Potret Tenaga Kerja Informal yang Kian Meninggi di Era Jokowi

Ilustrasi potret tenaga kerja informal. (Dokumen Fakta.com/Putut Pramudiko)

FAKTA.COM, Jakarta - Selama satu dekade kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), hampir tidak ada perubahan pada struktur tenaga kerja di Indonesia. Salah satu potret yang bisa dilihat adalah jumlah dan persentase tenaga kerja informal.

Meski secara persentase mandek di kisaran angka 59%, namun jumlahnya terus menanjak. Mengutip data Badan Pusat Statisti (BPS), jumlah tenaga kerja informal mencapai 84,13 juta per Februari 2024.

Angka itu naik 13,43 juta orang dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Artinya, jumlah itu naik 18,9% dari Februari 2014 sebanyak 70,7 juta orang.

Begini rinciannya.

Sementara itu, dari sisi persentase rata-rata dalam 10 tahun terakhir mencapai 58,65%. Artinya, jumlah tenaga kerja informal selalu lebih banyak dibandingkan tenaga kerja formal.

Per Februari 2024, porsi tenaga kerja informal mencapai 59,17%. Dengan begitu, persentase tenaga kerja formal hanya mencapai 40,83%.

Simak perbandingannya berikut ini.

Informasi saja, status pekerjaan informal berdasarkan definisi BPS ialah berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tak dibayar.

Dengan kata lain, tenaga kerja informal lebih rentan karena tidak ada kepastian dalam upah maupun perlindungan.

Menanggapi potret itu, Peneliti Institute of Governance and Public Affairs Universitas Gadjah Mada (IGPA UGM), Arif Novianto mengungkap hal ini terjadi karena ketersediaan lapangan pekerjaan di sektor formal masih sangat terbatas, bahkan setelah pandemi jumlahnya menyusut.

“Ini permintaan yang cukup besar, tetapi penawaran dalam konteks pekerjaan formal itu cukup semakin sedikit,” kata Arif kepada Fakta.com, Kamis (5/9/2024).

Industrialisasi Tak Optimal, Makin Banyak Masyarakat jadi Tenaga Kerja Informal

Menurut Arif, kebanyakan serapan tenaga kerja formal diserap oleh sektor manufaktur sehingga industrialisasi menjadi poin yang paling penting. Akan tetapi, di Indonesia sendiri industrialisasi belum optimal.

Bahkan, Arif pun bilang saat ini trennya justru banyak perusahaan yang menginformalisasikan pekerjaannya. Ia memberi contoh soal buruh jahit di pedesaan yang dibayar bukan berdasarkan waktu kerja, melainkan per pakaian.

Perusahaan tidak lagi membangun pabrik besar yang menyerap puluhan ribu pekerja, tetapi menyebar tempat produksinya di rumah-rumah warga desa. Upahnya pun cenderung kecil, menurut Arif perpakaian yang selesai dijahit hanya dibayar dua atau tiga ribu misalnya.

“Nah, ini problem-nya muncul informalisasi sehingga membuat pekerjaan formal menyusut," kata Arif menambahkan.

Terbanyak Serap Tenaga Kerja, Sektor Pertanian Butuh Banyak Perhatian

Sebelumnya, Ekonom Bank Permata, Josua Pardede berpendapat, tenaga kerja informal memiliki upah yang cenderung terbatas. Hal ini berimplikasi kepada pelemahan konsumsi masyarakat.

“Makin meningkatnya tenaga kerja informal yang kenaikan upahnya cenderung terbatas, maka pertumbuhan konsumsi terbatas pula,” kata Josua.

Sebagai tambahan informasi masih berdasarkan data BPS, jumlah penduduk bekerja hingga Februari 2024 mencapai 142,18 juta orang. Lebih rinci, dari 214 juta penduduk usia kerja pada Februari 2024, sebanyak 149,38 juta orang di antaranya merupakan angkatan kerja.

Dengan demikian, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mencapai 69,80%.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//