PPDS Banjir Kasus Hukum, Menteri: Salah Kemenkes

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025). Foto: TV Parlemen
FAKTA.COM, Jakarta - Deret kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) terus menuai sorotan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui pihaknya bersalah dalam pembiaran sistemik selama ini.
“Jadi selama ini kita melepas, salahnya Kemenkes. Kita lepas, karena kita merasa itu di luarnya kita dan kalau kita pegang juga sensitif," ujar Budi di dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Pernyataan itu merespons anggota parlemen Komisi IX DPR RI yang mempertanyakan pihak mana yang bertanggung jawab atas deret kasus di lingkup PPDS. Lemahnya tanggung jawab negara dalam mengawasi program pendidikan dokter spesialis disebut menjadi penyebab utamanya.
Kasus terbaru yaitu pemerkosaan yang dilakukan Priguna, peserta PPDS spesialis anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, terhadap keluarga pasien dengan modus membius korban.
Selain itu, pada akhir tahun 2024, peserta PPDS Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma meninggal bunuh diri. Setelahnya diketahui disebabkan oleh tekanan mental akibat perundungan yang dialaminya selama menjalani pendidikan dokter spesialis.
Menurut Budi, selama ini persoalan PPDS dianggap sebagai wilayah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), sementara pihaknya hanya menangani rumah sakit tertentu yang dibawahi Kemenkes.
Namun, kondisi tersebut justru menimbulkan kekosongan pengawasan yang berdampak serius. Oleh karena itu, Budi mengaku telah berdiskusi dengan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto untuk segera melakukan pembenahan.
Wamen PPPA Veronica Tan meminta pelaku pemerkosaan di RSHS Bandung, dokter residen PPDS Unpad, dihukum berat. Negara harus hadir lindungi korban dan beri efek jera lewat hukuman setimpal, tegasnya saat kunjungan ke RSHS, Senin (14/4).#VeronicaTan #KasusPemerkosaan pic.twitter.com/u81oGbm2sn
— Faktacom (@Faktacom_) April 15, 2025
Budi mengakui lemahnya koordinasi antara Kemenkes dan Kemendiktisaintek dalam mengawasi PPDS. Ia menilai, ketika terjadi pelanggaran atau kasus kekerasan dalam program tersebut, justru rumah sakit milik Kemenkes yang paling sering disorot, bukan institusi pendidikannya.
"Kalau kejadian, yang kena juga ya lebih banyak kenanya ke tempat kita (Kemenkes), bukan ke sana (Kemendiktisaintek). Kan jarang tuh yang marah, ‘Oh ini ada dokter melakukan kesalahan PPDS, ya kenapa?’ Kan RS Hasan Sadikin, RS-nya Kemenkes. Nggak pernah itu kenanya ke Kemendikti dengan fakultas kedokterannya,” ucap Budi.
Ia memastikan ke depannya akan terlibat aktif dalam sistem pendidikan dokter spesialis, terutama karena proses pelatihan terjadi di rumah sakit milik Kemenkes dan melibatkan pasien secara langsung.
“Jadi Kemenkes harus dilibatkan lebih banyak lagi. Ini tugas saya dengan kementerian saya. Nggak buang badan juga,” tegas Budi.
Budi juga menyoroti bahwa banyak konflik internal mulai mencuat karena keterlibatan Kemenkes yang kini lebih aktif mengawasi.
Berdasarkan data sejak 2023, Kemenkes telah menerima hingga 2.668 pengaduan. Sebanyak 632 atau sekitar 24 persen merupakan kasus perundungan.
“Kita kan sebagai menteri tugasnya melayani masyarakat. Jadi ngapain ribut-ribut ini bagian siapa. Yang penting masyarakat terlayani dengan baik dan jangan ngaco lagi kayak begini,” tandas Budi.














