OJK Sisipkan Risiko Iklim dan Digital di Aturan Perbankan Terbaru
Logo OJK. (Dokumen OJK)
FAKTA.COM, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali memperbarui aturan untuk industri perbankan. Kali ini terkait Basel Core Principles (BCP) for Effective Banking Supervision.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menyampaikan, aturan itu merupakan pengkinian dari versi sebelumnya yang diluncurkan pada tahun 2012. Versi baru BCP ini diluncurkan pada pertemuan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) dan International Conference of Banking Supervisors (ICBS) pada 23-25 April 2024 di Basel, Swiss.
"BCP terbaru memasukkan beberapa aspek risiko yang belum ada pada BCP versi sebelumnya, yaitu risiko iklim dan risiko digital sebagai risiko-risiko baru (new and emerging risks), penguatan tata kelola perusahaan dan praktik manajemen risiko, ketahanan operasional, dan penguatan aspek pengawasan makroprudensial," kata Dian, Rabu (8/5/2024).
Atas peluncuran BCP terbaru itu, Dian menyampaikan pentingnya kebijakan dan praktik pengawasan sektor perbankan di Indonesia sejalan dengan standar internasional terkini. Hal ini akan meningkatkan ketahanan sektor perbankan menghadapi berbagai dinamika kebijakan ke depannya, termasuk di bidang manajemen risiko iklim dan risiko digital.
"OJK telah menerapkan dan siap mendukung arah kebijakan BCBS ke depannya terkait risiko iklim dan risiko digital," katanya.
Sebelumnya, OJK telah mengeluarkan panduan Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS) yang diluncurkan pada Maret 2024 lalu dan akan diimplementasikan secara bertahap ke seluruh industri perbankan.
Selain itu untuk memperkuat perlindungan dari risiko yang diakibatkan oleh digitalisasi, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 11/POJK.03/2022 terkait Penyelenggaraan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum beserta peraturan pelaksanaan teknisnya yaitu SEOJK Nomor 24/SEOJK.03/2023 terkait Penilaian Tingkat Maturitas Digital Bank Umum dan SEOJK Nomor 29/SEOJK.03/2022 terkait Ketahanan dan Keamanan Siber Bagi Bank Umum.
Dijelaskan Dian, perbankan di Indonesia harus memperhatikan tantangan kondisi makroekonomi global terkini yaitu masih berlangsungnya era suku bunga yang tinggi dan meningkatnya tensi geopolitik global khususnya di Timur Tengah dan Ukraina.