26 Juli Jadi Peringatan Hari Mangrove Sedunia
Mangrove di kawasan Pantai Liang Kabupaten Maluku Tengah (Antara/Dedy Azis)
FAKTA.COM, Jakarta - Hari Mangrove Sedunia atau Hari Konservasi Ekosistem Mangrove Internasional diperingati setiap tanggal 26 Juli.
Tanggal tersebut dipilih untuk menghormati aktivis lingkungan, Hayhow Daniel Nanoto, yang meninggal saat menyelamatkan ekosistem mangrove.
Nanoto meninggal karena serangan jantung pada tanggal 26 Juli 1998, selama protes besar-besaran yang bertujuan untuk membangun kembali lahan basah hutan bakau di Muisne, Ekuador.
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan tanggal tersebut menjadi Hari Mangrove Sedunia oleh UNESCO pada 6 November 2015, pada sesi ke-38 gelaran Konferensi Umum UNESCO di Paris.
Jadi baru sembilan tahun ini dunia sadar akan pentingnya ekosistem mangrove, terutama untuk mengurangi laju perubahan iklim.
Hutan mangrove penting untuk mengurangi laju perubahan iklim, karena mampu menyerap karbon dari atmosfer hingga lima kali lebih banyak daripada hutan di daratan.
Diperkirakan 67 persen hutan mangrove telah hilang atau rusak, dan satu persen lainnya hilang setiap tahun, menurut Global Mangrove Alliance.
Serapan karbon ini akan mengurangi laju perubahan iklim yang dampaknya semakin terasa pada satu dekade terakhir.
Secara keseluruhan, hutan bakau menghilang 3 hingga 5 kali lebih cepat daripada hilangnya hutan global. Oleh karena itu, penting untuk melindungi atau melestarikan ekosistem mangrove.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, Indonesia mempunyai mangrove terluas di dunia, yaitu mencapai 3,36 juta hektare. Angka itu berbanding jauh dengan urutan kedua, yaitu Brazil yang hanya mempunyai mangrove 1,3 juta hektare.
Indonesia juga menjadi negara yang mempunyai hutan mangrove dengan luasan 20-25 persen dari luasan ekosistem mangrove dunia. Abrasi pantai yang banyak terjadi di Indonesia, salah satunya karena hilangnya hutan mangrove akibat tekanan kebutuhan lahan untuk tambak, permukiman dan industri.
Padahal di hutan pinggir pantai itulah banyak biota laut bergantung, seperti ikan, kepiting, dan udang. Bahkan, serangga, reptil, burung, dan hewan amfibi, seperti katak juga sangat bergantung pada hutan bakau.
Sudah banyak bukti pantai yang mulai ditumbuhi mangrove akan mengundang biota laut untuk bertelur. Nelayan juga merasakan manfaatnya dengan makin meningkatnya tangkapan ikan, udang, dan kepiting di sekitar pantai.
Segudang manfaat keberadaan mangrove semakin hari semakin terkuak, salah satunya juga ke arah ekowisata, yaitu wisata hutan mangrove yang mulai bermunculan menjadi andalan penggerak ekonomi.
Manfaat-manfaat itulah juga yang dirasakan masyarakat pesisir di tiga desa di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang saat ini dikenal dengan kawasan Blok M, yaitu Mangunharjo, Mangkang Wetan, dan Mangkang Kulon. (ANT)