PGRI Sepakat Jurusan IPA, IPS, Bahasa di SMA: Siswa Tidak Bingung

Foto: Dokumentasi Kemdikdasmen
FAKTA.COM, Jakarta - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan dukungannya terhadap rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk kembali memberlakukan sistem penjurusan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun ajaran 2025/2026.
PGRI memandang wacana yang disampaikan dalam forum halalbihalal bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadikbud) ini mencuat selepas evaluasi kebijakan pemilihan mata pelajaran lintas minat yang dinilai menimbulkan kebingungan bagi siswa.
“Harapannya (dihilangkannya penjurusan SMA) agar siswa menguasai semua ilmu itu dengan baik, tapi jika tidak siap yang terjadi malah siswa tidak mendapatkan ilmu apa-apa atau hanya mendapatkan sedikit,” kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, dalam pernyataan resminya, dikutip Senin (14/4/2025).
Menurut Unifah, penjurusan di SMA justru memudahkan siswa untuk mempelajari ilmu sesuai minatnya.
“Jadi dengan adanya penjurusan IPA, IPS dan Bahasa itu bagus agar siswa bisa mempelajari ilmu sesuai dengan minatnya dan menjadi ahli,” tambahnya.
Senada dengan Unifah, praktisi pendidikan yang juga merupakan anggota PGRI, Heriyanto, menilai kebijakan penghapusan penjurusan sebelumnya belum berjalan optimal di lapangan.
Ia menyoroti ketidaksiapan siswa dalam menentukan peminatan sejak awal kelas XI, serta ketidaksesuaian antara mata pelajaran yang diambil dengan kebutuhan studi lanjut di perguruan tinggi.
Kebingungan ini cenderung malah membuat siswa melewatkan mata pelajaran yang sebenarnya sangat diperlukan. “Sehingga ada beberapa mata pelajaran yang perlu diambil dan dilepaskan, padahal itu adalah mata pelajaran dasar yang sangat diperlukan,” tambah Heriyanto.
“Dengan contoh, jika siswa yang memilih kedokteran dapat melepaskan fisika, dan konsentrasi pada biologi dan kimia. Namun persoalan yang sering muncul adalah ketika pilihan profesi siswa bisa saja berubah di kelas XII menjadi teknik, sedangkan dalam 2 atau 3 semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari fisika,” jelasnya.
Heriyanto juga menyoroti belum adanya sinkronisasi kurikulum antara jenjang SMA dan perguruan tinggi.
Menurutnya, banyak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang masih mewajibkan mahasiswa tahun pertama untuk menguasai pelajaran dasar seperti fisika, kimia, dan biologi, bahkan jika mereka tidak mengambil jurusan sains murni.
Peniadaan penjurusan atau peminatan di SMA juga disebut menyulitkan para guru.
Salah satunya disampaikan oleh Ignasius Sudaryanto, Guru Geografi di SMA Pangudi Luhur II Servasius Bekasi, yang mengungkapkan bahwa sistem pemilihan mata pelajaran saat ini menyebabkan ketidakseimbangan distribusi guru.
“Hal itu juga dialami oleh sekolah yang menemukan kesulitan dalam membagi jam mengajar guru,” kata Ignasius.
Kurikulum Merdeka ini memungkinkan siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai minat tanpa terhalang sekat penjurusan. Namun, sistem ini menimbulkan masalah baru bagi para guru, di mana beberapa mata pelajaran cenderung mengalami kelebihan siswa.
“Karena ada mata pelajaran yang peminatnya Informasi Media sedikit sehingga guru kurang jam mengajar yang akan berdampak pada TPG/Sertifikasi. Akan tetapi juga ada mata pelajaran yang kelebihan minat siswa,” ucap Ignasius.
Oleh karena itu, ia pun menyambut baik rencana pengembalian sistem penjurusan. “Ini akan membuat siswa lebih fokus belajar, dan sekolah lebih mudah mengelola tenaga pendidik,” tegasnya.














