Serap Investasi US$16,1 Miliar

Seperti tidak adanya potensi subsurface, keekonomian yang tidak terpenuhi karena high cost rectivation dan harga minyak mentah dunia pada saat itu, serta faktor HSE dan non teknikal lainnya.

Sementara itu strategi ketiga adalah dengan melakukan eksplorasi migas khususnya di wilayah Indonesia Timur, karena disana memiliki potensi penemuan-penemuan cadangan baru, sehingga pemerintah akan mendorong percepatan melalui skema kerja sama dan insentif yang lebih menarik.

"Fokus area kita sekarang itu adalah di daerah-daerah wilayah timur. Ini. Jadi di wilayah-wilayah timur sekarang. Nah, status area saat ini, ada beberapa blok yang potensinya bagus. Seperti di Seram, Buton, di Laut Aru-Arafura, Warim, dan Timor," pungkasnya.

Nilai Impor Terbang, Surplus Neraca Dagang Makin Berkurang

Menanggapi rencana itu Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah berpendapat, meskipun impor dianggap lebih murah, ada risiko besar terkait ketergantungan yang berdampak negatif pada tata kelola energi nasional.

"Memang impor lebih murah, tetapi yang terjadi adalah kita menjadi tergantung pada impor. Efeknya buruk karena kita tidak memperbaiki tata kelola sendiri," ujar Trubus kepada Fakta.com, Rabu (28/8/2024).

Ketergantungan ini dikhawatirkan dapat merusak keberlanjutan energi dalam jangka panjang dan menempatkan Indonesia pada posisi rentan jika terjadi fluktuasi harga internasional atau gangguan pasokan.

Sementara, jika pemerintah memutuskan untuk memangkas impor migas, ada risiko terjadinya kekurangan pasokan migas di dalam negeri. Hal ini dapat memicu kenaikan harga migas di pasar domestik yang pada akhirnya berpengaruh pada daya beli masyarakat.

"Jika impor migas dipotong, otomatis kita akan kekurangan migas untuk kebutuhan domestik, sehingga harga bisa naik dan mempengaruhi daya beli masyarakat," katanya.

Impor Oktober 2023 Naik 7,68 Persen, Terbanyak dari Sektor Nonmigas

Namun soal pengaktifan kembali sumur-sumur migas yang tidak aktif (idle) bisa memerlukan biaya yang sangat besar dan sering kali tidak efisien.

"Dari sisi pengaktifan sumur-sumur itu pasti cost-nya sangat besar dan inefficiency, sehingga high cost pada biaya produksi, biaya politik juga mempengaruhi," kata Trubus menambahkan.

Untuk mengetahui lebih jelas volume dan nilai impor migas Indonesia, berikut datanya:

Dari data itu terlihat, volume dan nilai impor migas sebenarnya dalam tren turun pada periode Maret dan April 2024, setelah terus naik sejak awal tahun.

Namun mulai Juni-Juli, baik volume dan nilainya kembali naik.

"Jadi produksi minyak Indonesia itu 221 juta barel dalam setahun. Impor kita 297 juta barel, terdiri dari 129 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM)," tutur Bahlil.

Bahlil menyebut dengan angka impor yang melejit tersebut, konsumsi BBM nasional tahun lalu mencapai sekitar 505 juta barel, yang terbagi dalam beberapa sektor.

Di antaranya adalah sektor transportasi yang mengonsumsi sebesar 248 juta barel atau 49%, disusul oleh sektor industri sebesar 171 juta barel atau 34%, sektor ketenagalistrikan yang menyedot 38,5 juta barel atau 8%, serta sektor aviasi yang mengonsumsi BBM sebanyak 28,5 juta barel atau 6%.

"Besarnya impor minyak untuk konsumsi berbagai sektor tersebut, menguras devisa negara pada tahun lalu mencapai di angka Rp396 triliun," ucap Bahlil.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//