Indonesia Disebut Tampung Sampah Karbon Negara Maju Lewat CCS
Carbon capture storage/CCS. (dok. freepik)
FAKTA.COM, Jakarta - Pelaksanaan The International and Indonesia CCS Forum 2024, CCS (Carbon Capture Storage) tengah dipromosikan sebagai bagian dari upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan bagian dari aksi iklim untuk mencegah krisis akibat pemanasan global dan perubahan iklim.
Melalui teknologi ini, karbon dioksida (CO₂) dari berbagai sumber industri (PLTU batubara, PLTG, industri baja, industri migas, dll) akan dipisahkan, diolah, dan disimpan ke dalam lokasi penyimpanan jangka panjang, biasanya ke dalam formasi geologi di bawah tanah.
Para promotor teknologi ini menyebut tujuannya adalah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dengan demikian memitigasi perubahan iklim. Namun, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai penerapan CCS akan berdampak buruk.
Eksekutif Nasional WALHI, Dwi Sawung menjelaskan bahwa Indonesia memberlakukan CCS karena adanya insentif dari negara lain untuk penyimpanan karbon mereka.
Penerapan CCS dikhawatirkan akan berdampak buruk, salah satunya menjadikan tempat pembuangan karbon negara maju.
"Dengan teknologi (yang disepakati) lalu mau mengirimkan karbonnya untuk di-storage di Indonesia. Ini Indonesia jadi tempat pembuangan sampah negara maju," kritik Dwi dalam diskusi di Jakarta, Senin (29/7/2024).
Menurutnya, masih banyak opsi lain untuk Indonesia, selain penggunaan CCS yang merugikan lingkungan dan mahal secara biaya.
"Dengan tidak menggunakan internal combustion, misalnya di banyak industri kita menghindari menghasilkan karbon yang cukup banyak," tuturnya.
Walhi mencatat, teknologi ini adalah teknologi yang sepanjang sejarahnya gagal mencapai tujuannya, atau gagal memenuhi ekspektasi. Teknologi CCS juga dinilai memberi tambahan beban finansial dalam operasinya, serta berpotensi memberi dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan komunitas.
Permasalahan pertama yang sangat nampak adalah bahwa CCS memiliki sejarah panjang tantangan teknis dan finansial yang signifikan yang mengakibatkan proyek-proyek CCS berakhir dengan kegagalan, memiliki kinerja buruk dan mengakibatkan pembengkakan biaya. Pada proyek CCS Gorgon di Australia, misalnya, guna mengimbangi kekurangan target karbon dioksida sebesar 5,23 juta ton, Gorgon akhirnya harus menambah lebih banyak pembiayaan antara US$100 juta dan US$184 juta.
Saat ini, Indonesia memiliki total sekitar 15 proyek potensial CCS/CCUS dengan target onstream tahun 2026 - 2030, menurut data Kementerian Energi, Sumber Daya dan Mineral (ESDM) RI. ESDM juga mencatat, potensi penyimpanan karbon pada bekas reservoir di lapangan migas yang ada di Indonesia diperkirakan mencapai 577 gigaton.
Pemerintah optimis CCS dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia. Selain membantu mengurangi emisi karbon, CCS juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor-sektor terkait seperti teknologi, manufaktur, dan jasa.
Indonesia CCS Center kembali menggelar International and Indonesia CCS (IICCS) Forum 2024 di Jakarta pada 31 Juli-1 Agustus 2024. Pada tahun keduanya, IICCS Forum memiliki arti strategis bagi Indonesia, sekaligus menjadi wadah untuk menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi penyimpanan CO2 terbesar.
"CCS akan membantu upaya-upaya Indonesia untuk dekarbonisasi,” kata Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves Jodi Mahardi beberapa waktu lalu.