Jaringan Penipu Saham dan Kripto Picu Kerugian Rp105 M, Bermula dari Iklan FB

Pengungkapan kasus penipuan trading saham dan kripto oleh Bareskrim Polri, Rabu (19/3/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)
FAKTA.COM, Jakarta - Kasus jaringan internasional penipuan daring (online scam) binis perdagangan saham dan mata uang kripto terbongkar usai memicu kerugian 90 korban senilai Rp105 miliar.
"Saat ini jumlah korban mencapai 90 orang dan diperkirakan akan terus bertambah. Adapun jumlah total kerugian dari 90 orang tersebut mencapai Rp105 miliar," kata Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen. Pol. Himawan Bayu Aji, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (19/3/2025)
Korban berasal dari berbagai kota di Indonesia, yakni Surabaya, Makasar, Jakarta, dan Medan.
Kronologi kasus
Himawan menceritakan kasus ini bermula saat para korban melihat iklan di Facebook tentang trading saham dan kripto pada September 2024.
Para korban membuka iklan tersebut dan kemudian diarahkan ke nomor WhatsApp seorang yang mengaku sebagai Profesor AS. Nama terakhir ini yang mengajarkan kepada korban cara menjalankan trading saham dan mata uang kripto.
Selanjutnya, korban diarahkan bergabung ke dalam grup WhatsApp yang di dalamnya terdapat nomor WA yang mengaku sebagai mentor dan sekretaris dari bisnis trading saham dan mata uang kripto dengan nama platform JYPRX, SJIPC, dan LAADXS.
Korban diarahkan untuk mengikuti pelajaran setiap malam yang diberikan Profesor AS sebagai orang yang mengerti tentang mencari keuntungan dan trading saham dan mata uang kripto.
Mereka dijanjikan akan mendapatkan keuntungan atau bonus sebesar 30 persen sampai dengan 200 persen setelah bergabung dalam bisnis ini.
Setelah bergabung dengan grup WA, para korban diarahkan untuk membuat akun pada tiga platform yangdapat diakses melalui web dan aplikasi Android itu.
Para penipu mengarahkan korban untuk melakukan transfer dana ke beberapa rekening bank atas perusahaan yang tertera pada platform tersebut.
Korban pun manut dengan melakukan transfer dana ke beberapa rekening bank atas nama perusahaan nominee yang dibuat oleh para pelaku.
"Penyidik mengidentifikasi terdapat 67 rekening yang digunakan pelaku pada beberapa bank yang ada di Indonesia," tutur Himawan
Pada Januari 2025, para korban mendapatkan pesan WhatsApp dari pusat perdagangan JYPRX Global yang mengelola aset digital layanan pelanggan mata uang kripto kawasan Asia Pasifik atau Indonesia.
"Pesan tersebut berisi tentang pemberitahuan hukum mengenai penangguhan sementara penghapusan pengguna terdaftar di wilayah Indonesia oleh exchange JYPRX, SJIPC, dan LEEDXS," kata Himawan.

Ilustrasi. Harga saham belakangan sedang memburuk imbas <i>trust</i> dari para investor menurun. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nz)
Mereka juga mendapatkan pesan WhatsApp kedua yang berisi surat imbauan untuk melakukan verifikasi terkait akun kripto yang dimiliki.
Para korban juga diwajibkan untuk mentransfer pembayaran pajak serta fee kepada platform tersebut jika korban ingin melakukan penarikan (withdrawal) uang mereka.
Mereka pun melakukan upaya penarikan dana dari akun kripto yang dimiliki. Namun, penarikan dana tidak dapat dilakukan sehingga para korban menyadari bahwa mereka telah mengalami penipuan hingga akhirnya melaporkan ke kepolisian.
Pengendali WN Malaysia
Dalam kasus ini, Himawan menyebut pihaknya telah menangkap tiga Warga Negara Indonesia (WN) sebagai pelaku atau tersangka. Yakni, AN, MSD dan WZ, yang kini ditahan Bareskrim Polri.
Sementara, dua orang lain berinisial AW dan SR masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
Ia menyebut AN bekerja sejak Oktober 2024 atas perintah dua buron itu. Himawan menyebut bahwa AN berperan untuk membuat perusahaan dan rekening nominee. Dirinya ditangkap pada 20 Februari 2025.
"AN berperan sebagai membantu pembuatan perusahaan dan rekening nominee untuk digunakan dalam money laundering uang hasil kejahatan penipuan yang diketahui oleh tersangka dikendalikan oleh orang Malaysia," tutur Himawan.

Kasus penipuan trading saham dan kripto punya tiga tersangka, Rabu (19/3/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)
Selain itu, kata dia, MSD berperan mencari orang untuk digunakan identitasnya dalam pembuatan akun exchanger kripto. Ia bekerja sejak Oktober 2024 dan ditangkap di Bandara Sultan Syarif Qasim, Pekanbaru pada 1 Maret 2025.
"Ia juga berperan dalam membuat rekening bank di wilayah Medan dengan imbalan uang sebesar Rp200.000-Rp250.000 per bank," katanya.
Himawan menambahkan MSD juga diperintahkan oleh WZ untuk mengirimkan handphone yang sudah terinstal akun exchanger kripto dan internet banking melalui ekspedisi atau mengantarkan langsung ke Malaysia kepada seseorang berinisial LWC di Malaysia.
Sedangkan WZ, kata dia, ditangkap pada 9 Maret 2025 di Medan di mana dirinya berperan sebagai koordinator pembuatan layer nominee kripto dan perusahaan yang digunakan untuk menerima uang dari korban di wilayah Medan.
WZ bekerja atas perintah seorang berinisial LWC yang merupakan warga negara Malaysia.
Ia mengukapkan bahwa WZ mengirimkan handphone yang telah terinstal aplikasi perbankan dan exchanger kripto melalui ekspedisi atau mengantarkan langsung kepada LWC di Malaysia.
"Tersangka [WZ] mengakui telah mengirimkan lebih dari 500 unit handphone beserta lebih dari 1.000 akun aplikasi perbankan dan exchanger kripto Indodax, Pintu, dan Binance yang siap digunakan pada handphone tersebut," kata Himawan.
Ponsel tersebut berguna untuk dipakai dalam pencucian uang dari hasil kegiatan penipuan.
Himawan menyebut pihaknya menyita sejumlah barang bukti dari ketiga tersangka antara lain 2 unit mobil, 1 unit motor, 3 unit sepeda, 1 unit TV, 1 buah jam tangan, 11 unit handphone, 4 buah kartu ATM, dan 10 dokumen perusahaan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 28 ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 378 KUHP dan atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 10 UU Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.














