Perjalanan Ujian Nasional dari Masa ke Masa di Indonesia

Para siswa mengerjakan ujian nasional. (Foto: Wikipedia)
FAKTA.COM, Jakarta – Ujian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Ujian ini tidak hanya merupakan alat ukur pencapaian akademis seorang murid, tetapi juga melihat kualitas pendidikan seluruh negeri.
Kalau di Indonesia, ujian nasional dilakukan sejak 1950. Istilahnya pun berubah dari masa ke masa. Selain itu format penerapan ujian nasional pun berbeda.
Berikut ini adalah sejarah perjalanan ujian nasional dari masa ke masa di Indonesia, dikutip dari Kajian Akademik dan Rekomendasi Reformasi Sistem Asesmen Nasional (2019) oleh Anindito Aditomo dan kolega pada Rabu, (26/2/2025).
Ujian Penghabisan (1950-1964)
Pada periode ini, ujian akhir bagi para siswa disebut dengan Ujian Penghabisan (UP). UP dilaksanakan di tingkat nasional dan soal-soal yang diujikan berbentuk esai. Selain itu, UP sendiri mengujikan semua mata pelajaran yang ada di sekolah.
Ujian Negara (1965-1971)
Ujian Penghabisan diganti namanya dengan Ujian Negara. Tujuan Ujian Negara adalah untuk menentukan kelulusan siswa.
Setelah siswa dinyatakan lulus Ujian Negara maka siswa tersebut dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya. Namun, untuk siswa yang tidak lulus dalam ujian ini tetap mendapatkan ijazah dan hanya bisa mendaftarkan ke sekolah tingkat swasta.
Ujian Sekolah (1972-1979)
Istilah Ujian Negara berganti menjadi Ujian Sekolah. Tepat pada 1975, Menteri Pendidikan Letnan Jenderal TNI Syarief Thayeb mengesahkan pergantian Kurikulum 1968 menjadi Kurikulum 1975.
Darmaningtyas dalam Pendidikan yang Memiskinkan (2015) menjelaskan bahwa perubahan sistem evaluasi saat itu besar dipengaruhi oleh keinginan pemerintah untuk meningkatkan kuantitas peserta didik. Ujian Negara acapkali dianggap sebagai penyebab dari kegagalan siswa melanjutkan jenjang pendidikan ke yang lebih tinggi sehingga mengurangi minat masyarakat untuk melanjutkan sekolah.
Dengan adanya sistem Ujian Sekolah, para siswa dapat diselamatkan subjektivitas guru-guru mereka sendiri. Lain halnya dengan Ujian Negara yang standar kelulusannya ditentukan oleh pusat atau dalam satu rayon, keputusan lulus dalam Ujian Sekolah secara khusus dipegang oleh guru.
Ebtanas dan EBTA (1980-2000)
Untuk periode Ebta dan Ebtanas, mulai ada soal pilihan ganda. Semula, Ebta digunakan untuk menguji mata pelajaran selain Pendidikan Moral Pancasila (PMP). PMP kala itu diujikan pada Ebtanas. Kemudian, pelajaran pokok seperti Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris turut diujikan di Ebtanas.
Pada 1985, mata pelajaran Ebtanas untuk tingkat SMP ditambah dari dua menjadi enam mata pelajaran. Kemudian, untuk jenjang SMA baik IPA maupun IPS menguji sebanyak tujuh mata pelajaran.
Ujian Akhir Nasional (2001-2004)
Istilah Ebtanas kembali diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Jika sebelumnya yang bertanggung jawab adalah sekolah, daerah, dan kewilayahan, untuk penanggung jawab UAN diserahkan kembali kepada pemerintah.
Ujian Nasional (2005-2013)
Pada periode ini, UAN berubah menjadi Ujian Nasional (UN). Selain menentukan kelulusan, UN juga bertujuan untuk membuat pemetaan mutu pendidikan secara nasional, serta seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Ujian Nasional Berbasis Komputer (2014-2020)
Ujian Nasional berubah menjadi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Dilansir dari laman kemdikbud.go.id pada Rabu, (26/02/2025), UNBK bukan ujian yang seluruhnya menggunakan sistem daring. UNBK adalah sistem pelaksanaan UN dengan menggunakan komputer sebagai medianya dan memadukan sistem daring dan luring.
Asesmen Nasional (2021-Kini)
Ujian ini berbentuk evaluasi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dilansir dari laman pusatinformasi.raporpendidikan.dikdasmen.go.id, Asesmen Nasional program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kementerian dalam meningkatkan mengacu pada input, proses, dan output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan.
Mutu satuan pendidikan dinilai dari hasil belajar murid yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter), serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.\
(Penulis: Daffa Prasetia)