Urbanisasi Pasca-Lebaran, Mampukah Jakarta Menampung Pendatang Baru?

Salah satu sudut Kota Jakarta. (Foto: Pixabay)
FAKTA.COM, Jakarta - Jakarta kembali menghadapi lonjakan pendatang pasca-lebaran. Setiap tahun, ribuan orang dari berbagai daerah datang ke ibu kota dengan harapan mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik.
Namun, dengan populasi yang hampir mencapai 12 juta jiwa, apakah Jakarta masih mampu menampung arus urbanisasi ini secara tata kota?
Menurut Pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna, idealnya Jakarta hanya dapat menampung sekitar 5 hingga 6 juta penduduk. Namun, kenyataannya, jumlah penduduk di Jakarta saat ini sudah hampir dua kali lipat dari kapasitas idealnya.
Hal ini menyebabkan berbagai masalah tata kota, seperti kemacetan, polusi udara, keterbatasan air bersih, dan meningkatnya tekanan terhadap layanan publik.
“Jakarta kini sulit menjadi kota yang ideal karena daya tampung dan daya dukungnya sudah terlampaui,” ujar Yayat saat dihubungi fakta.com, Jumat (4/4/2025).
Selain itu, banyak warga Jakarta yang mulai meninggalkan kota ini, terutama kalangan menengah ke atas.
Mereka lebih memilih untuk pindah ke kawasan penyangga seperti BSD, Alam Sutera, Bintaro, hingga Bekasi, yang menawarkan kualitas hidup lebih baik dengan fasilitas yang lebih lengkap dan lingkungan yang lebih nyaman.
Meskipun banyak warga pindah ke kota-kota sekitar, daya tarik Jakarta masih sangat kuat bagi para pendatang. Jakarta tetap menjadi pusat ekonomi dengan banyaknya lapangan pekerjaan di sektor jasa dan industri.
Sayangnya, banyak pendatang baru yang datang dengan keterampilan terbatas, sehingga sulit bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif.
Di sisi lain, pemerintah Jakarta mulai memperketat aturan kependudukan untuk mengendalikan arus urbanisasi.
Salah satu kebijakan yang sedang dikaji adalah persyaratan administratif yang lebih ketat untuk mendapatkan KTP Jakarta, termasuk syarat minimal tinggal selama 10 tahun sebelum dapat mengakses berbagai fasilitas sosial seperti rumah susun dan bantuan sosial.
Menurut Yayat, Jakarta membutuhkan penduduk dengan keterampilan tinggi agar bisa berkembang menjadi kota global. “Jakarta butuh petarung, bukan pecundang,” kata dia.
Artinya, mereka yang ingin bertahan di Jakarta harus memiliki kompetensi dan daya saing yang baik untuk bisa hidup layak di tengah biaya hidup yang semakin tinggi.
Dengan kondisi saat ini, urbanisasi ke Jakarta perlu diimbangi dengan perencanaan yang matang, baik dari sisi pendatang maupun pemerintah. Jika tidak, Jakarta akan semakin terbebani dan sulit mencapai kualitas hidup yang ideal bagi warganya. (Wafiq Azizah)