Kejagung Nilai Pagar Laut Tangerang Kasus Korupsi

Ilustrasi. Kasus pagar laut Tangerang diminta digarap perkara korupsinya. (Antara)
FAKTA.COM, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta kasus pagar laut Tangerang ditangani perkara korupsinya lebih dahulu ketimbang kasus pemalsuan dokumennya.
Hal itu dikatakan usai pengembalian kembali berkas perkara (P19) atas nama para tersangka dugaan pemalsuan dokumen pembangunan pagar laut di wilayah laut Tangerang ke Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
"Benar, pada hari ini tepatnya selasa ya tanggal 25 Maret 2025, Jaksa Penuntut Umum pada Jampidum (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum) telah membuat petunjuk P19 dan mengembalikan berkas perkara dimaksud ke penyidik," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, saat ditemui FAKTA di kantornya, Selasa (25/3/2025).
P19 kasus pagar laut Tangerang
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar bicara soal P19 kasus pagar laut Tangerang, Jakarta, Selasa (25/3/2025). (dok. situs DPR)
Pengembalian ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) terhadap berkas tersebut. Dari berkas perkara tersebut, Jaksa menemukan fakta-fakta hukum yang menunjukkan adanya dugaan tindak pidana korupsi.
"Jaksa Penuntut Umum pada jajaran Jampidum melihat bahwa berkas perkara ini harus dikembalikan ke penyidik untuk ditangani tindak pidana korupsinya karena lebih tepat sesuai dengan fakta-fakta berkas perkara itu," ujar Harli.
Perbuatan melawan hukum tersebut meliputi pemalsuan; penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik; serta dugaan penerimaan suap atau gratifikasi termasuk oleh Kepala Desa Kohod Arsin, dan Sekertaris Desa Kohod Ujang Karta.
"Analisis Jaksa Penuntut Umum mengungkap adanya indikasi kuat bahwa penerbitan SHM (Surat Hak Milik) , Surat Hak Guna Bangunan (SHGB), serta izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKK-PR) darat dilakukan secara melawan hukum," ujar Harli.
Selain itu, JPU juga menemukan potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara akibat penguasaan wilayah laut secara ilegal.
Dugaan tersebut mencuat, ujar Harli, karena sertifikat tersebut diduga digunakan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah dalam proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland.
Atas dasar tersebut, Harli menyebut bahwa JPU memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tinda Pidana Korupsi (Tipikor).

Dirtipidum Bareskrim Polri Djuhandhani Rahardjo Puro mengaku mendahulukan kasus pemalsuan dokumen meski ada indikasi korupsi. (Fakta.com/Dhia Oktoriza)
"Atas dasar itu maka penuntut umum berkesimpulan bahwa seharusnya berkas perkara ini lebih tepat jika ditangani dalam perkara tindak pidana korupsi," tutur Harli
Penyidik Bareskrim Polri, Harli melanjutkan, memiliki waktu 14 hari untuk melengkapi berkas perkara mereka sesuai dengan arahan yang diberikan oleh JPU.
Harli menyebut bahwa koordinasi antara penyidik Bareskrim Polri dan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidus) diperlukan agar proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan.
Tersangka dalam kasus pemalsuan pagar laut ini adalah Kepala Desa Kohod Arsin, Sekertaris Desa Kohod Ujang Karta, serta dua penerima kuasa berinisial SP dan CE.
Di luar kasus pemalsuan dokumen atau surat pagar laut di perairan Tangerang, Banten, Polri membuka peluang untuk mengusut kasus korupsinya.
Sejak awal kasus pagar laut ini viral, Polri mengaku sudah menyelidikinya. Namun, itu masih terbatas di hulunya, yakni pemalsuan dokumen dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di pagar laut.
Media sosial diramaikan dengan pertanyaan soal penerbitan sertifikat-sertifikat di tempat yang tak seharusnya itu. Dugaan suap terhadap aparat daerah hingga pusat mengemuka. Mungkinkah penanganannya berlanjut ke kasus korupsi?
Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri Irjen Cahyono Wibowo mengaku pihaknya telah berdiskusi dengan jajaran Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim terkait kasus tersebut.
Pihaknya masih menelaah dugaan korupsi penerbitan dokumen pagar laut di perairan Tangerang.
"Kemarin kami sudah terima surat dari [Direktorat] Pidana Umum menjelaskan bahwa ada indikasi korupsi. Nah kemudian Pidum sudah kami undang kemarin dan sudah berdiskusi ada memang fakta itu tapi kami juga perlu dalamin," kata Cahyono di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).
Bila ditemukan fakta ataupun indikasi korupsi, kata Cahyono, kasus tersebut akan ditingkatkan ke tahap penyelidikan untuk menemukan unsur pelanggaran pidananya.
Selain itu, tidak tertutup kemungkinan bagi Cahyono bahwa pihaknya akan memanggil Kepala Desa Kohod Arsin guna mengumpulkan keterangan dalam mengusut perkara penerbitan dokumen pagar laut di perairan Tangerang.
"Jelas pasti bisa dimintai keterangan, diklarifikasikan," tuturnya.