Cara Menjadi Pemimpin Muda di Tengah Disrupsi Teknologi: Adaptif!

Fakta.com/Rillo Hans
FAKTA.COM, Jakarta - Di era digital yang semakin pesat, karakter kepemimpinan menjadi hal krusial yang harus dimiliki generasi muda. Karenanya, dibutuhkan learning agility, kolaborasi lintas generasi, serta kemampuan adaptasi teknologi bagi generasi muda yang bakal menjadi calon pemimpin di masa depan.
Hal itu ditekankan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Dian Ratna Sawitri, dalam webinar bertema “Membangun Karakter Pemimpin Muda di Tengah Perkembangan Teknologi”, yang diselenggarakan Fakta.com, Rabu (30/4/2025).
“Pemimpin masa kini bukan lagi soal siapa yang paling tahu, tapi siapa yang paling siap untuk terus belajar dan beradaptasi. Karakter seperti inilah yang harus dibangun oleh generasi muda,” katanya.
Dia juga menjelaskan bahwa proses pembentukan identitas karier di usia muda menjadi fase krusial dalam pengembangan diri. “Pembentukan identitas karir ini menjadi penting di masa muda atau masa remaja ini,” kata dia.
Lebih lanjut, dia mengkritisi gaya kepemimpinan lama yang cenderung otoriter. Menurut Ketua Pusat Studi Center for Career and Capacity Development Studies itu gaya kepemimpinan otoriter kurang sesuai dengan karakter generasi muda saat ini.
“Banyak pemimpin gayanya masih menerapkan cara-cara controlling. Tampaknya tidak terlalu bisa diterima dengan mudah oleh generasi muda saat ini,” jelasnya.
Selain itu, penting pula untuk generasi muda untuk terus mengembangkan literasi mereka terhadap dunia digital. Menurut pakar teknologi dan digitalisasi, Onno W. Purbo, literasi digital sangat penting untuk mencetak sumber daya manusia yang adaptif terhadap transformasi digital yang etis dan berkelanjutan.
Onno sepakat dengan pengembangan hilirisasi industri berbasis teknologi, namun harus dibarengi dengan penyiapan sumber daya manusianya.
“Kalau Indonesia mau maju, kita harus bikin industri. Salah satu komponen yang paling fatalnya adalah manusia,” kata Onno, salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.
Kemendikdasmen Abdul Mu'ti umumkan mata pelajaran AI dan coding akan masuk sebagai kurikulum pilihan untuk siswa kelas 5 SD-SMA mulai tahun ajaran 2025/2026. Pembelajaran tak hanya teknis tapi juga mencakup etika digital.#PendidikanDigital #KurikulumBaru pic.twitter.com/UlEQHyeS7D
— Faktacom (@Faktacom_) April 30, 2025
Onno kemudian menuturkan pengalamannya membimbing mahasiswa di Institut Teknologi Tangerang Selatan (ITTS), kampus yang kini ia kelola. Di kampus tersebut, kata dia, para mahasiswa tidak hanya diminta membuat skripsi, namun juga menghasilkan karya nyata, seperti buku dan jurnal.
Salah satu contoh yakni mahasiswa bernama Fatah Falih Hilmi yang menulis buku Membuat Operator Seluler 5G Sendiri.
Bukan cuma menulis buku tersebut, Fatah berhasil mengoperasikan jaringan 5G di Tangerang Selatan. Atas pencapaiannya, Fatah sudah ditawari melanjutkan studi S2 di Taiwan sebelum menyelesaikan S1-nya di ITTS.
Tak hanya Fatah, Onno juga menyebut nama Noras Nur Aziza, mahasiswi semester 4 yang berhasil memperoleh dana penelitian sebesar US$30.000 dari APNIC gara-gara prestasinya. Apa itu? Menciptakan proyek migrasi IPv4 ke IPv6 di tingkat kota Tangerang Selatan.
“Ini belum pernah ada sebelumnya di level Asia Pasifik,” kata Onno.
Rektor ITTS itu menyebut sengaja mengubah sistem pembelajaran di kampusnya agar mahasiswa lebih cepat adaptif dan fokus terhadap konsentrasi yang didalami. Ia mencontohkan, mahasiswa diwajiban magang sejak semester tiga, atau awal tahun kedua kuliah.
Selain itu, ITTS juga mempraktikkan sistem pembelajaran untuk memfokuskan mata kuliah yang penting dan sesuai konsentrasi di awal. "Mata kuliah umum seperti Bahasa Indonesia dan PPKN pindah ke semester delapan," kata Onno.
Hasilnya, kata Onno, para mahasiswa sudah cukup andal menggunakan keilmuan yang didapat sejak dini. Banyak dari mereka, kata Onno, yang langsung direkrut perusahaan bahkan sebelum lulus. (Wafiq Azizah)














