Fakta.com

Cerita 169 Pagar Laut di Berbagai Wilayah RI, Diduga Awal Mula Properti

Pagar laut Tangerang dalam proses pencabutan. Pagar ini cuma satu dari 169 lainnya yang ditemukan di perairan RI. (Antara)

Pagar laut Tangerang dalam proses pencabutan. Pagar ini cuma satu dari 169 lainnya yang ditemukan di perairan RI. (Antara)

Google News Image

FAKTA.COM, Jakarta — Pagar laut di Tangerang dan Bekasi cuma sebagian kecil dari infrastruktur liar sejenis di Indonesia. Berikut fakta-faktanya.

Saat ini, pagar laut Tangerang tengah dalam proses pembongkaran oleh ribuan aparat gabungan dan nelayan lokal. Bangunan ini jadi kasus lantaran punya ratusan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sebenarnya ilegal. Pemilik mayoritasnya adalah perusahaan-perusahaan terkait proyek PIK 2.

Simak fakta-fakta terkait kasus pagar laut ini:

Sebagian kecil

Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono mengungkapkan bahwa hingga saat ini terdapat 169 kasus pemagaran laut serupa dengan yang terjadi di Tangerang, Banten.

"Perlu diketahui sudah 169 kasus sebenarnya. Tetapi kan selama ini tak terekspose oleh media. Kemudian, [pagar laut] di Jakarta ini menjadi sangat sensitif, karena situasinya kan sedemikian rupa ya," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/1/2025).

Dalam penjelasannya, Trenggono menyoroti bahwa fenomena pemagaran laut lainnya ada di Bekasi, Jawa Barat. Kasus ini, kata dia, mudah ditindaklanjuti karena ada perusahaannya.

"Jadi langsung dapat perusahaannya siapa, kesalahannya di mana," ungkap dia.

"Di Batam kita juga sering melakukan. Lalu kemudian sekarang ada di Sidoarjo dan Surabaya. Kita sedang lakukan investigasi juga ke sana," urainya.

Dalam keterangannya pada Rabu (22/1/2025) di kompleks Istana Negara, Jakarta, Trenggono menyatakan kasus-kasus itu adalah pelanggaran terkait kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) sepanjang periode ia menduduki kursi Menteri KP, yaitu dari 2021 hingga 2024.

Trenggono juga menjelaskan bahwa bentuk-bentuk penyelewengan ruang laut itu beragam, seperti reklamasi di pesisir, pembangunan resort dan perusakan mangrove.

Terpisah, Anggota Ombudsman Hery Santoso sudah membeberkan pemagaran laut ini diduga merupakan awal dari reklamasi untuk pembuatan hunian.

“Di Banten, Bekasi, ini karena persoalan untuk kegiatan bisnis terkait kegiatan reklamasi yang berproyeksi kepada hunian," katanya, Selasa (21/1/2025).

Pagar laut disinyalir awal mula pembangunan properti. (Antara)

Pagar laut disinyalir awal mula pembangunan properti. (Antara)

Kasus sejenis, kata Hery, juga terjadi di Kepulauan Riau, Balikpapan (Kalimantan Selatan), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, hingga Papua.

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih pun membentuk tim investigasi untuk mendalami potensi maladministrasi di dalam penerbitan sertifikat HGB dan HM terkait pagar laut yang tersebar di berbagai daerah.

“Kami juga sedang meminta kepada perwakilan Ombudsman di seluruh provinsi karena, kami punya perwakilan di setiap 34 provinsi yang sudah ada untuk melakukan pemantauan dan investigasi terhadap potensi dugaan adanya mirip kasus di Tangerang ini,” kata dia, Rabu (22/1/2025).

Sanksi denda

Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono membuka peluang membawa kasus ini ke ranah pidana.

"Kalau dari KKP nanti akan dikenakan sanksi administrasi. Namun jika nanti aparat lain memanggil menggunakan pidana kami terbuka lebar," kata dia, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono di Tangerang, Kamis.

Sejauh ini, KKP akan mengenakan sanksi administrasi berupa denda terhadap pemilik pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu.

"Belum tahu persis [totalnya], itu bergantung pada luasan. Kalau [pagar di perairan Tangerang] itu kan 30 kilometer ya, per kilometer Rp18 juta," kata Trenggono, di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (22/1/2024).

Menteri KP Sakti Wahy Trenggono mendenda pemilik pagar Rp18 juta per meter. (Antara)

Menteri KP Sakti Wahy Trenggono mendenda pemilik pagar Rp18 juta per meter. (Antara)

Potensi korupsi

Koordinator Masyarakat Anti-korupsi (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan dugaan korupsi terkait dengan penerbitan HGB dan SHM pagar laut di Tangerang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (23/1/2025).

Menurutnya, laut tidak bisa disertifikasi. Ia pun menduga ada tindak pidana korupsi dalam penerbitan kedua sertifikat tersebut.

"Saya melihatnya dari memastikan itu dengan melapor ke KPK dengan Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yang perubahan kedua, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001," kata Boyamin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 ini mengatur tentang pemalsuan buku atau daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi sebagai tindak pidana korupsi.

Boyamin juga mengatakan bahwa laporannya dibuat sesuai dengan pernyatan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid yang menyebut ada cacat formil dalam penerbitan sertifikat tersebut.

"Saya mendasari pernyataan Pak Nusron Wahid, mengatakan ada cacat formal bahkan materiel. Jadi, ada dugaan pemalsuan di Letter C, Letter D, warkah dan lain sebagainya menyangkut dokumen dan data tanah itu," jelasnya.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman melaporkan dugaan korupsi kasus pagar laut ke KPK, Kamis (23/1/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)

Koordinator MAKI Boyamin Saiman melaporkan dugaan korupsi kasus pagar laut ke KPK, Kamis (23/1/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)

Potensi maladministrasi

Ombudsman Republik Indonesia mengungkap ada indikasi maladministrasi dalam penerbitan sertifikat HGB dan SHM di wilayah laut Kabupaten Tangerang, Banten, itu.

“Potensinya ya, mengingat misalnya secara fisik kok di laut ada HGB? Ada SHM? Misalnya. Ini tentu sedang kita telusuri bersama. Yang kita lihat adalah aspek pelayanan publiknya. Proses penerbitan hak itu kan pelayanan publik. Nah dalam penerbitan itu ada maladministrasi apa tidak?” ujar Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, di Jakarta, Rabu (22/1/2025).

“Kalau ada potensi (maladministrasi) nanti kalau kita temukan, itu bisa jadi bukan hanya maladministrasi, tapi bisa juga ada KKN di sana. Nah itu bukan kewenangan Ombudsman lagi,” tambahnya.

Najih menerangkan apabila ditemukan potensi tindak kriminal seperti korupsi itu akan menjadi ranah aparat penegah hukum dan sertifikat tersebut harus dibatalkan.

Kerugian nelayan Rp7-9 miliar per tahun

Ombudsman telah melakukan investigasi lapangan sejak Desember 2024 melibatkan perwakilan Ombudsman Banten, Dinas Perikanan dan Kelautan, Pemerintah Kabupaten Tangerang, serta Provinsi Banten.

Dalam investigasi awal itu, Ombudsman menemukan dua fenomena menarik. Pertama, belum jelas pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut. Kedua, ada pendapat yang muncul dari kelompok nelayan yang bertentangan, sehingga seolah-olah terjadi adu domba di masyarakat.

Menurut hitungan Ombudsman, kerugian nelayan akibat eksisnya pagar laut ini mencapai Rp7,7 hingga Rp9 miliar per tahun. Angka ini diperoleh dari biaya tambahan bahan bakar akibat harus memutar lebih jauh saat melaut.

Pembongkaran pagar laut Tangerang melibatkan lebih dari 1.500 personel gabungan. (Antara)

Pembongkaran pagar laut Tangerang melibatkan lebih dari 1.500 personel gabungan. (Antara)

pagar“Dari hitungan kami secara kasar, itu kan kemarin dihitung jumlah nelayan hampir empat ribu [orang]. Kalau menurut Kompas 3.888 [nelayan]," kata Najih.

"Itu dikalikan dengan tambahan solar yang dikeluarkan setiap melaut itu ketemu angka 7,7 hingga 9 miliar dengan jumlah hari. Dalam satu bulan kira-kira kalau 20 hari dikali satu tahun kerugian yang dialami nelayan,” papar dia.

Menurut investigasi Ombudsman di lapangan, nelayan harus membuang ongkos dua kali lipat lebih banyak ketika melaut akibat harus mengitari bilah-bilah bambu itu.

“Mutarnya itu memakan waktu atau kebutuhan solar yang dikeluarkan oleh nelayan itu di atas dua liter. Kalau sebelum ada pager itu nelayan (jalan) lurus itu paling satu liter sampai pada tujuan dia melaut atau pulang melaut,” jelas Najih. (ANT/Fakta.com/Dhia Oktoriza Sativa/Hendri Agung)

Trending

Update News