Isu Iklim di COP28, Negara Maju Harus Punya Keseriusan

Ilustrasi. (Dokumen Fakta.com/Putut Pramudiko)

FAKTA.COM, Jakarta - Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Climate Conference 2023 alias COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab telah usai digelar pada pekan lalu. Negara-negara berkembang menuntut keseriusan negara maju dalam penyediaan pendanaan perubahan iklim global yang dirancang senilai US$100 miliar saban tahun.

Sekretaris Eksekutif Perubahan Iklim PBB, Simon Stiell mengatakan, komitmen pendanaan iklim menjadi pusat perhatian dalam konferensi COP28. “Pendorong utama aksi iklim dunia,” ujarnya dalam penutupan, Rabu (13/12/2023) lalu.

Hadiri KTT COP28, Jokowi Dorong Kolaborasi Penanganan Perubahan Iklim

Namun nampaknya, untuk realisasi ini baru akan kembali dibahas dalam konferensi dua tahun ke depan. Nantinya, pada 2024 akan ditetapkan tujuan kuantitatif kolektif baru mengenai pendanaan iklim dengan mempertimbangkan kebutuhan dan prioritas negara-negara berkembang.

Stiell mengatakan, "Sasaran baru ini, yang dimulai dari dana dasar sebesar US$100 miliar per tahun, akan menjadi landasan bagi perancangan dan implementasi selanjutnya dari rencana iklim nasional yang harus dilaksanakan pada tahun 2025."

Indonesia dan ASEAN

Indonesia saat ini akan fokus memperkuat kerja sama konkret dan mengadakan berbagai kolaborasi dengan negara kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya mengatakan, kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan dampak buruknya.

ASEAN punya garis pantai terpanjang, populasi dan pusat ekonomi yang terkonsentrasi di wilayah pesisir, serta masih tergantung dengan hasil sumber daya alam. Hal tersebut tentu berpotensi tinggi terhadapat ancaman multidimensi dan perubaham iklim.

Oleh karena itu, ASEAN juga mendesak para Pihak negara maju untuk memberikan dukungan implementasi yang lebih baik salah satunya komitmen peyediaan dana sebesar US$100 miliar. "Mereka juga harus menyediakan pendanaan iklim yang cukup untuk berbagai mekanisme keuangan, termasuk Fasilitas Pembiayaan Hijau Katalis ASEAN, Dana Iklim Hijau, Fasilitas Lingkungan Hidup Global, Dana Adaptasi, dan Dana Negara Terbelakang, dengan mempertimbangkan kebutuhan negara berkembang," kata Siti.

Sejak 1992

Conferences of the Parties atau Konferensi Para Pihak (COPs) merupakan upaya para negara untuk mengatur respon tantangan global perubahan iklim secara kolektif. Pertama kalinya, para pemimpin dunia berkumpul pada KTT di Rio de Janeiro pada 1992, untuk menandatangani Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim alias United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Deretan Kerja Sama Indonesia-AS untuk Tangani Krisis Iklim

Pada Sesi COP21 pada 2015 lalu di Paris, dibuat perjanjian untuk mencapai nol emisi gas rumah kaca pada abad ini dan membatasi pemanasan rata-rata global hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri. Tahun 2023 ini, pada COP28 di Dubai, negara-negara resmi meninjau perkembangan Perjanjian Paris.

"Dalam jangka pendek, para pihak didorong untuk membuat target pengurangan emisi yang ambisius dan berskala ekonomi, yang mencakup semua gas rumah kaca, sektor dan kategori, serta selaras dengan batas 1,5°C dalam rencana aksi iklim putaran berikutnya,"kata Simon Stiell dalam pidato penutupnya. 

Indonesia Gandeng Singapura untuk Riset Perubahan Iklim

Inventarisasi ini diharapkan dapat digunakan oleh negara-negara untuk mengembangkan rencana aksi iklim yang lebih kuat serta dijadwalkan pada tahun 2025. Dalam COP28 juga disepakati Azerbaijan menjadi tuan rumah COP29 pada November 2024 mendatang, setahun kemudian Brasil akan menggelar COP30.

US$100 juta dari Norwegia

Norwegia berkomitmen untuk melanjutkan bantuan program penurunan deforestasi hutan di Indonesia. Negara tersebut berkomitmen akan mengucurkan kontribusi tambahan senilai US$100 juta dalam rencana operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

Duta Besar Norwegia, Rut Kruger Giverin mengatakan, negaranya telah mengumumkan kontribusi tambahan senilai US$100 juta dalam pelaksanaan COP28 di Dubai. Komitmen ini didasarkan verifikasi untuk penurunan emisi sebagai hasil pengurangan laju deforestasi Indonesia dari periode 2017-2018, dan 2018/2019.

“Rencana operasional ini sangat ambisius dan mengesankan, mencakup semua langkah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi laju deforestasi," ujar usai menggelar penandatangan komitmen yang disaksikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada Rabu (13/12/2023) lalu.

Kemenkeu Pastikan Indonesia Punya Anggaran Perubahan Iklim di APBN

Kerjasama bilateral kedua negara sejatinya telah dimulai pada tahun lalu lewat memorandum of understanding (MoU) yang mencakup berbasis hasil. Selanjutnya, Norwegia telah mendukung Indonesia dengan kontribusi pertama US$56 juta dolar.

Kontribusi tersebut untuk pengurangan emisi dari pengurangan laju deforestasi di Indonesia untuk periode 2016-2017. "Negara-negara lain di dunia sangat terkesan dengan prestasi di Indonesia," kata dia.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//