Menyoal Aturan Review Produk Kosmetik hingga Skincare BPOM

Ilustrasi review produk kosmetik. (foto: Freepik)
FAKTA.COM, Jakarta – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tengah menyusun regulasi baru tentang tata cara review produk kosmetik, obat, suplemen, dan makanan.
“Yang diusulkan begini, poin-poin yang paling penting, pertama yang berhubungan hak untuk mempublikasikan, hak untuk me-review. Kita atur tata caranya bagaimana, siapa yang bisa melakukan review,” kata Kepala BPOM, Taruna Ikrar, saat ditemui di Kantor BPOM, Jakarta, Jumat (21/2/2025).
Menurut dia, aturan ini bertujuan untuk mengatur cara produk dikritik atau direkomendasikan agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Nantinya, BPOM juga menggandeng berbagai kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Komunikasi, guna memastikan aturan ini selaras dengan regulasi yang ada.
“Kan ada tata cara pembuatan peraturan itu tidak bisa sekonyong-konyong dikirim ke publik," kata Taruna.
Tak hanya melibatkan pemangku kepentingan dari pemerintah dan industri, BPOM juga membuka peluang partisipasi bagi para influencer dalam perumusan aturan ini. Hal ini dilakukan agar kebijakan yang disusun dapat diterima oleh semua pihak.
“Owner-owner skincare akan terlibat dalam bukan pengambilan keputusan, tapi dalam uji publik. Kalau yang terlibat untuk pengaturannya atau pengambilan keputusannya tentu lembaga yang punya otoritas yang berhak mengambil keputusan ya,” tambah dia.
Taruna menegaskan bahwa tujuan utama regulasi ini adalah untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak sesuai standar, sekaligus memastikan hak mereka dalam mendapatkan informasi tetap terjaga.
BPOM menilai bahwa tanpa pengaturan yang jelas, perdebatan seputar review produk di media sosial bisa semakin liar dan menimbulkan konflik berkepanjangan. Menurut Taruna, aturan ini tidak dibuat untuk membungkam hak mengulas para influencer.
“Jadi kesimpulannya Badan POM bukan untuk mau menzalimi teman-teman influencer,” tegas Taruna.
bpom soal aturan review produk
Fakta.com/Yasmina Shofa
YLKI Sambut Baik Aturan BPOM
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyambut baik rencana BPOM dalam mengatur tata cara review produk skincare dan kosmetik oleh influencer. Peneliti YLKI, Niti Emiliana, mengatakan bahwa ulasan produk kecantikan yang tidak diatur berisiko menimbulkan subjektivitas karena adanya faktor endorsement dan preferensi pribadi terhadap merek tertentu.
Niti menjelaskan ulasan produk skincare dan kosmetik memang seharusnya tidak dipublikasikan ke publik, terlebih karena adanya faktor endorsement dan preferensi. Dia juga menekankan bahwa produk kosmetik dan skincare dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di setiap jenis kulit.
“Pada dasarnya review skincare dan kosmetik memang tidak boleh dipublikasikan kepada publik karena berisiko adanya review yang subjektif karena adanya faktor endorse, preferensi kesenangan pribadi pada merek tertentu, dan lainnya," kata Niti ketika dihubungi oleh Fakta.com, Selasa (25/2/2025).
"Skincare dan kosmetik yang sudah memiliki izin BPOM saja juga belum tentu cocok untuk semua kondisi kulit masyarakat,” kata dia.
YLKI juga menekankan pentingnya persetujuan BPOM sebelum media promosi skincare dan kosmetik dipublikasikan, sebagaimana halnya dengan promosi obat yang memerlukan izin terlebih dahulu.
“Harus mendapatkan persetujuan dari BPOM agar informasi yang disampaikan kepada publik adalah objektif, jelas dan jujur,” tegas Niti.
Niti mendukung adanya aturan tata cara review produk kosmetik dan skincare oleh influencer. Baginya ini akan menjadi bentuk pertanggungjawaban dan pengawasan BPOM terhadap maraknya konten review skincare oleh influencer yang tersebar luas di media sosial.
“Jikalau influencer melakukan review pun harus mendapatkan pengawasan dari BPOM, harus ada aturan yang jelas dan pembinaan kepada influencer yang baik dan memadai,” kata dia.
Niti berharap bahwa dengan adanya aturan ini, setiap promosi skincare dan kosmetik yang dilakukan oleh influencer dapat lebih tertib dan diawasi penuh oleh BPOM, tentunya agar konsumen tidak tergiring opini subjektif.
“Konsumen mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur dalam menentukan keputusan pembelian mereka,” ujar dia.