Jeritan Guru Swasta: Puluhan Tahun Mengabdi Tak Dihargai Negara

Neneng (kiri) dan Isyrofatul (kanan), dua guru swasta peserta aksi damai FGSN Passing Grade Tahun 2023. (Fakta.com/Dewi Yugi Arti)
Fakta.com, Jakarta - Gelar ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ bukan tanpa alasan disematkan pada seorang guru. Sebagai pahlawan pendidikan, guru senantiasa membimbing murid-muridnya. Bahkan, tak jarang guru pun ikut membantu murid-muridnya apabila ada yang mengalami kesulitan dalam pembiayaan.
Namun, upah yang diberikan kepada guru masih jauh dari kata layak. Seringkali, upah yang tak layak itu pun telat dibayarkan. Padahal, melihat beban tanggung jawab yang dipikul demi mencerdaskan anak bangsa, seorang guru seharusnya mendapatkan upah yang sangat tinggi.
Inilah yang dialami oleh Isyrofatul, seorang guru TK Pertiwi 1 Sumber, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Isyrofatul yang kini berusia 52 tahun itu telah mengabdi selama 30 tahun menjadi guru di TK tersebut. Kendati mengajar di TK swasta, upah yang diterima oleh Isyrofatul pun tak sebanding dengan beban kerjanya. Hal ini karena dirinya belum mendapatkan SK penempatan hingga sekarang.
Padahal, ia sudah lolos sertifikasi dan kini berstatus sebagai Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan (Daljab). Namun, ia tetap tak bisa mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sehingga belum mendapat penempatan. Pada tahun 2024 lalu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) hanya membuka seleksi PPPK khusus untuk guru honorer negeri dan guru PPG Pra Jabatan (Prajab), sedangkan untuk guru swasta harus melalui serangkaian tes terlebih dahulu.
Isyrofatul kemudian jauh-jauh datang ke Jakarta dari Blora, Jawa Tengah, untuk menyampaikan aspirasinya. Ia dan puluhan guru lain yang menjadi perwakilan dari aksi Forum Guru Swasta Nasional (FGSN) mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Kamis (30/1/2025) lalu. Mereka datang dengan harapan agar pemerintah pusat mau mendengarkan aspirasi yang sudah mereka perjuangkan selama bertahun-tahun agar bisa segera diangkat menjadi PPPK.
FGSN Passing Grade Tahun 2023 sendiri merupakan forum yang berisi guru-guru dari seluruh wilayah di Indonesia yang telah melampaui nilai ambang batas atau passing grade 2023 pada seleksi penerimaan PPPK pada tahun 2023. Setelah lulus dan dinyatakan mendapatkan nilai passing grade, status para guru FGSN Passing Grade Tahun 2023 belum terakomodiasi hingga saat ini.
Forum ini didirikan berdasarkan Keputusan KemenPAN-RB Nomor 652 pada Diktum Nomor 12 yang menyatakan bahwa seleksi penerimaan jabatan fungsional guru pada seleksi PPPK yang berisi tentang prinsip kelulusan kompetensi PPPK bagi pelamar umum didasarkan dari nilai ambang batas (passing grade).
Berdasarkan keputusan tersebut, FGSN Passing Grade Tahun 2023 yang berisi para guru pelamar jalur umum yang telah mengikuti seleksi PPPK tahun 2023 sudah dinyatakan lulus karena sudah memenuhi nilai ambang batas, namun belum mendapatkan SK penempatan, bahkan beberapa guru malah ‘dirumahkan’.
Aksi tersebut dilakukan di depan Gedung DPR dan diikuti oleh perwakilan dari 9 wilayah di Indonesia, yakni perwakilan guru swasta dari Temanggung, Bojonegoro, Ponorogo, Blora, Grobogan, Lamongan, Bogor, Brebes, dan Tuban. Masing-masing daerah mengirim perwakilan guru swasta sebanyak kurang lebih 20 orang.
Para pendidik itu berorasi dan membentangkan spanduk yang bertuliskan aspirasi mereka.
‘GURU SWASTA JUGA MANUSIA. BERPULUH TAHUN MENGABDI TAK DIHARGAI YANG MENCOLOK DIDISKRIMINASI. HARGAI HASIL TES KAMI LULUS PASSING GRADE 2023. KAMI TELAH MELAMPAUI HARAPAN PEMERINTAH, TINGGAL PEMERINTAH MEMENUHI HARAPAN KAMI. ANGKAT KAMI JADI ASN PPPK GURU! #TubanAksiDamaiNasional2025’
Begitulah tulisan yang dicetak pada salah satu spanduk yang dibentangkan oleh para guru tersebut.
“Seperti inilah semangatnya teman-teman kami. Tidak mengenal panas, tidak mengenal hujan. Jauh-jauh dari Ponorogo, dari Bogor, dari Jawa Timur itu, Tuban, Lamongan, Blora, Grobogan,” tutur Isyrofatul.
Isyrofatul sempat bimbang akan berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasinya atau tidak. Sebab, itu tandanya ia harus meninggalkan murid-muridnya untuk sementara waktu.
“Kita bergerak itu memang dari hati kami. Kalau kami memang untuk berangkat ke sini memang pikir-pikir ya, kalau semuanya akan meninggalkan kegiatan belajar mengajar juga. Jadi teman-teman itu sudah saya berkali-kali, gimana teman-teman, bergerak, perwakilan aja. Karena apa? Juga kita tidak mau menelantarkan anak-anak bangsa yang cerdas-cerdas gitu. Jadi kita dibagi lah,” ucap Isyrofatul.
Keikhlasannya dalam mengabdi juga terlihat saat ia menitikkan air mata haru tatkala kendaraan komando aksi mengumandangkan hymne Guru.
Terpujilah
Wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir
Didalam hatiku
Sebagai prasasti terimakasihku
Tuk pengabdianmu
Terpujilah wahai ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku
Sebagai prasasti terimakasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa
“Aku tuh selalu menitikkan air mata tiap denger lagu ini. Terbayang kita, anak-anak didik kita,” kata Isyrofatul seraya memejamkan matanya dan bernyanyi mengikuti alunan lirik hymne.
“Semoga pemangku jabatan ini yang di atas hati nuraninya terketuk. Hati nurani kami ini tersakiti. Sakit banget. Sakitnya kenapa? Kita tidak iri. Insya Allah kami guru tidak mempunyai hati iri. Cuma kami ingin menegakkan keadilan. Hak kami sama-sama mengajar, mencerdaskan anak bangsa. Nangis. Nangis tidak mengeluarkan air mata kami. Sampai kami mau ngomong pada pemangku jabatan itu agar kami diperhatikan,” ujarnya.
Gaji ‘Yen’ Ada
Peserta aksi lain, Neneng, guru berusia 42 tahun di salah satu SMP swasta di Kota Bogor. Neneng sudah 22 tahun mengabdi di SMP tersebut. Setiap hari, dirinya tak mengenal lelah untuk mendidik dan membimbing murid-muridnya. Bahkan, dengan keterbatasan biaya yang ia dan murid-muridnya miliki.
Neneng berkisah, beberapa kali ia pun membantu murid-muridnya yang keterbatasan biaya untuk bersekolah. Ia pernah memberikan ongkos kepada seorang murid yang tak bisa bersekolah akibat terkendala ongkos kendaraan untuk pergi ke sekolah. Ia pun pernah patungan bersama guru-guru lain untuk membeli seragam seorang murid yang tidak mampu.
Padahal, gaji yang diterima oleh guru swasta pun tidak banyak. Setiap hari, mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dengan gaji yang seadanya.
“Tidak semua guru swasta itu honor atau gajinya itu di atas UMR (Upah Minimum Regional) ya. Ada yang baru dibayar cuma Rp200 ribu, Rp500 ribu. Di bawah Rp1 juta banyak. Nunggu BOS (Bantuan Operasional Sekolah) di swasta itu. Kalau ada SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) masuk, baru dibayar. Dibayar pun kadang ada yang dicicil. Mungkin anggapan banyak orang bahwa gaji guru swasta lebih besar dari negeri. Bahkan, kami pun kemarin ketika bersurat ke DPR, ditanya ‘Emang Bu sekolah swasta itu masih ada yang memang itu?’. Ibu, di daerah itu lebih banyak yang siswanya tidak mampu. Misalnya di Bogor, sekolah SMP negeri itu hanya ada 22, sementara siswanya banyak. Tidak tertampung semuanya di negeri. Sisanya pasti ke swasta. Orang-orang yang elite mungkin sekolahnya di swasta elite, tapi kan banyak yang menengah ke bawah juga di swasta,” cerita Neneng.
Neneng merasa didiskriminasi karena mengajar di sekolah swasta. Bagi orang-orang, ‘Presiden’ di sekolah swasta adalah yayasan yang menaungi sekolah tersebut. Menurutnya, hal ini tak adil karena pemerintah seperti ‘lepas tangan’ terhadap kondisi sekolah swasta.
“Kemarin kita pernah mendengar gini. ‘Presiden’-nya guru swasta itu yayasan. Loh, kita itu ngajar di Indonesia. Satu Presiden, satu semuanya. Semuanya sama. Kami mengajar anak-anak Indonesia, bukan anak-anak luar negeri, bukan anak luar angkasa. Kenapa harus dibedakan?” ujarnya.
Di lain sisi, Isyrofatul, bahkan menyebut gaji guru swasta sebagai gaji yang dibayarkan dengan ‘yen’. Namun, ‘yen’ yang dimaksud bukanlah mata uang Jepang, melainkan ‘yen’ dalam bahasa Jawa yang artinya ‘jika’.
“Ada yang (gajinya) ‘yen’. Yen (jika) ada. Kalau ada (uangnya),” kata Isyrofatul.
Neneng dan Isyrofatul hanyalah dua dari sekian ratus guru swasta yang merasakan diskriminasi dan ketidakadilan. Mereka kerap meminta perlindungan kepada DPRD di wilayah tempat tinggal masing-masing, hingga akhirnya mereka pun diberikan dana untuk berangkat ke Jakarta menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah pusat.
“Karena mereka (DPRD, Red) tidak punya kebijakan. Hanya mereka mendukung saja. Hari ini pun kami di-support melalui akomodasi. Difasilitasi, diakomodasi, didampingi, di-support,” papar Neneng.
RDPU dengan Komisi X DPR Belum Ditindaklanjuti
Forum Guru Swasta Nasional (FGSN) Passing Grade Tahun 2023 akhirnya mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI pada Kamis (6/2/2025). Perjuangan mereka bolak-balik meminta penjelasan terkait status mereka ke DPRD, KemenPAN-RB, dan DPR akhirnya sedikit membuahkan hasil.
Komisi X DPR RI berjanji akan membawa aspirasi FGSN Passing Grade Tahun 2023 yang disampaikan melalui RDPU tersebut kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, untuk ditindaklanjuti. Sebab, Kemdikdasmen pun turut hadir menyaksikan RDPU itu melalui platform Zoom Meeting yang telah disediakan oleh Komisi X DPR RI.
Ketua FGSN Passing Grade Tahun 2023, Tsimarul Yaniah, menyebut setelah lolos nilai ambang batas, banyak guru swasta yang tak diperbolehkan mengajar lagi di sekolah swasta tempat mereka sebelumnya mengajar. Sebab, yayasan yang menaungi sekolah swasta tempat mereka mengajar tersebut berpikir bahwa para guru itu sudah berubah status menjadi ASN PPPK. Padahal, mereka belum mendapatkan SK penempatan.
Sehingga, banyak guru yang akhirnya terpaksa ‘dirumahkan’, bahkan berjualan di toko kelontong dan melakukan pekerjaan lain yang seadanya demi menyambung hidup. Mereka pun tak kunjung mendapatkan kejelasan dari pemerintah karena selalu dianaktirikan, kendati selama mengabdi di sekolah swasta, mereka dengan ikhlas membantu para murid dengan biaya subsidi silang agar tak terlalu membebani wali murid.
Mereka tak kunjung mendapatkan SK penempatan, padahal para guru yang telah lolos tes dan memenuhi nilai ambang batas pada tahun 2021 lalu mendapatkan keistimewaan diangkat menjadi ASN PPPK hanya karena para guru tersebut merupakan guru negeri pada awalnya.
“Tuntutan kami guru swasta passing grade 2023 diberikan prioritas tanpa tes dan langsung mendapatkan SK serta penempatan,” seru Tsimarul saat RDPU bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025).