Mencari Celah Pajak Agar Pendapatan Negara Menanjak

Ilustrasi. (Dokumen Fakta.com/Putut Pramudiko)

FAKTA.COM, Jakarta - Kinerja perpajakan negara masih terkontraksi. Hingga Juni 2024, pertumbuhannya masih minus 7,87%.

Meski begitu, kontraksi penerimaan pajak itu semakin mengecil. Jika ditarik ke belakang, penerimaan pajak sempat terkontraksi hingga 9,29% pada April 2024.

Adapun pada Mei 2024, kontraksi penerimaan pajak mencapai 8,44%.

Atas catatan itu, total penerimaan pajak mencapai Rp893,85 triliun atau setara 44,94% dari target APBN 2024.

Secara rinci, penerimaan pajak terbesar masih berasal dari pajak penghasilan nonmigas yang mencapai Rp519,58 triliun. Kemudian disusul PPN dan PPnBM sebesar 332,81 triliun.

Adapun penerimaan pajak terkecil berasal dari PBB dan pajak lainnya Rp7,04 triliun.

Pajak Karbon Percepat Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia

Menurut dokumen APBN Kita, performa penerimaan pajak masih dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya, tren penurunan harga komoditas yang diikuti oleh penurunan laba perusahaan, dampak peningkatan restitusi, dan penurunan setoran PPh 25 dan Pasal 29 Badan pada sektor industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan.

Lantas, apa upaya pemerintah untuk mengejar penerimaan pajak untuk menambah pendapatan negara? Apalagi, penerimaan pajak menjadi kontributor utama pendapatan negara dengan porsi 67,7% dari Rp1.320,73 triliun.

Catatan itu belum ditambah dengan penerimaan kepabeanan dan cukai yang mencapai Rp134,19 triliun.

Pada akhir Juli, Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah mempresentasikan mengenai pelaksanaan pembangunan core tax system di Direktorat Jenderal Pajak ke Presiden Jokowi.

Saat itu, kata Sri Mulyani, core tax system akan meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi seluruh layanan administrasi perpajakan. "Wajib pajak bisa melakukan layanan mandiri dan pengisian SPT bersifat otomatis, transparansi dari akun wajib pajak akan semakin meningkat," ujar Sri Mulyani dikutip Setkab.go.id.

Sempat Hattrick Lampaui Target, Penerimaan Pajak Tahun Ini Banyak 'PR'

Sri Mulyani juga menyampaikan, core tax system sejalan dengan jumlah wajib pajak yang meningkat dari 33 juta menjadi 70 juta. Sementara jumlah dokumen yang harus diproses oleh sistem pajak juga meningkat seperti, e-faktur kita yang tadinya 350 juta dokumen menjadi 776 juta dokumen.

Di sisi lain, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti mengungkapkan, pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya.

"Mulai dari pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah," kata Dwi, Kamis (8/8/2024).

Lebih Bijak Mencapai Target Penerimaan Pajak

Adapun sejak 2020 hingga Juli 2024, penerimaan pajak sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp26,75 triliun.

Jumlah tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp21,47 triliun, pajak kripto sebesar Rp838,56 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp2,27 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,18 triliun.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//