Komnas HAM Ungkap Kronologi Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada

Komnas HAM menggelar konferensi pers terkait kekerasan seksual eks Kapolres Ngada. (Fakta.com/Hendri Agung)
Fakta.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan kronologi dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh tersangka eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman Widyadharma Sumaatmaja Lukman.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing mengatakan Fajar diduga melakukan kekerasan seksual kepada 3 anak yang masih di bawah umur.
Komnas HAM menyebut bahwa temuan tersebut didasarkan dari keterangan yang diperoleh dari Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang Bareskrim Polri, Ditreskrimum Polda Nusa Tenggara Timur, dua korban berusia 13 dan 16 tahun, orang tua dari korban 6 tahun, peninjauan lokasi, dan permintaan keterangan dari sejumlah saksi.
"Berdasarkan upaya penanganan kasus yang telah dilakukan, Komnas HAM mendapatkan temuan penting," kata Uli di Gedung Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025)
Uli pun menceritakan kronologi tindak kekerasan seksual terhadap tiga anak dan seorang dewasa.
Fajar Lakukan Kekerasan Seksual Terhadap Anak 5 Tahun
Fajar pertama kali berkencan dengan tersangka F melalui perantara perempuan berinisial V. F diduga adalah seorang mahasiswi bernama Stefani atau Fani berusia 20 tahun.
Fani diduga adalah perempuan yang menjadi pemasok anak kepada Fajar di salah satu hotel di Kota Kupang, NTT.
Fajar awalnya meminta V untuk mencari anak di bawah umur. Akhirnya, V meminta F mengaku sebagai anak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pemesanan tersebut terjadi sekitar Februari 2024.
Uli mengungkapkan bahwa Fajar memesan jasa kencan F sebanyak tiga kali sepanjang 2024. Pada pemesanan kedua dan setelahnya, Fajar tidak lagi menggunakan jasa perantara V.
Pada Juni 2024, Fajar meminta kepada F agar dibawakan seorang anak perempuan yang berusia balita dengan alasan bahwa Fajar menyukai dan menyayangi anak kecil.
"[Fajar] ingin merasakan bermain dan mengasuh anak perempuan karena yang bersangkutan tidak memiliki anak perempuan," tutur Uli.
Permintaan ini kemudian disanggupi oleh F dan keduanya janjian bertemu di sebuah hotel di Kota Kupang.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM Pramono, Ubaid Tanthowi, melanjutkan cerita ini.
Ia mengatakan pada 11 Juni 2024, Fajar melakukan pemesanan dua kamar di salah satu hotel di Kota Kupang. Satu kamar atas nama Fajar dan satu kamar lain atas nama F.
"Pemesanan kamar atas nama Saudara Fajar merupakan pemesanan untuk tipe kamar terbaik di hotel tersebut dengan harga sewa per malam mencapai Rp1,5 juta," ujar Pramono.
Saat itu, F mengajak korban anak berusia 6 tahun (pada saat kejadian masih berusia 5 tahun) untuk jalan-jalan sore. F mengajak anak tersebut makan di sebuah restoran cepat saji dan bermain di tempat bermain berbayar di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Kupang.
Setelah selesai makan dan bermain, F membawa korban anak ke hotel yang telah dipesan oleh Fajar.
Pada saat F bertemu dengan Fajar di kamar hotel tersebut, F menyampaikan kepada Fajar agar tidak melakukan tindakan berlebihan kepada anak yang usianya masih terlalu kecil, yakni 5 tahun pada saat itu.
F sempat meninggalkan anak tersebut hanya berdua dengan Fajar di dalam kamar hotel karena harus mengambil kunci kamar yang dipesan Fajar untuk F, beserta mengambil pesanan makanan yang dipesan oleh Fajar melalui aplikasi online.
Pramono mengatakan dugaan kekerasan seksual dan eksploitasi kepada anak tersebut terjadi ketika F meninggalkan mereka berdua.
"Peristiwa tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap korban anak berusia 6 tahun diduga kuat terjadi pada saat Saudari F pergi keluar kamar dan meninggalkan korban anak berusia 6 tahun hanya berdua dengan Saudara Fajar di dalam kamar hotel," tutur Pramono.
Uli mengatakan Fajar merekam aktivitas pencabulan tersebut dan menyebarluaskannya.
Korban Lainnya Anak Usia 16 Tahun
Pramono pun menceritakan dugaan tindak kekerasan yang dilakukan Fajar pada korban anak lain yang masih berusia 16 tahun.
Fajar awalnya berkenalan dengan korban anak berusia 16 tahun tersebut melalui aplikasi kencan (datingapp).
Ubaid menyebut bahwa korban ini merupakan anak putus sekolah dan berasal dari keluarga kurang mampu dengan kondisi latar belakang keluarga yang tidak harmonis.
"Korban anak berusia 16 tahun tidak mendapatkan pengasuhan yang baik dan kasih sayang yang memadai baik dari kedua orang tua maupun keluarga," kata Pramono.
Setelah mendapatkan jasa layanan kencan dari korban di sebuah hotel di kota Kupang, Fajar meminta kepada korban anak berusia 16 tahun tersebut agar diperkenalkan dengan anak remaja perempuan lainnya.
Lagi, Korban Anak 13 Tahun
Ubaid mengatakan korban anak berusia 13 tahun juga berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi kurang dan kondisi keluarga yang tidak harmonis.
Korban ini sudah melarikan diri dari tempat tinggalnya karena sering mengalami kekerasan dari ayahnya dan tidak pernah mendapatkan pengasuhan yang baik sejak kecil.
Tindak kekerasan seksual kepada korban 16 tahun dan 13 tahun dilakukan Fajar di dua hotel yang berbeda di Kota Kupang.
"Tindak pidana kekerasan seksual terhadap korban anak berusia 16 tahun dan 13 tahun dilakukan di hotel yang berbeda di kota Kupang," ujar Pramono
Ubaid menyebut bahwa Fajar setidaknya pernah memesan kamar di beberapa hotel di kota Kupang sebanyak 7 kali dari 11 Juni 2024 sampai 25 Januari 2025.
Kondisi Korban Kini
Ubaid mengatakan ketiga korban berada dalam pendampingan psikologis dan perlindungan dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas P3A) Kota Kupang dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Korban 13 dan 16 tahun saat ini tinggal dalam rumah aman di bawah perlindungan Dinas P3A Kota Kupang. Sedangkan korban anak berusia 6 tahun tetap berada di bawah pengasuhan orang tuanya.
"Secara umum ketiga korban berada dalam keadaan sehat meski secara psikologis mengalami tekanan dan trauma akibat peristiwa yang menimpa mereka," urai Pramono.
Perberat Sanksi Pidana bagi Aparat
Selain sanksi etik berupa pemecatan sebagai anggota kepolisian, Pramono juga mendorong agar Polri memproses penegakan hukum dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh Fajar.
"Jadi pidananya juga harus dikejar nih, jangan hanya dipecat dari kedudukannya sebagai anggota Polri, tapi tindak pidananya dibebaskan. Nah ini yang terus kita kawal gitu," kata dia.
"Kita mendorong agar bukan hanya pasal-pasal yang selama ini muncul, tapi juga dikenakan Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Karena ketentuan di Undang-Undang TPKS, kalau aparat penegak hukum melakukan TPKS, maka ada pemberatan sanksi pidananya," sambungnya.
Berdasarkan hal tersebut, Komnas HAM menilai bahwa Fajar telah melakukan pelanggaran berat terhadap hak anak untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan seksual, dan eksploitasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Sebagai informasi Polri telah menetapkan eks Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS) sebagai tersangka dugaan kasus asusila dan penggunaan narkoba pada Kamis (13/3/2025). Penetapan ini berdasarkan hasil pemeriksaan Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri.
Selain itu, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Nusa Tenggara Timur menetapkan seorang mahasiswi bernama Stefani atau Fani sebagai tersangka pada Selasa (25/2025).