APBN Transisi 2025 Mulai Terbentuk, Benarkah Utang Menggelembung?
Ilustrasi (Foto: Dok. Kementerian Keuangan)
FAKTA.COM, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani secara resmi telah menyampaikan rancangan awal Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara Jakarta, awal pekan ini
Disebutkan bahwa hal itu sejalan dengan mandat Undang-Undang Keuangan Negara, yakni Menteri Keuangan menyusun KEM-PPKF sebagai landasan awal penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun berikutnya.
“KEM-PPKF dan RAPBN 2025 disiapkan dalam periode transisi ke pemerintahan baru hasil pemilu 2024,” ujar dia dalam keterangan tertulis.
Menkeu menjelaskan, KEM-PPKF kali ini cukup menantang. Pasalnya, terdapat sejumlah dinamika tantangan ekonomi yang mesti dikelola. Beberapa diantaranya adalah kenaikan suku bunga global (higher for longer) yang mempengaruhi arus modal, nilai tukar dan biaya pendanaan (cost of fund).
Kemudian, kondisi geopolitik dan proteksionismen, tren teknologi digital, perubahan iklim dan penuaan penduduk (aging population) di berbagai negara maju.
”Kebijakan Fiskal dan APBN sangat penting dalam menangani tantangan pembangunan, antara lain kualitas SDM, infrastruktur, inklusivitas dan kesenjangan, transformasi ekonomi, serta upaya ekonomi hijau. Berbagai tantangan pembangunan harus ditangani dan diselesaikan,” tutur dia.
Bendahara negara memastikan, kebijakan fiskal dan APBN akan dijaga hati-hati, akuntabel dan disiplin agar tetap sehat, kredibel dan berkelanjutan.
Dia menegaskan, APBN adalah instrumen penting dan strategis serta diandalkan untuk memecahkan berbagai tantangan pembangunan untuk mencapai tujuan Indonesia maju adil dan sejahtera.
“APBN juga menjadi instrumen penting dalam melindungi ekonomi dan masyarakat dalam menghadapi berbagai ancaman dan gejolak seperti pandemi, perubahan Iklim dan persaingan geopolitik,” katanya.
Terpisah, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan beberapa angka dasar APBN sudah disepakati.
Walau begitu, dia menyebut jika poin-poin ini hanya menjadi patokan dan sangat mungkin berubah sesuai dengan dinamika yang terjadi.
“Ini masih garis besar sekali. Kami belum menyampaikan angka-angka nominalnya,” kata Suharso.
Salah satu pokok yang dia tekankan adalah defisit APBN tahun depan dirancang dalam kisaran 2,48% hingga 2,80% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Jika dicermati, level tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan defisit APBN 2024 yang dipatok 2,29% dari PDB atau senilai Rp522, triliun. Artinya, nominal defisit APBN 2025 yang tengah disusun bakal lebih tinggi dari itu.
Untuk diketahui, “ketekoran” anggaran ini biasanya (pasti) ditutupi oleh penarikan utang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa utang pemerintah di akhir Januari 2024 adalah sebesar Rp8.253,09 triliun atau setara 38,75% dari PDB. Jumlah itu naik dari posisi Desember 2023 yang sebesar Rp8.144,6 triliun atau 38,59% PDB.
Meski secara nominal tergolong besar, namun rasio utang ini masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara dan lebih baik dari Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40%.