Direktur Pemberitaan JAK TV Jadi Tersangka Berita Negatif Kejagung, Disuap Rp478 Juta

Kejagung mengumumkan tiga tersangka perintangan penyidikan lewat berita negatif, Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari. (Fakta.com/Hendri Agung)
FAKTA.COM, Jakarta - Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan dan penuntutan di kasus korupsi timah dan gula impor lewat berita negatif di media lantaran diduga ada suap Rp478,5 juta.
"Penyidik Jampidsus Kejagung mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka," kata Direktur Penyidikan Jaksa Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar di Gedung Kartika Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.
Ketiganya adalah advokat Marcella Santoso, advokat Junaedi Saibih, dan Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar.
Kasus perintangan penyidikan Timah-Gula lewat berita negatif
Kejagung mengumumkan tiga tersangka perintangan penyidikan lewat berita negatif, Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari. (Fakta.com/Hendri Agung)
Qohar menyebut penyidik menemukan bukti adanya permufakatan jahat ketiganya "untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung" penanganan kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Pertamina dan tindak pidana korupsi importasi gula dengan Tersangka Thomas Lembong.
"Baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan," lanjutnya.
Motif ketiganya, jelas dia, adalah menyudutkan Kejagung hingga masyarakat menilai Korps Adhyaksa negatif.
"Tujuan mereka jelas, dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik, sehingga diharapkan, atau harapan mereka, perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan," urai Qohar.
Ketiga tersangka dan perannya adalah sebagai berikut:
1. Advokat Marcella Santoso (MS).
Sebelum kasus ini, Marcella sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di kasus suap putusan lepas korupsi CPO di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Qohar menyebut Marcella bersama Junaedi memberi dana Rp478.500.000 kepada Tian "untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaskaan terkait dengan penanganan perkara a quo baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan."
Marcella juga dikatakan membiayai berbagai seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara dua kasus itu di persidangan.
Kejagung juga menuding Marcella "membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan."

Marcella Santoso (kanan) juga sempat menjadi kuasa hukum Harvey Moeis, salah satu terdakwa kasus korupsi timah Rp300 triliun. (Fakta.com/Dewi Yugi Arti)
2. Junaedi Saibih (JS).
Dia adalah pengajar di Bidang Studi Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).
Pria yang disebut Bang Juned ini juga menjabat Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) UI dan Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Mitra Justitia.
Senada dengan Marcella, Junaedi disangkakan membayar Tian "dengan biaya sebesar Rp478.500.000" untuk membuat berita dan konten negatif terkait penanganan dua kasus korupsi itu.
Bersama Marcella, Junaedi juga disangkakan mendanai seminar-seminar, podcast, hingga talkshow di beberapa media online, yang bernarasi negatif terkait dua kasus korupsi itu.
Ia juga diklaim turut membiayai demo-demo untuk menggagalkan penanganan dua kasus korupsi besar itu di Kejagung.

Junaedi Saibih, dosen UI dan advokat, merupakan salah satu pendiri Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) (dok. UI)
3. Tian Bahtiar (TB).
Qohar menyebut Direktur Pemberitaan JAK TV ini menerima uang Rp478,5 juta dari Marcella dan Junaedi untuk membuat berita-berita negatif terkait Kejagung.
Kejagung menyebut peran Tian dalam kasus ini di antaranya ialah menyiarkan seminar, talkshow, hingga podcast yang terkait berita negatif Kejagung soal dua kasus korupsi itu melalui Jak TV dan akun-akun media sosial resmi mereka, termasuk TikTok dan YouTube.
Qohar juga mengatakanTian memproduksi acara TV berupa dialog, talkshow, hingga diskusi panel di beberapa kampus yang diliput Jak TV berisi dua kasus di atas.
Tak ketinggalan, Tian disebut berperan mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi yang dibiayai Marcella dan Junaedi tersebut untuk menyudutkan Kejaksaan.

Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan Jak TV. (dok. Jak TV)
Kenapa langsung tersangka, tak lewat Dewan Pers?
Jurnalisme sendiri dilindungi oleh UU Pers, yang di antaranya memuat prosedur Hak Jawab bagi pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitan. Tahap protes selanjutnya adalah sengketa pemberitaan di Dewan Pers.
Dewan Pers dan Kejaksaan Agung sendiri punya Nota Kesepahaman (MoU) dengan No. 01/DP/MoU/II/2019 dan No. KEP.040/A/JA/02/2019 yang diantaranya berisi kesepakatan soal "koordinasi, komunikasi, dan konsultasi dalam mendukung bidang penegakan hukum dan perlindungan kemerdekaan pers."
Namun, MoU ini hanya berlaku 5 tahun, atau berakhir tahun lalu dan belum terdeteksi ada MoU baru.
Saat ditanya soal prosedur di Dewan Pers, Qohar menjelaskan pihaknya sudah menemukan bukti niat jahat (mens rea) lewat penyalahgunaan wewenang dan penerimaan uang yang dilakukan Tian.
"Ada tim juridis, ada tim non-juridis, ada lagi tim social engineering. Dia berbagi peran. Sehingga dari sanalah mens rea sudah ada.
"Dan jadi JAK TV ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya, JAK TV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAK TV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan."
"Sehingga itu ada indikasi dia menyalahgunakan kewenangannya selaku jabatannya, Direktur Pemberitaan, itu," tandas Qohar.