Pemerintah Ajukan Tempe ke UNESCO Sebagai Warisan Budaya Takbenda

Pemerintah mengajukan tempe ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda. (Foto: Wikipedia)
FAKTA.COM, Jakarta - Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengajukan tempe ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya takbenda. Pemerintah menilai tempe telah lama menjadi bagian dari budaya pangan Indonesia dan dapat diolah dalam berbagai bentuk kuliner.
“Karena ini juga merupakan intangible cultural heritage kita yang sudah lama gitu. Dan kita tempe ini ya memang sudah menjadi budaya kita. Bisa kita manfaatkan dalam berbagai macam bentuknya gitu. Mudah-mudahan kita bisa lolos,” Kata Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, dikutip dari Antara, Jumat (28/3/2025).
Hingga saat ini, Kementerian Kebudayaan telah mengajukan inskripsi tempe ke UNESCO dan tengah menunggu keputusan dari badan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan PBB tersebut.
Dalam kategori nominasi tunggal yang dapat diajukan setiap dua tahun sekali, tempe menjadi satu-satunya warisan budaya yang diusulkan tahun ini.
Fadli berkata pemerintah telah menyusun daftar warisan budaya lain yang akan diajukan ke UNESCO pada kesempatan mendatang, seperti musik dangdut dan kain tenun.
“Kita akan cari jalan bagaimana bisa inskripsinya bisa lebih cepat,” kata dia.
Sebagai informasi, setelah sukses mendaftarkan jamu sebagai warisan budaya takbenda UNESCO pada 2023, pemerintah kini berupaya melakukan hal yang sama untuk tempe.
Fadli menekankan bahwa kuliner merupakan ekspresi budaya yang diwariskan secara turun-temurun, mencerminkan tradisi leluhur bangsa.
Dia juga menambahkan bahwa warisan budaya kuliner Indonesia sangat beragam. Sebagai contoh, rendang memiliki 24 variasi yang tersebar di berbagai daerah.
“Contohnya rendang, yang memiliki 24 jenis berbeda di berbagai daerah. Tahun ini, pemerintah akan mendaftarkan tempe ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda,” kata dia.
Selain tempe, dia juga menyinggung subak di Bali yang telah diakui sebagai bagian dari warisan budaya dunia. Sistem pengairan sawah tradisional tersebut menjadi contoh bagaimana praktik budaya Nusantara dapat memperoleh pengakuan global.
(Penulis: Kiki Annisa)














