FAKTA.COM, Jakarta - Pemerintah Provinsi Maluku menetapkan 30 kawasan konservasi mangrove di Maluku.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku berkolaborasi dengan pihak terkait dalam upaya peningkatan mitigasi untuk menjaga luasan Hutan mangrove di daerah itu.
"Sebagai langkah awal, pemerintah telah menetapkan 30 kawasan konservasi di Maluku. Sebanyak 29 di antaranya fokus menjaga mangrove. Kawasan tetap bisa diubah apabila ada kebijakan strategis nasional,” kata Kepala DKP Maluku Erawan Asikin di Ambon, Rabu (24/7/2024).
Erawan mengatakan upaya tersebut dilakukan lantaran berdasarkan data yang dimiliki terhitung sejak 2018 hingga 2022, sebanyak 25 hektare kawasan pesisir Maluku hilang akibat berkurangnya luasan mangrove yang perlahan beralih fungsi. Untuk mencegah hal tersebut terus terjadi, diperlukan mangrove yang kuat.
"Alih fungsi masih terjadi, seperti di Kabupaten Buru, untuk pembukaan area perikanan, lalu juga di wilayah perkotaan. Perubahan peruntukan kawasan ini memang dimungkinkan dengan aturan yang ada,” ucapnya.
Sebagai upaya pelestarian mangrove, pihaknya pun memanfaatkan teknologi pemantauan canggih untuk mengawasi kualitas dan kondisi mangrove secara rinci.
”Menjaga mangrove harus dilakukan untuk peningkatan produksi budidaya perikanan di Maluku, yang masih terus bersandar pada perikanan tangkap,” katanya.
Sementara itu sebagai ibukota provinsi, di Kota Ambon, wilayah Teluk Ambon berdasarkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ambon mencatat luas mangrove di wilayah itu tersisa 33 hektare. Dalam dua dekade terakhir, luas mangrove di Kota Ambon mengalami pengurangan hingga 10 hektare.
"Kita lihat sekarang banyak kafe dan pemukiman yang dibangun di wilayah mangrove, itu menjadi salah satu faktor berkurangnya hutan mangrove dalam 23 tahun terakhir," ujar Perekaya Ahli Madya BRIN kawasan Ambon, Daniel Pelasula.
Berdasarkan data terakhir BRIN diketahui pada 23 tahun lalu, luasan mangrove di kawasan Teluk Ambon terhitung 43 hektare.
Menurut Daniel pembangunan kafe permukiman atau sejenisnya di wilayah yang dekat dengan kawasan mangrove harus mempertimbangkan sisi ekologi disekitarnya.
"Paling tidak, jika membangun, harus ada penanaman kembali tanaman mangrove disekitarnya," ucapnya.
Lebih lanjut berdasarkan hasil perhitungan dari data citra satelit Landsat MSS yang dilakukan BRIN pada 1999 dan tidak dipublikasikan, menunjukkan sekitar 21 persen hutan mangrove di Teluk Ambon menghilang sejak 1986.
Namun, berangkat dari keperdulian akan pelestarian mangrove di wilayah Maluku saat ini muncul gerakan dan komunitas kepemudaan yang aktif mengampanyekan pelestarian mangrove.
Beragam kegiatan penanaman dan pelestarian mangrove pun secara gencar dilakukan oleh komunitas penjaga laut, Moluccas Coastal Care dan lainnya.
Tak hanya itu, dalam upaya pelestarian mangrove itu juga melibatkan akademisi Unpatti hingga pihak swasta dengan inovasi IoT untuk memantau, mengawasi dan mendata sebaran mangrove di Maluku. (ANT)