PPDS Wajib Tes Kejiwaan, PDSKJI: Minimal Setahun Sekali

Ilustrasi dokter. Sumber: Freepik
FAKTA.COM Jakarta - Imbas kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang Peserta Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan wajibkan tes kejiwaan.
Kemenkes, dalam pernyataan resminya, menegaskan akan mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk mengadakan tes kejiwaan berkala bagi peserta PPDS di seluruh angkatan.
Tes berkala ini disebut diperlukan untuk menghindari manipulasi tes kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik. Ini dilakukan untuk menghindari adanya kejadian serupa di masa depan.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pun menyatakan dukungan atas wacana tersebut.
“Pemeriksaan kesehatan jiwa secara berkala memungkinkan deteksi dini terhadap potensi gangguan psikologis dan menjadi bagian dari sistem pendukung profesional yang sehat dan berkelanjutan,” ucap Ketua Umum Pengurus Pusat PDSKJI, Andi Jayalangkara Tanra, dalam pernyataan resmi, Senin (14/4/2025).
PDSKJI memandang wacana ini sebagai langkah terobosan dalam menjaga kualitas dan profesionalisme dokter sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan. Andi menegaskan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari sistem kesehatan nasional.
“Kami meyakini bahwa dokter yang sehat secara mental akan mampu memberikan pelayanan yang lebih aman, empatik, dan berkualitas tinggi,” tambahnya.
Oleh karena itu, Andi menyampaikan bahwa PDSKJI merekomendasikan skrining kesehatan jiwa ini dilakukan secara berkala di seluruh institusi pendidikan kedokteran spesialis, tidak hanya yang dibawahi oleh Kemenkes.
“Minimal satu kali setiap tahun menggunakan wawancara klinis serta alat ukur psikologis yang tervalidasi secara ilmiah,” kata Andi.
@faktacom Kasus pemerkosaan yang melibatkan mahasiswa PPDS anastesi Unpad di RS Hasan Sadikin Bandung mengejutkan publik. Universitas Padjadjaran menegaskan tidak akan mentolerir pelanggaran hukum dan tengah berkoordinasi dengan RSHS serta Polda Jabar. Tersangka PAP (31) telah ditangkap, dan polisi menduga adanya kelainan seksual yang mendasari tindakannya. #Kasus #Unpad ♬ original sound - Faktacom
Selain itu, penerapan edukatif dan non-stigmatisasi juga diperlukan untuk memastikan tes kejiwaan bukan hanya sebagai alat kontrol atau bentuk penghakiman. Tentu dengan tetap menerapkan prinsip kedokteran dan kesehatan jiwa dengan menjaga kerahasiaan.
Proses penanganan lanjutan juga penting bagi PDSKJI, menekankan pentingnya pengadaan layanan psikologis dan psikiatri untuk para peserta PPDS.
“Penyediaan layanan pendampingan psikologis dan psikiatri yang sistematis di setiap institusi pendidikan, agar peserta PPDS yang membutuhkan dukungan dapat memperoleh akses layanan yang tepat dan cepat,” kata Andi.
PDSKJI juga meminta adanya kolaborasi lintas profesi antara institusi pendidikan, organisasi profesi kedokteran, dan lembaga pemerintah untuk mendukung implementasi kebijakan ini secara berkelanjutan.
“PDSKJI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dan institusi pendidikan dalam membangun sistem kesehatan yang lebih manusiawi, sehat, dan profesional,” tegas Andi.














