Deret Kekerasan Terhadap Jurnalis Saat Ramai Aksi Tolak UU TNI

Demonstrasi menolak pengesahan RUU TNI di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (20/3/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)
Fakta.com, Jakarta - Sejumlah jurnalis mendapat intimidasi hingga kekerasan oleh aparat kepolisian saat meliput demonstrasi penolakan pengesahan Revisi Undang-Undang (UU) TNI di berbagai daerah. Terkini, dua jurnalis mengalami kekerasan saat meliput demo tolak UU TNI di Surabaya pada Senin (24/3/2025).
“Dalam insiden ini, dua jurnalis mengalami kekerasan saat meliput aksi. Salah satunya, Rama Indra dari Beritajatim, mengalami luka benjol di kepala, lecet di pelipis kanan, serta luka di bibir akibat intimidasi dan kekerasan,” tulis Beritajatim di akun resmi Instagramnya, Senin.
“Kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman bagi kebebasan pers!” tambahnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, berikut deret intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang diduga terkait penolakan disahkannya Revisi UU TNI.
Kekerasan terhadap 2 Jurnalis di Sukabumi
Dua orang jurnalis di Sukabumi mengalami kekerasan oleh polisi saat meliput demo penolakan UU TNI di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Senin (24/3/2025). Tindakan aparat kepolisian itu dinilai melanggar aturan.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung Biro Sukabumi mengecam tindakan aparat yang melakukan kekerasan tersebut. Menurutnya, menghalangi jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistik bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yakni pasal Pasal 18 ayat (1) UU Pers.
“Menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta,” katanya.
Kekerasan terhadap Jurnalis di Malang
Seorang jurnalis—melalui akun X nya @petanigabut—menceritakan sejumlah rekan jurnalisnya mendapat kekerasan fisik saat meliput aksi demonstrasi penolakan pengesahan Revisi UU TNI di depan gedung DPRD Jawa Timur, Minggu (23/3/2025).
"Hari ini aku masih terselamatkan oleh kartu pers, tapi tidak dengan teman-temanku. Beberapa kawan dipukul dan dihajar di tempat. Bahkan kawan-kawan pers mahasiswa lain beberapa ada yang mendapat bogem mentah aparat meski sudah menunjukan kartu pers. Bajingan!" ujarnya melalui akun X tersebut.
Teror Kepala Babi di Kantor Tempo
Jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana alias Cica mendapat kiriman paket berisi kepala babi dari orang tak dikenal. Paket tersebut dikirim ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta.
Paket diterima petugas keamanan kantor pada Rabu (19/3/2025). Cica kemudian mengambil dan membuka paket tersebut di ruang redaksi Tempo. Paket berisi kepala babi itu masih ada darahnya. Dua telinga kepala babi tersebut sudah dipotong.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) melaporkan kejadian tersebut ke Bareskrim Polri hingga ke Komnas HAM. Koordinator KKJ, Erick Tanjung, menyebut pengiriman tersebut sebagai bentuk teror terhadap kemerdekaan pers dan acamaman pembunuhan.
"Jadi bisa kita pastikan ini bukan serangan ke individu, tapi adalah serangan terhadap kerja jurnalisitik, serangan terhadap pers. Ini tentu menjadi ancaman kemerdekaan pers," ujar Erick saat hendak melaporkan teror itu di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (21/3/2025).
Lagi, Tempo Dikirimi Bangkai Tikus
Tak lama setelah mendapat kotak kardus berisi kepala babi. Tempo kembali mendapat kiriman paket berisi enam bangkai tikus dengan kepala yang telah terpenggal pada Sabtu (22/3/2025). Kepala tikus ini juga berada dalam kotak tersebut.
Paket ini juga dikirim dari orang tak dikenal. Paket tersebut ditemukan dan dibuka oleh petugas kebersihan kompleks kantor Tempo.
Dari pemeriksaan sementara oleh manajemen gedung, kotak tersebut dilempar dari luar kawasan kompleks kantor pada dini hari, pukul 2.11 WIB.
Terkait dengan dua kiriman tersebut, Mabes Polri sudah membentuk tim untuk mengusut siapa pihak peneror beserta motifnya. Sekitar 20 polisi sudah mendatangi kantor Tempo dan mendokumentasikan bungkusan berisi enam bangkai tikus tersebut.
Jurnalis Kompas Dipukuli Massa di Bandung
Jurnalis Kompas, Faqih Rohman Syafei mengaku dipukuli massa setelah dituduh intel polisi saat meliput demonstrasi penolakan Revisi UU TNI di Gedung DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat (21/3/2025) malam.
Ia dituduh massa aksi sebagai intel polisi saat dirinya merekam video suasana aksi sekitar pukul 15.00 WIB.
"Di tengah peliputan saya, saya mau ambil video dokumentasi, tapi tiba-tiba massa aksi yang pakai masker dan pakai baju hitam teriak-teriak ke saya dengan sebutan intel dan massa mulai mengerumuni," tuturnya saat dihubungi Antara.
Merasa suasana mulai tidak kondusif dengan adanya oknum massa yang mengerumuninya, Faqih berusaha menghindar dan berjalan ke arah restoran yang merupakan lokasi jurnalis lainnya berkumpul.
Namun beberapa orang langsung mendekat ke arah Faqih, dan memukul serta menendang dia, dengan beberapa massa sempat ada yang menghalangi.
Perilaku massa tersebut sempat ditahan oleh beberapa wartawan lainnya dan pihak aparat kepolisian, namun oknum massa aksi itu tetap saja melakukan pemukulan terhadap Faqih.
"Ada massa yang menghalangi (pemukulan), tapi tetap saja, banyak yang menuduh intel sambil teriak. Saya coba kabur sambil jalan cepat ke arah restoran. Beberapa teman media menghalangi dan intel polisi juga. Saya kera pukulan dan tendangan di kepala sebelah kiri dua kali, bokong dua kali, badan enggak terlalu terasa," tuturnya.
Atas kekerasan yang menimpanya, Faqih melapor ke Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung didampingi sejumlah rekan sesama jurnalis, namun mengaku tidak ingin terlebih dahulu memberikan keterangan sampai saat ini.
Setelah menjalani pemeriksaan dan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Faqih melakukan visum di Rumah Sakit Sartika Asih Bandung.
Kekerasan terhadap Jurnalis di Jakarta
Kekerasan terhadap jurnalis juga terjadi dalam aksi unjuk rasa penolakan Revisi UU TNI oleh koalisi masyarakat sipil dan mahasiswa dari sejumlah kampus di gerbang utama Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (20/3/2024).
Setelah berhasil merobohkan 4 beton penghalang dan menjebol pagar yang berada di sisi sebelah kiri gerbang utama dengan ditarik tali, perwakilan demonstran dari organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa dari setiap kampus memasuki kompleks DPR melalui pagar yang telah dijebol tersebut
Orator aksi juga memberikan kesempatan kepada awak media untuk ikut bersama para demonstran untuk mengawal dan meliput. Polisi segera mengadang dan menghampiri masa aksi dengan alat pukul dan tameng.
Demonstran yang masuk meminta secara baik-baik agar polisi tidak menyerang mereka. Namun, pemukulan tetap dilakukan terhadap kerumunan demonstran yang berada di sekitar gerbang.
Pasukan polisi juga menghampiri awak media. Sejumlah jurnalis melindungi diri dengan menyerukan bahwa kami berasal dari media.
"Kami dari pers. Jangan halangi kami. Kami dilindungi undang-undang pers!" kata salah seorang jurnalis.
Akibat serangan fisik dari polisi, awak media dan perwakilan koalisi dan mahasiswa kembali ke luar gerbang.