2023, Tahun Kelam bagi Jurnalis di Dunia

Oleh Muhammad Yazid - fakta.com
24 Januari 2024 19:30 WIB
Ilustrasi. (Dokumen Fakta.com/Putut Pramudiko)

FAKTA.COM, Jakarta – Intimidasi, kekerasan, maupun pembunuhan hingga kini masih jadi ancaman bagi jurnalis di seluruh dunia. Reporter Without Borders (RSF) mencatat, angka penahanan dan pembunuhan terhadap wartawan di seluruh dunia masih tinggi.

Pada 2023 lalu, terdapat 521 orang yang ditahan atas dasar sewenang-wenang pemerintah terkait dengan profesi jurnalistik. Angka ini sejatinya turun 8,4 persen ketimbang tahun sebelumnya.

Hentikan Genosida, Palestina Miliki Hak Kemerdekaan yang Sama

Berdasarkan data Committee to Protect Jounalists (CPJ), sepanjang satu dasawarsa terakhir terdapat 747 jurnalis dan pekerja media yang terbunuh ketika menjalankan tugasnya. Khusus tahun lalu, jumlahnya mencapai 89 orang, baik jurnalis maupun pekerja media.

Yang terbaru, Haitham Dafallah seorang jurnalis dan Pemimpin Redaksi media lokal al-Maidan di Sudan ditangkap pasukan the Rapid Support Forces. Penangkapan tersebut diduga terkait pemberitaan perang berdarah antara tentara dan pasukan yang menyebabkan pembantaian dan ratusan ribu warga sipil mengungsi di Sudan.

“Kami sangat prihatin dengan penangkapan jurnalis Haitham Dafallah dan saudaranya Omar dari rumah mereka di Khartoum oleh tentara. Kami menyerukan semua pihak yang berkonflik untuk berhenti menangkap jurnalis,” kata Koordinator Program CPJ Timur Tengah dan Afrika Utara, Sherif Mansour dalam keterangan resminya, Senin (22/1/2024).

Jurnalis di Palestina

Selain itu, tentara Israel hingga kini juga masih menahan sebanyak 31 reporter Palestina. Head of RSF’s Middle East desk, Jonathan Dagher mengatakan, penahanan yang dilakukan sejak 7 Oktober 2023 silam tersebut merupakan upaya teror untuk membungkam para patriot jurnalis Palestina.

Para jurnalis yang ditahan tersebut bekerja di sejumlah media di antaranya J-Media, Kantor Berita Maan, Sanad dan Radio al-Karama atau merupakan pekerja jurnalis lepas. Jonathan mengatakann, “Kami menyerukan pembebasan segera semua jurnalis yang ditahan dan segera memberikan perlindungan bagi mereka.”

Israel Tembak Mati 4 Warga Palestina di Tepi Barat

RSF mencatat, setidaknya 13 jurnalis telah terbunuh karena pekerjaan mereka sebagai jurnalis sejak perang dimulai. Namun, jumlah tersebut bisa meningkat meningkat menjadi 56 orang dengan memasukkan semua jurnalis yang terbunuh ketika tidak sedang bertugas.

Tahun politik

Indonesia sekarang ini tengah masuk tahun politik. Tentunya, kejadian intimidasi kepada wartawan berpotensi semakin marak. Oleh sebab itu, Dewan Pers akan berupaya bertindak cepat dalam penanganan kekerasan dan laporan pengaduan.

Gocekan Firli Hindari Wartawan Saat Pemeriksaan di Bareskrim

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan, instansinya mengajak semua pihak baik penyelenggara maupun peserta Pemilu 2024 menghindari aksi kekerasan terhadap wartawan. Menurut dia, pihaknya juga akan berupaya memastikan pemberitaan yang ada harus patuh akan kode etik jurnalistik (KEJ).

Menurut dia, Dewan Pers juga akan memastikan agar pemberitaan kepemiluan merupakan karya jurnalistik berkualitas. Tapi, “Kalau ada kekerasan atau intimidasi pada jurnalis dan awak media saat liputan pemilu, penanganannya harus lebih cepat dari 24 jam,” ujar Ninik.

Selain itu, untuk menjamin keberlangsungan kemerdekaan pers di pemerintahan selanjutnya, Dewan Pers juga akan menuntut komitmen dari ketiga pasangan calon presiden (Capres) dan calon wakil oresiden (Cawapres). Rencananya, para peserta Pilres 2024 tersebut akan diundang dalam Deklarasi Kemerdekaan Pers menyambut Hari Pers Nasional.

Masing-masing pasangan mulai dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan diundang hadir menandatangi komitmen terhadap kemerdekaan pers. “Kami yakin ketiga capres-cawapres tidak keberatan dan punya komitmen tinggi terhadap kemerdekaan dan kualitas pers nasional,” kata anggota Dewan Pers sekaligus Ketua Panitia Deklarasi Kemerdekaan Pers oleh Capres-Cawapres, Totok Suryanto.

Sekadar informasi, pada Desember 2023 lalu, Dewan Pers merilis hasil survei terhadap 138 wartawan di 17 provinsi. Hasilnya, sebanyak 36,9 presen mengaku pernah mendapat intimidasi atau ancaman terkait pemberitaan pemilu.

Selain itu, sebanyak 15,6 persen mengalami hambatan berupa pelarangan liputan, kekerasan fisik sebanyak 6,6 persen, perampasan alat liputan sejumlah 4,1 persen, serta wartawan yang mendapat serangan digital mencapai 3,3 persen. Mayoritas ancaman tersebut berasal dari partai dan tim sukses. 

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//