Uni Eropa ke Kanan, Mengapa Sayap Kiri Bisa Menang di Inggris & Prancis?

Antara

FAKTA.COM, Jakarta - Dunia politik Eropa tengah dilanda gelombang populisme sayap kanan. Isyarat meledaknya sayap kanan, sebetulnya, sudah terlihat sejak 2023. Saat itu, hasil pemilu Belanda menempatkan partai-partai berhaluan kanan unjuk gigi dengan meraih banyak kursi di parlemen.

Ditambah, hasil pemilu parlemen Uni Eropa pada Juni lalu membuat sayap kanan semakin mendominasi Benua Biru. Pemilu Uni Eropa 2024 menjadi sejarah terjadinya peningkatan signifikan kursi partai-partai ekstrem kanan yang terpilih di parlemen.

Uni Eropa Desak Israel dan Hamas Terima Proposal Gencatan Senjata AS

Pada 9 Juni 2024, hasil pemilu parlemen Uni Eropa menunjukkan partai-partai populis sayap kanan memperoleh kemenangan. Salah satunya, Partai Rakyat Eropa (EPP) yang dipimpin Ursula von der Leyen meraih kursi terbanyak di parlemen Eropa.

Sementara itu, partai-partai berhaluan tengah, liberal, dan pecinta lingkungan yang pro-UE malah meraih sedikit kursi.


Mengapa politik Eropa bergerak ke kanan?

Pertanyaan tersebut tidak mudah dijawab dengan detail. Namun, beberapa analis politik menyebut gelombang pengungsi dan migrasi orang non-Eropa menuju Benua Biru menjadi kekhawatiran mendalam dan luas bagi sejumlah warga di beberapa negara Eropa.

Tak ayal, masyarakat Eropa lebih banyak memilih politisi sayap kanan di Jerman, Prancis, Belanda, Spanyol, dan Italia.

Bukan hanya itu, faktor munculnya gelombang itu juga dikarenakan politisi berhaluan tengah ikut membawa suara populis Eropa bergerak lebih jauh ke kanan dalam hal kebijakan migrasi.

UNHCR: Jumlah Pengungsi Dunia Capai 120 juta


Serangan Balik Sayap Kiri

Dominasi sayap kanan di Eropa mendapat tandingan dari sayap kiri, terutama di Inggris dan Prancis, akhir-akhir ini.

Di Britania Raya, Partai Buruh sukses menjadi jawara pemilu parlemen. Partai Buruh menjadi pemenang setelah meraih 411 dari 650 kursi parlemen Inggris (House of Commons) dalam pemilu raya yang digelar Kamis, 4 Juli 2024.

Setidaknya, kemenangan ini menjadi bekal bagi Partai Buruh untuk membentuk pemerintahan. Pemimpin Partai Buruh, Sir Keir Starmer, pun akan menjadi Perdana Menteri Inggris.

Sir Keir Starmer Gantikan Rishi Sunak Jadi PM Inggris

Starmer menggantikan Rishi Sunak, pemimpin Partai Konservatif, yang menelan kekalahan dalam pemilu kali ini.

Hasil pemilu kali ini pun tercatat sebagai kemenangan terbesar kedua Partai Buruh sepanjang sejarah pemilu Inggris. Sebelumnya, Partai Buruh pernah menang besar pada pemilu Inggris 1997.


Mengapa Partai Buruh bisa menang besar atas Konservatif yang menduduki kekuasaan selama 14 tahun terakhir di Inggris?

Dalam sebuah opini yang dipublikasi Washington Post, pekan lalu, diduga warga Inggris selama ini telah muak dengan kebijakan Konservatif yang berhaluan kanan tengah.

Senada, opini di media Inggris, Guardian, juga menyebutkan bahwa para pemilih termotivasi oleh kemarahan terhadap kebijakan Konservatif sehingga pemilu kali ini terasa aroma "balas dendam" di dalamnya.

Konservatif, yang biasanya dicap sebagai partai yang solid dan "aman" selama ini, dinilai telah berubah dengan berbagai kebijakan "radikal" yang hasilnya ternyata tidak bagus bagi Inggris.

Era Konservatif di abad ke-21 bermula dengan terpilihnya David Cameron sebagai Perdana Menteri Inggris pada 2010, sekaligus mengakhiri era 13 tahun Partai Buruh sejak 1997.


Menjalar hingga ke Prancis

Bukan hanya di Inggris, serangan balik sayap kiri juga menuai keberhasilan di Prancis.

Memang, Prancis menjadi salah satu negara dengan suara berhaluan kiri terbesar di Eropa. Namun, dalam beberapa waktu belakangan, di bawah pimpinan Marion Anne Perrine "Marine" Le Pen, sayap kanan terus berusaha mendominasi Prancis.

Di pemilu putaran pertama pada 30 Juni2024, Partai Reli Nasional (RN) pimpinan Marine Le Pen mencetak sejarah dengan memenangkan 33 persen suara.


Sayangnya, di putaran kedua pemilu, akhir pekan lalu, mereka hanya bertengger di peringkat ketiga. Sementara pemenang pemilu parlemen Prancis adalah aliansi sayap kiri, Front Populer Baru (NFP).

Kalah Pemilu, Hari Ini PM Prancis Undurkan Diri

Hasil akhir pemilu yang diumumkan Senin (8/7/2024), menunjukkan NFP memperoleh 182 dari 577 kursi di Majelis Nasional Prancis. Adapun Aliansi Kelompok Sentris Presiden Emanuelle Macron memperoleh 168 kursi, dan Partai RN memperoleh 143 kursi.

Hasil ini membuat NFP berpotensi membentuk pemerintah berhaluan kiri. Mereka tampaknya akan berbagi kekuasaan dengan Emmanuel Macron sebagai Presiden yang berhaluan tengah.


Untuk diketahui, Pemerintahan Prancis bercorak semi-presidensial. Artinya, jabatan kepala negara dipimpin Presiden, sementara jabatan kepala pemerintahan dipimpin Perdana Menteri. Perdana Menteri akan dipilih langsung oleh Presiden.

Analis politik menyatakan kemenangan sayap kiri membuat politik Prancis semakin sulit dipetakan. Apalagi, Macron cenderung mengarah ke kanan meskipun dirinya dianggap sebagai seorang sentris.

Sayap Kiri Menang Pemilu, Demonstrasi Digelar di Seluruh Prancis

Namun, Olivia Lazard, peneliti di lembaga Carnegie Europe, malah menyebut kemenangan NFP menjadikan politik Prancis berimbang. Kekalahan tak terduga kelompok sayap kanan membuat Macron akan mempertahankan kredibilitasnya agar Prancis tak terjerumus ke dalam narasi politik 'kedaulatan dan nasionalis' yang bertentangan dengan Eropa.

“Prancis saat ini masih menjadi salah satu benteng utama di Eropa melawan kebangkitan kelompok sayap kanan radikal, dan melawan pengaruh Rusia,” kata Lazard kepada Radio Schuman dari Euronews, baru-baru ini. “Ini berarti bahwa Eropa akan tetap aman untuk jangka waktu yang relatif lama jika menyangkut masalah pertahanan.” (Dari berbagai referensi)

Presiden Prancis Tolak Pengunduran Diri PM Gabriel Attal

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//