Puan Cermati Hak Interpelasi Perihal Pengkuan Agus Raharjo

Ketua DPR RI, Puan Maharani (kanan). (Fakta.com/Ilham Fadillah)

FAKTA.COM, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani merespons terkait adanya usulan agar dilakukan hak interpelasi untuk meminta penjelasan dari pemerintah, terkait pengakuan eks Ketua KPK, Agus Rahardjo atas dugaan intervensi penanganan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan eks Ketua DPR RI Setya Novanto.

Puan menegaskan bahwa DPR menjunjung supremasi hukum, namun keputusan terkait penggunaan hak interpelasi atas dugaan intervensi Presiden Joko Widodo dalam penanganan perkara korupsi e-KTP yang menyeret Setya Novanto sebagaimana diungkapkan oleh Agus Rahardjo, akan diserahkan kepada anggota DPR.

"Kami menjunjung supremasi hukum yang ada. Jadi yang kami kedepankan adalah bagaimana menjalankan supremasi hukum itu secara dengan baik-baik dan benar. Bahwa kemudian nantinya ada wacana atau keinginan dari anggota untuk melakukan itu (hak interpelasi), itu merupakan hak anggota," ujar Puan Maharani kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2023).

Puan kembali menegaskan bahwa saat ini pihaknya berpegang pada supremasi hukum yang berlaku, sembari mengamati apakah hak interpelasi itu diperlukan atau tidak nantinya.

Isu Jokowi Stop Kasus e-KTP, Dasco Ingatkan Agus Caleg DPD RI

“Kami juga akan mencermati apakah hal itu diperlukan atau tidak. Yang penting bagaimana supremasi hukum itu bisa berjalan secara baik dan benar,” ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo membuat pernyataan yang cukup heboh dalam salah satu wawancara dengan stasiun televisi nasional. Di mana, dia menyebut bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat meminta lembaga antirasuah memberhentikan perkara kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto.

Agus mengatakan sempat dipanggil seorang diri oleh Jokowi ke Istana. Saat bertemu dengan presiden yang didampingi Pratikno selaku Sekretaris Negara, Jokowi dalam keadaan marah.

“Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno. Jadi saya heran biasanya itu memanggilnya berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil itu. Jadi di depan,” ujar Agus saat menjadi tamu program Rossi yang ditayangkan Kamis (30/11/2023) malam.

"Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Menginginkan. karena baru saya masuk, beliau sudah teriak 'Hentikan'. Kan saya heran, hentikan, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," sambung dia.

Namun, pernyataan itu langsung dibantah pihak Istana lewat Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana. Kata Ari, Kepala Negara tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Agus Rahardjo.

Cerita Saut Soal Agus Dipanggil Jokowi Seorang Diri

"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," tutur Ari ketika dihubungi Fakta.com, Jumat (1/12/2023).

Ari pun meminta publik untuk melihat proses hukum Setya Novanto terus berjalan hingga tingkat pengadilan. Mantan politikus partai Golkar itupun telah dijatuhi vonis 15 tahun penjara pada April 2018 lalu.

"Kita lihat saja apa kenyataannya yg terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," jelasnya.

Dirinya lantas menukil pernyataan Presiden Jokowi pada November 2017 lalu. Saat itu, Kepala Negara dengan tegas menyatakan bahwa Setya Novanto harus menjalani proses hukum yang berlaku.

"Presiden dalam pernyataan resmi tgl 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yg telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik," katanya.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//