Soeria Kartalegawa dalam Pusaran Negara Pasundan

Soeria Kartalegawa. (foto: Wikimedia)
FAKTA.COM, Jakarta - Setelah memproklamasikan kemerdekaannya, Indonesia tak begitu saja benar-benar merdeka. Selain menghadapi upaya perebutan kembali dari Belanda dan Sekutu, internal negara juga mengalami guncangan yang cukup masif.
Salah satunya adalah berdirinya Negara Pasundan oleh Soeria Kartalegawa yang pro-Belanda.
Negara Pasundan merupakan entitas politik yang pernah berdiri di wilayah Jawa Barat pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pembentukan negara ini tidak terlepas dari peran Soeria Kartalegawa, mantan Bupati Garut, yang memiliki pandangan politik pro-Belanda dan menentang pemerintahan Republik Indonesia.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, berbagai dinamika politik terjadi di berbagai daerah, termasuk di Jawa Barat. Di tengah euforia kemerdekaan, muncul gerakan kontra revolusi yang dimotori oleh kalangan menak atau bangsawan Sunda.
Salah satu tokoh utamanya adalah Soeria Kartalegawa, yang pernah menjabat sebagai Bupati Garut pada periode 1929-1944. Dia dikenal memiliki kedekatan dengan pemerintah kolonial Belanda dan acapkali berseberangan dengan kebijakan pemerintah Republik Indonesia.
Siapakah Soeria Kartalegawa?
Dalam buku Menuju Negara Kesatuan : Negara Pasundan (1992) dikutip pada Kamis (20/2/2025), yang ditulis oleh Helius Sjamsuddin dan kolega, dijelaskan bahwa Soeria merupakan sosok Bupati Garut yang setia kepada pemerintah Belanda, dia pernah dijanjikan menjadi bupati tujuh keturunan. Van Mook sendiri bahkan menyebut Soeria dengan sebutan “de corruptie figuur”.
Ketidaksukaan Kartalegawa terhadap pemerintahan Republik Indonesia semakin menguat ketika Soetardjo Kartohadikoesoemo, seorang Jawa, diangkat sebagai Gubernur Jawa Barat pertama. Kartalegawa merasa bahwa orang Sunda tidak mendapatkan peran yang semestinya dalam pemerintahan daerahnya sendiri.
Selain itu, dia juga mempertanyakan perhatian Presiden Soekarno yang dianggap lebih memprioritaskan Negara Indonesia Timur dibandingkan dengan wilayah Pasundan.
Dengan dukungan dari pemerintah Belanda dan beberapa tokoh non-republikan, Kartalegawa mendirikan Partai Rakyat Pasundan (PRP). Tujuannya adalah untuk membentuk suatu negara di Jawa Barat yang terpisah dari Republik Indonesia.
Sebagai langkah awal, PRP menggalang dukungan masyarakat melalui kampanye yang intensif, menggunakan bendera berwarna hijau dan putih yang melambangkan harapan dan kesucian.
Puncaknya, pada 4 Mei 1947, Kartalegawa memproklamasikan berdirinya Negara Pasundan. Hal yang dilakukan Soeria tentunya diiringi penolakan dari berbagai tokoh. Helius dalam bukunya menjelaskan bahwa keluarga besar aristokrat sunda terkemuka, R. A. A. M. Wiranatakusumah mengirimkan kawat kepada Presiden Soekarno pada 6 Mei 1947 yang menyatakan penolakan yang sekeras-kerasnya terhadap pembentukan negara Pasundan.
“Berdiri mati-matian di bawah Pemerintah Republik Indonesia, berpendirian menuntut kesatuan Kepulauan Indonesia,” tegas mereka.
Sebagai mantan Bupati Garut, Soeria memiliki pengaruh signifikan di wilayahnya. Namun, sikap politiknya yang pro-Belanda dan menentang kemerdekaan Indonesia membuatnya dijuluki "Soeria-NICA-Legawa" oleh masyarakat Garut.
Bahkan, dia mengaku sebagai opsir KNIL dan terlibat dalam berbagai aksi teror terhadap pendukung Republik Indonesia. Salah satu aksinya adalah penculikan sejumlah pejabat Republik di Bogor pada 11 Mei 1947.
Ironisnya, langkah politik Soeria tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya sendiri. Ayahnya menentang pendirian Negara Pasundan dan bahkan memintanya untuk bersumpah tidak akan menikah sebelum meninggal. Ibunya juga secara terbuka tidak setuju terhadap tindakan sang anak.
(Penulis: Daffa Prasetia)