Bareskrim Tak Ikuti Petunjuk Jaksa Usut Korupsi Pagar Laut Tangerang

Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Kejaksaan Agung, Nanang Ibrahim (tengah) menyampaikan kasus pagar laut Tangerang, Rabu (16/4/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)
Fakta.com, Jakarta - Kejaksaan Agung mengembalikan lagi berkas perkara pagar laut Tangerang karena penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tidak mengikuti petunjuk jaksa penuntut umum untuk menyidik perkara tersebut ke ranah tindak pidana korupsi.
Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Nanang Ibrahim mengatakan pihaknya meminta kasus pagar laut Tangerang ditangani oleh Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor), bukan Dittipidum Bareskrim Polri.
"Jadi intinya kita kembalikan [berkas perkara] pagar laut Tangerang ke Kortas Tipikor, apalagi disampaikan bahwa dia sedang menangani,” kata Nanang di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025).
Oleh karenanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Tindak Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung mengembalikan lagi berkas perkara dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pagar laut Tangerang ke Bareskrim Polri pada Senin (14/4/2025).
Keputusan pengembalian ini terkait dengan berkas perkara pagar laut Tangerang yang dilimpahkan untuk kedua kalinya oleh Dittipidum Bareskrim Polri ke JPU pada Jampidum Kejagung pada Kamis (10/4/2025).
Sebelumnya Kejaksaan Agung mengembalikan berkas perkara (P19) kasus ini untuk dilengkapi oleh penyidik Bareskrim Polri per 25 Maret 2025. JPU pada Jampidum Kejagung menilai mestinya kasus korupsinya yang lebih dahulu ditangani.
Nanang menyarankan kasus ini dijadikan satu berkas perkara saja dengan mendahulukan penanganan perkara korupsinya.
"Itu nanti kan jadi perkara yang sama tidak bisa diadili dua kali," ucapnya.
Ia mengatakan penyidik Kortas Tipikor berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Ya apabila sudah menangani kan minimal bisa dijadikan satu [berkas perkara]. Jadi Kortas Tipikor bisa berkoordinasi dengan dalam hal ini Pidus [Jampidsus]. Ya, tinggal mereka berkoordinasi," ujarnya.
Kasus Korupsi Harus Didahulukan
Di tempat yang sama Koordinator Tik Peneliti Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, mengatakan penanganan perkara korupsi harus didahulukan apabila dalam penanganan perkara tindak pidana umum ditemukan unsur tindak pidana korupsi.
"Ketika ada spesialisasi di situ, jadi penyidikan yang dilakukan terkait tindak pidana umum, tetapi di situ ada unsur tipikornya, maka lex specialis nya Tipikor yang harus diutamakan," ujarnya.
"Jadi asasnya memang lex specialis generali," tambahnya.
Sunarwan menjelaskan bahwa pihaknya memiliki alat bakti yang menunjukkan terjadinya perubahan kepemilikan atas laut dari yang sebelumnya dimiliki negara menjadi dimiliki oleh perorangan dan kemudian perusahaan.
"Ada fakta yang didukung dengan dengan alat bukti adanya laut yang kemudian berubah statusnya menjadi milik perorangan dan kemudian menjadi milik perusahaan. Sehingga lepas lah kepemilikan negara atas laut tersebut," ujarnya.
Berubahnya status kepemilikan tersebut, kata Sunarwan, terkait dengan adanya perbuatan melawan hukum berupa penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara.
"Sejak tingkat kepala desa sampai keluarnya SHGB (Surat Hak Guna Bangunan) di situ ada perbuatan dan dilakukan oleh penyelenggara negara” kata dia.
Tak Ada Satu Pun Petunjuk Jaksa yang Dipenuhi Dittipidum Polri
Sejak pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi (P19) ke Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pada 25 Maret 2025, Nanang mengatakan tidak ada satu pun petunjuk JPU yang dipenuhi oleh penyidik Dittipidum.
"Jadi petunjuk kita belum ada yang dipenuhi satu pun," sebutnya.
Nanang pun mengatakan bahwa tidak ada saksi dari pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPM RI) dalam berkas perkara yang dikembalikan lagi di Kejagung.
"Jadi tidak ada di dalam berkas perkara itu yang saksi dari BPK, tidak ada. Tetapi ada dari ahli, tetapi bukan ahli tentang korupsi," tandasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, mengatakan penyidik Bareskrim Polri mesti melakukan pemeriksaan atau penyidikan dalam kasus pagar laut Tangerang menggunakan pasal-pasal tindak pidana korupsi (Tipikor).
"Penuntut umum menilai bahwa seharusnya perkara ini disidik dengan Undang-undang Tipikor," imbuhnya
Ia mengatakan bahwa penyidikan kasus pagar laut mesti mendalami unsur suap atau gratifikasi kerugian negara, penyalahgunaan wewenang pejabat negara, dan pemalsuan buku dan dokumen.
"Pasal Tipikor itu kan tadi sudah ada. Pasal 5, pasal 9, pasal 2, pasal 3. Jadi tidak berfokus pada kerugian negara misalnya," jelasnya.
"Nanti Kortas [Tipikor] Berkoodinasi dengan pidsus [Jampidsus]," tambahnya.