Fakta-fakta Hukum Terbaru Kasus Suap Vonis Lepas PN Jakpus

Ilustrasi. 3 korporasi sawit divonis lepas di kasus korupsi CPO usai menyuap 4 hakim. (ANTARA/Ardika/am)
FAKTA.COM, Jakarta - Kasus mafia peradilan terbaru menyeret empat hakim kawakan sebagai tersangka suap Rp60 miliar buat memvonis lepas tiga grup sawit besar dari dakwaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah.
Kasus suap tersebut kini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Para hakim yang tersangka adalah tiga anggota majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan seorang mantan Wakil Ketua PN Jakpus.
Tiga grup besar perusahaan sawit yang jadi terdakwa dalam persidangan ini adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Usai penyaluran uang pelicin itu, tiga grup sawit ini dijatuhi putusan lepas (ontslagvan alle recht vervolging atau tidak dinyatakan sebagai perbuatan pidana) di PN Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
Berikut fakta-fakta hukum terbaru kasus mafia peradilan ini:
8 Tersangka, libatkan perusahaan
Sejak Sabtu (12/4/2025) hingga Rabu (16/4/2025) sore, Kejagung sudah menggelar tiga kali konferensi pers resmi terkait penetapan tersangka kasus ini. Total tersangka sudah mencapai delapan orang.
Pada konferensi pers terbaru, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan Muhammad Syafei (MSY), Head of Social Security and License Wilmar Group, sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Abdul Qohar, di Gedung Kartika Kejagung, Selasa (15/4/2025), menduga Syafei memberikan suap Rp60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta, Ketua PN Jaksel, mantan Wakil Ketua PN Jakpus pada saat persidangan perkara korupsi CPO berlangsung.
Arif lalu membagikan sebagian uang tersebut kepada tiga hakim di PN Jakarta Pusat dan seorang Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara.
Berikut nama 8 tersangka kasus ini:
1. Wahyu Gunawan (WG), Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, orang kepercayaan Arif
2. Marcella Santoso (MS), kuasa hukum perusahaan sawit.
3. Ariyanto (Ar), kuasa hukum perusahaan sawit.
4. Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua PN Jaksel, mantan Wakil Ketua PN Jakpus pada saat persidangan perkara korupsi CPO berlangsung.
5. Djuyamto (DJU) Ketua Majelis Hakim perkara korupsi CPO.
6. Agam Syarif Baharuddin (ASB) Anggota Majelis Hakim.
7. Ali Muhtarom (AM), Anggota Majelis Hakim.
8. Muhammad Syafei (MSY), Head of Social Security and License Wilmar Group.

Muhammad Arif Nuryanto, Ketua PN Jaksel dan mantan Wakil Ketua PN Jakpus yang diduga mengatur suap hakim di perkara CPO. (dok. Kejagung)
Suap diduga bermula dari ancaman
Abdul Qohar menuturkan kasus suap itu bermula dari pertemuan antara Wahyu. yang adalah orang kepercayaan Arif Nuryanta, dengan kuasa hukum korporasi, Ariyanto.
Wahyu pun meminta Aryanto menyiapkan biaya pengurusan perkara.
“Pada saat itu Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng harus diurus, jika tidak putusannya bisa maksimal, bahkan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” ungkap Qohar.
Aryanto menyampaikan permintaan itu kepada Marcella, kuasa hukum korporasi lainnya. Nama terakhir mengabarkan kembali permintaan itu kepada Syafei dalam pertemuan di Rumah Makan Daun Muda, Jakarta Selatan.
“Dalam pertemuan tersebut, MS menyampaikan perihal informasi yang diperoleh dari AR dari WG yang mengatakan bahwa WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya,” tutur Qohar.
Dua pekan kemudian, Wahyu kembali menghubungi Aryanto, "menyampaikan kembali agar perkara ini segera diurus." Pesan itu kembali diterima Marcella yang kemudian menyampaikannya kepada Syafei.
Dia menyampaikan biaya yang disediakan oleh pihak korporasi mencapai Rp20 miliar.
Menindaklanjuti hal tersebut, Aryanto, Wahyu, dan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Arif Nuryanta, bertemu di Rumah Makan Layar Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.haki

Muhammad Syafei, Head of Legal Wilmar Group, diduga menyalurkan uang Rp60 miliar ke para hakim. (dok. Istimewa)
Arif dalam pertemuan itu mengatakan kasus korupsi CPO ini tidak dapat diputus bebas, tetapi bisa diputus lepas (ontslag).
"Dan yang bersangkutan, dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryanta, meminta agar uang Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga sehingga jumlahnya total Rp60 miliar," ujar Qohar.
Setelah pertemuan itu, Wahy meminta Aryanto segera menyiapkan uang Rp60 miliar. Permintaan tersebut diteruskan kepada Marcella yang lantas menyampaikannya kepada Syafei.
“MS menghubungi MSY dan dalam percakapan itu, MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam bentuk mata uang dolar AS ataupun dolar Singapura,” ungkap Direktur Penyidikan.
Tiga hari kemudian, Syafei mengatakan uang yang diminta sudah siap. Aryanto pun menemuinya di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, untuk menerima uang tersebut. Aryanto kemudian mengantarkan uang tersebut ke kediaman pribadi Wahyu, di Sukapura, Cilincing.
Nama terakhir menyerahkan uang tersebut kepada Arif. Saat penyerahan tersebut, hakim yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan tersebut memberi Wahyu uang US$50.000.
Berdasarkan dokumen persidangan, Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Rabu (19/3/2025), memutus para terdakwa korporasi yang mencakup Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Namun, Majelis Hakim menyatakan perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle rechtsvervolging). Grup-grup sawit itu pun dilepaskan dari tuntutan korupsi.

Agam Syarif Baharuddin, salah satu Anggota Majelis Hakim yang memvonis lepas tiga terdakwa korupsi CPO. (dok. Kejagung)
Catatan 'ontslag'
Penyidik menemukan catatan permintaan putusan ‘ontslag’ di Rumah Marcella Nasution.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan penyidik menemukan catatan terkait permintaan putusan ontslag di perkara korupsi CPO di rumah pengacara Marcella.
“Ketika dilakukan penggeledahan di rumah MS itu, ternyata ditemukan catatan terkait adanya permintaan-permintaan untuk meng-ontslag-kan putusan ini,” kata dia, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (17/4/2025).
Keterlibatan MS dalam upaya pemberian putusan lepas ini mulai terendus ketika penyidik pada Jampidsus Kejagung melakukan pengembangan penyidikan kasus dugaan suap dalam putusan bebas terdakwa kasus pembunuhan kekasih, Ronald Tannur.
Dalam pengembangan penyidikan itu, kata Harli, penyidik juga menemukan barang bukti elektronik yang mengindikasikan adanya keterlibatan MS terkait vonis ontslag perkara CPO.
“Di barang bukti elektronik ini ada keterangan, ada catatan, ada informasi yang oleh penyidik tentu dianalisis. Semua kan diforensik, yang terkait dengan MS,” tuturnya.

Djuyamto, salah satu Anggota Majelis Hakim yang memvonis lepas tiga terdakwa korupsi CPO, pernah menangani praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. (dok. Kejagung)
Sepeda Brompton hingga mobil Ferrari
Qohar mengatakan pihaknya melakukan sejumlah penggeledahan, dengan yang terakhir dilakukan di tiga tempat di dua provinsi, pada Selasa (15/4/2025).
Sejumlah barang bukti yang disita dari penggeledahan tersebut adalah dokumen, empat sepeda merek Brompton, satu unit mobil Honda CR-V, dan dua unit mobil Mercedez Benz.
Melansir Antara, Harli Siregar mengatakan penggeledahan itu berkaitan dengan Syafei.
Ia mengungkapkan ketiga lokasi yang digeledah itu adalah Apartemen Kuningan Place Lantai 9 Unit II Jakarta Selatan.
Kemudian, sebuah rumah di Jalan Kancil Putih I di Kelurahan Demang Lebar Daun, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan.
Terakhir, sebuah rumah yang disebut dijadikan kantor. Harli tidak memerinci lebih jauh mengenai lokasi terakhir ini.

Deret sepeda mewah dan moge yang disita di kasus suap hakim. (dok. Istimewa)
Tak terkait Zarof Ricar
Namun, Harli menegaskan bahwa tidak ada kaitan antara perkara Zarof Ricar (ZA) dengan kasus suap ekspor CPO ini.
Zarof Ricar merupakan makelar perkara yang menghubungkan pemberi suap ke para hakim dalam kasus vonis bebas Ronald Tannur terkait kematian Dina Sera Afrianti.
Adapun Zarof Ricar adalah eks pejabat Mahkamah Agung, pernah menduduki posisi Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA, serta Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA.
Saat Harli ditanya oleh wartawan apakah Marcella meminta Zarof agar putusan perkara korupsi ekspor CPO ontslag, dia menjawab, "enggak ada kaitanya dengan ZR".
"Enggak ada kaitan ZR dengan MS dalam kaitan ini ya, enggak ada," sambungnya.

Ferrari jadi salah satu barang bukti yang disita di kasus suap hakim. (Fakta.com/Hendri Agung)
Putusan lepas diuji di Kasasi MA
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025 memutus tiga korporasi, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan, namun dinilai bukan tindak pidana.
Kasus ini punya tiga nomor perkara terpisah namun digarap oleh tim majelis yang sama di PN Jakarta Pusat. Yakni, Djuyamto, Agam, dan Ali.
Kini, setelah kasus suapnya terungkap, Mahkamah Agung (MA) mengaku tak bisa begitu saja membatalkan putusan tersebut.
Namun, Jaksa sudah mengajukan banding atas putusan. Proses ini berpeluang mengoreksi putusan lepas tersebut.
“Jaksa penuntut umum sudah mengajukan kasasi. Majelis kasasi akan mengadili putusannya,” kata Juru Bicara MA Yanto, pada konferensi pers di Jakarta, Senin (14/4/2025).
"Kalau terbukti di proses pidana, otomatis etik juga dilanggar,” lanjut dia.