Perdagangan Karbon Listrik Dinilai Dapat Kurangi Emisi Secara Signifikan
Foto Sekretariat Jenderal ESDM, Dadan Kusdiana, Webinar Perdagangan dan Bursa Karbon Indonesia (Dok. Humas Gantra Media Group)
FAKTA.COM, Jakarta- Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Dadan Kusdiana, menyampaikan bahwa penerapan perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik telah diterapkan dari awal tahun 2023.
Penerapan perdagangan karbon ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan, efisiensi energi, meningkatkan peran pelaku usaha dalam melakukan mitigasi perubahan iklim, dan mendorong transisi energi nasional khususnya di sisi suplai energi.
“Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik yang telah kami susun, dengan adanya perdagangan karbon ini, maka berpotensi dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar lebih dari 100 juta ton ekuivalen di tahun 2030,” kata Dadan dalam Webinar Gatra Media Group “Perdagangan dan Bursa Karbon Indonesia”, Jakarta, Selasa (23/7/2024).
Ia menambahkan, untuk mendukung perdagangan karbon telah disusun peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik.
Sebagai informasi, perdagangan karbon di subsektor ini diselenggarakan dalam tiga fase,yaitu fase pertama tahun 2023-2024, fase kedua tahun 2025-2027, dan fase ketiga tahun 2028-2030.
Perdagangan karbon akan diterapkan secara bertahap ke seluruh pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar fosil, baik yang terhubung kepada jaringan PLN maupun untuk penggunaan sendiri, seperti pembangkit untuk kepentingan sendiri dan juga pembangkit di wilayah usaha non-PLN.
“Tiga fase tersebut akan secara bertahap ditingkatkan dari standar emisinya, standar emisi karbondioksida untuk pembangkit tenaga listrik, terutama yang berbasis tenaga uap atau menggunakan bahan bakar batubara,” jelas Dadan.
Dengan demikian, lanjut Dadan, pada fase tiga standarnya akan meningkat, emisinya akan semakin kecil, sehingga nantinya diperlukan kombinasi antara perdagangan karbon dan juga omsetnya.
Pada tahun 2023 jumlah peserta adalah 99 unit pembangkit batubara yang terhubung kepada jaringan PLN dengan kapasitas yang lebih besar atau sama dengan 100 MW.
Sementara, pada tahun 2024 jumlah peserta menjadi 146 unit dengan adanya tambahan kapasitas unit PLTU batubara dengan kapasitas yang lebih besar atau sama dengan 25 MW.
“Kami terus meningkatkan dari sisi peserta yang ikut di dalam perdagangan karbon secara khusus untuk pembangkit tenaga listrik,” ucapnya.
Berdasarkan dari hasil transaksi perdagangan karbon di tahun 2023, terdapat total transaksi sebesar 7,1 juta ton CO2 equivalent atau senilai Rp84,17 miliar, di mana 7,04 juta ton berasal dari transaksi perdagangan emisi melalui mekanisme langsung.
Menurut Dadan, potensi perdagangan karbon sangatlah besar, yang berakibat pada penurunan emisi dan pengembangan energi bersih semakin optimal.
“Kita bisa mensinergikan, mengoptimalkan pemanfaatan energi bersih sekaligus juga dengan perdagangan karbonnya, sehingga ini terjadi win-win solution dari sisi penyediaan energi dan juga dari sisi penurunan emisi secara nasional,” lanjutnya.
Dadan mengaku bahwa perdagangan karbon ini merupakan hal yang baru sehingga Kementerian ESDM terus melakukan kegiatan sosialisasi, peningkatan kapasitas SDM, evaluasi, dan fasilitasi kepada para pemangku kepentingan yang terlibat.
“Jadi, tidak hanya dari sektor listrik, tapi juga berada di sektor energi baru terbarukan, berada di penghematan energi, efisiensi energi, termasuk tentunya yang sekarang menjadi fokus yang terus kami dorong adalah carbon capture dan storage,” ujar Dadan.