BRIN Akan Investigasi Tornado Rancaekek, Pertama di Indonesia?

Oleh Gin gin Tigin Ginulur - fakta.com
21 Februari 2024 23:07 WIB
Angin tornado terjang Rancaekek. (Istimewa)

FAKTA.COM, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut bencana yang menerjang Kabupaten Sumedang dan Bandung sebagai angin tornado.

Melalui akun X miliknya, Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Erma Yulihastin menyebut secepatnya akan melakukan investigasi tornado Rancaekek pada Rabu (21/2/2021) ini.

"Kronologi foto-foto dan video dari masyarakat dan media sangat membantu periset dalam mendokumentasikan extreme event yang tercatat sebagai tornado pertama ini," tulis Erma.

Menurut Erma, tornado memiliki skala kekuatan angin yang lebih tinggi dan radius lebih luas. Angin tornado, lanjut dia, minimal kecepatannya mencapai 70 kilometer per jam.

Mencekam, Angin Puting Beliung Terjang Kawasan Bandung-Sumedang

"Dalam kajian kami di BRIN, angin puting beliung terkuat 56 km per jam," kata Erma.

Selain itu, lanjut Erma, kasus puting beliung yang biasa terjadi di Indonesia hanya berlangsung sekitar 5 sampai 10 menit.

"Itu pun sudah sangat lama. Hanya ada satu kasus yang tidak biasa ketika puting beliung terjadi dalam durasi 20 menit di Cimenyan pada 2021," paparnya.

Erma mengatakan, BRIN melalui Kajian Awal Musim Jangka Madya Wilayah Indonesia (KAMAJAYA) sudah memprediksi peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi di Indonesia pada 21 Februari 2024.

Angin Puting Beliung Rusak 10 Rumah di Sumedang, 2 Warga Terluka

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut, angin puting beliung yang terjadi di Kabupaten Sumedang merupakan dampak ikutan dari pertumbuhan awan cumulonimbus (CB) yang terjadi di sekitar lokasi.

Kepala BMKG Stasiun Bandung, Teguh Rahayu mengatakan, berdasarkan pantauan, tampak terjadi hujan ekstrem dari radar di lokasi kejadian.

“Puting beliung merupakan dampak ikutan pertumbuhan awan CB dan berlanjut hujan lebat disertai angin kencang tiba-tiba dengan durasi singkat dan skala lokal,” ujar Rahayu, Rabu (21/2/2024).

Menurut Rahayu, suhu muka laut di sekitar wilayah Indonesia relatif hangat mendukung penambahan suplai uap air ke wilayah Indonesia, termasuk wilayah Jabar dan sekitarnya.

Pilpres Satu Putaran Dorong Kepastian Investasi

"Itu juga selaras dengan kelembapan udara di lapisan 850-500 mb yang relatif basah yakni antara 45-95%," ucapnya.

Selain itu, lanjut Rahayu, terpantau juga adanya sirkulasi siklonik di Samudera Hindia barat Pulau Sumatera yang mengakibatkan terbentuknya area netral poin dengan area pertemuan dan perlambatan angin (konvergensi) serta belokan angin (shearline) berada di sekitar wilayah Jabar.

"Kondisi ini mampu meningkatkan pertumbuhan awan di sekitar wilayah konvergensi dan belokan angin tersebut," jelasnya.

Indeks labilitas berada pada kategori labil sedang hingga tinggi di sebagian wilayah Jabar, kata Rahayu, juga berpotensi meningkatkan aktivitas pertumbuhan awan konvektif pada skala lokal.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//