Industrialisasi Tak Optimal, Makin Banyak Masyarakat jadi Tenaga Kerja Informal

Ilustrasi tenaga kerja. (Dokumen Kemenkeu)

FAKTA.COM, Jakarta - Persoalan ketenagakerjaan di era Jokowi belum rasanya belum tuntas secara final. Pasalnya tenaga kerja Indonesia masih didominasi oleh serapan sektor informal.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari tahun ini, 59,17% tenaga kerja Indonesia diserap oleh sektor informal.

Sekadar tambahan informasi, status pekerjaan informal berdasarkan definisi BPS ialah berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tak dibayar. Dengan kata lain, tenaga kerja informal lebih rentan karena tidak ada kepastian dalam upah maupun perlindungan.

Selain itu, Peneliti Ketenagakerjaan Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) Universitas Gadjah Mada, Arif Novianto menuturkan, angka riil tenaga kerja informal di Indonesia bahkan bisa jauh lebih besar. Menurutnya, hal tersebut karena definisi BPS dalam mengklasifikasikan tenaga kerja informal cukup ambigu.

“Definisi formal kan seharusnya bisa meracu pada ILO misalnya, menjadi formal ketika ada kontrak kerja, mendapat upah minimum, jaminan kesehatan, dan perlindungan sosial. Kalau di BPS kan nggak (detail),” kata Arif kepada Fakta.com, Rabu (7/8/2024).

Tenaga Kerja Asing Makin Berkurang Seiring Peningkatan Skill Pekerja Lokal

Arif bahkan bilang, kalau mengacu kepada definisi tersebut, proporsi tenaga kerja informal bisa menunjukkan angka yang berbeda.

“Kalau kita pakai data riil, bisa jadi jumlah tenaga kerja informal Indonesia itu di atas 80%,” kata Arif.

Arif menegaskan, penyebab utamanya bukanlah skill angkatan kerja yang tidak memadai, melainkan ketersediaan lapangan pekerjaan serta penyerapannya belum optimal. Menurutnya, hal tersebut dipicu oleh indikasi deindustrialisasi prematur atau menurunnya produktivitas sektor manufaktur sebelum mencapai potensi maksimal.

Seperti diketahui, dalam beberapa waktu terakhir saja industri pengolahan (manufaktur) punya angka pertumbuhan yang relatif kecil dan di bawah pertumbuhan nasional. Tren pertumbuhannya juga cenderung menurun.

Berdasarkan data BPS, pertumbuhan industri pengolahan triwulan II 2024 sebesar 3,95% (yoy). Sebelumnya, pada periode yang sama di tahun 2023, angka pertumbuhannya adalah 4,88%. Artinya, meski tumbuh, trennya cenderung melambat.

“kita melihat mengapa misalnya di negara-negara barat, misalnya di Eropa, di Amerika, pekerja informal itu kecil, bahkan di Inggris, pekerja informal di bawah 10 persen. Itu karena memang mereka mampu untuk membangun yang disebut sebagai industrialisasi,” ujar Arif.

IKM Serap 65% Tenaga Kerja Industri Selama 2023

Arif kembali menegaskan, tingginya tenaga kerja sektor informal bukan disebabkan ketidakcocokan skill, melainkan lapangan pekerjaan formal yang terbatas.

“Karena tadi, dengan surplus populasi relatif yang besar, bonus demografi yang cukup besar, angkatan kerja yang besar, lapak-lapak lowongan kerja layak yang kecil, itu yang membuat jumlah pekerjaan informal di Indonesia cukup besar dan mengantri untuk masuk ke pekerjaan formal,” kata Arif menambahkan.

Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Bank Permata, Josua Pardede berpendapat, tenaga kerja informal memiliki upah yang cenderung terbatas. Hal ini berimplikasi kepada pelemahan konsumsi masyarakat.

“Makin meningkatnya tenaga kerja informal yang kenaikan upahnya cenderung terbatas, maka pertumbuhan konsumsi terbatas pula,” kata Josua.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//