Aktivis Papua Kritisi Pemerintah, Belum Adanya UU Masyarakat Adat
Kuasa Hukum Masyarakat Adat Suku Awyu dan Moi, Tigor Hutapea. (FAKTA/ Beriandri)
FAKTA.COM, Jakarta - Perwakilan Masyarakat Adat suku Awyu dan suku Moi dari Papua beserta perwakilan organisasi masyarakat sipil mendatangi Mahkamah Agung RI (MA) pada Senin (22/7/2024).
Kegiatan aksi ini bermaksud untuk menyerahkan 253.824 tandatangan petisi Publik kepada MA dengan tujuan agar Hakim MA berpihak pada kelestarian hutan di Papua.
Tigor Hutapea selaku kuasa hukum masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi saat di temui Tim Fakta.com di depan gedung Mahkamah Agung RI, menyampaikan pentingnya payung hukum terkait masyarakat adat
“Sampai sekarang walaupun sudah ada beberapa mandat agar pemerintah melakukan perlindungan, tapi sampai sekarang perlindungan terhadap masyarakat adat itu masih kecil dan diabaikan,” ujar Tigor.
Tigor beranggapan bahwa perlu adanya Undang-Undang yang melindungi kepentingan Masyarakat adat.
“Sayangnya sampai sekarang Rancangan Undang-undang Masyarakat Adat belum sempat dibahas dibanding dengan Rancangan Undang-undang lainya yang memiliki muatan Politik,” ujarnya.
Tigor juga mengingatkan kepada Pemerintah walaupun belum ada payung hukum yang melindungi Masyarakat Adat Pemerintah jangan semen-mena mengeluarkan izin di wilayah-wilayah adat.
“Yang terjadi sekarang adalah izin dikeluarkan dengan semena-mena dan itu yang menimbulkan Konflik,” ungkap Tigor.
Dalam konferensi pers setelah penyerahan petisi kepada perwakilan MA Tigor Hutapea selaku Kuasa Hukum juga memberikan update terkait perkara yang sedang berjalan di MA. Di mana menurut Tigor hingga saat ini masih dalam progres pemeriksaan, belum ada putusan yang memutus perkara tersebut.
“Perkara yang kita kawal hari ini bukan sekedar perkara yang dialami oleh suku moi ataupun suku Awyu, tetapi perkara kita semua. Karena perkara yang dialami suku Awyu dan Moi ketika mengalami kerusakan lingkungan itu juga berdampak kepada seluruh makhluk hidup yang ada di Dunia,” tutur Tigor.