Viral Gestur Doa Jokowi di Depan Jenazah Paus, Simak Hukumnya Kata Pakar

Presiden ketujuh Jokowi melayat Paus Fransiskus di Vatikan, 26 April 2025. (Tangkapan layar akun Instagram @Jokowi)
FAKTA.COM, Jakarta - Joko Widodo, Presiden ketujuh RI, tampak mengangkat tangan bak tengah berdoa di depan peti jenazah Paus Fransiskus di Vatikan, Sabtu (26/4/2025) WIB. Netizen pun bertanya-tanya soal kebolehannya.
Ketika itu, Jokowi yang diutus secara khusus oleh Presiden Prabowo Subianto, ditemani Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, mantan Menteri Perhubungan Ignasius Djonan, dan Menteri HAM Natalius Pigai.
Video Jokowi melayat atau takziah yang diunggah di Instagram dan Twitter itu pun ramai menuai polemik.
Warganet, terutama di Twitter, banyak yang mempertanyakan soal kebolehan seorang muslim mendoakan mendiang yang non-muslim.
Bagaimanakah hukumnya?
Fatwa Tarjih Muhammadiyah, dikutip dari keterangan di situs organisasi, menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi kaum Muslim melayat jenazah non-Muslim.
"Yang ada larangannya ialah menshalatkan dan mendoakan jenazah itu di kubur. Larangan menshalatkan disebutkan dalam surat At Taubah ayat 84," demikian keterangan Muhammadiyah.
Saya bersama Wakil Menteri Keuangan, Bapak Thomas Djiwandono, ketua panitia penyambutan saat kunjungan Paus Fransiskus di Jakarta pada September silam, Bapak Ignasius Jonan, serta Menteri Hak Asasi Manusia, Bapak Natalius Pigai, memenuhi perintah Presiden Prabowo untuk menghadiri… pic.twitter.com/D2pEF0bqMp
— Joko Widodo (@jokowi) April 26, 2025
Surat itu sendiri punya terjemahan sebagai berikut:
"Janganlah engkau (Nabi Muhammad SAW) melaksanakan shalat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik) selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (berdoa) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik," demikian bunyi At-Taubah ayat 84, dikutip dari situs Qur'an NU.
Muhammadiyah pada prinsipnya membolehkan kebolehan melayat ke kubur non-Muslim namun bukan mendoakannya. Hal itu punya dasar pada Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan An Nasaiy.
“Dari sahabat Ali ra., ia berkata: 'Aku mengatakan pada Nabi, bahwa pamanmu (Nabi) yang sudah tua dan sesat itu meninggal dunia'.
'Maka Nabi saw bersabda: “Pergilah engkau menguburkan bapakmu dan jangan berbuat apa-apa (yang sifatnya ibadah) sampai engkau datang padaku lagi.”
"Maka Ali berkata: 'Akupun pergi mengkuburkannya kemudian aku datang kembali pada Rasulullah saw, yang menyuruh aku mandi dan aku didoakannya'."
Pandangan NU
Menurut kitab Fathul Wahhab karya Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, dikutip dari situs NU Online, menziarahi kuburan non-Muslim itu diperbolehkan.
Namun, menyalatkan dan mendoakan non-Muslim serta memintakan ampun kepadanya hukumnya adalah haram.
"Men-shalat-i jenazah orang kafir dan memintakan ampun untuknya, hal itu adalah haram sebagaimana ketetapan nash Al-Qur'an dan ijma' ulama,” demikian menurut kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab.
Sementara, memandikan, mengiringi jenazah, dan ikut memakamkan jenazah non-Muslim hukumnya diperbolehkan.
Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrahim K. H. Cep Herry Syarifudin dalam bukunya ‘Meniti Kebahagiaan Abadi’ mengungkapkan Rasulullah Saw pernah mempraktikkan penghormatan terhadap jenazah non-Muslim.
Bentuknya, berdiri menghormati jenazah orang Yahudi yang lewat di hadapan beliau dan para sahabat.
“Apabila kalian melihat jenazah lewat, maka berdirilah. Lalu barang siapa yang mengiringi jenazahnya, janganlah ia duduk hingga mayit diturunkan (dari pundak para pemikul jenazah)," demikian bunyi hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.