Fakta-Fakta Kasus Blending BBM Pertamina, Peran Hingga Bantahan 'Oplosan'

Ilustrasi. Simak perkembangan kasus korupsi tata niaga minyak di Pertamina Patra Niaga. (dok. Pertamina Patra Niaga)
FAKTA.COM, Jakarta - Kasus korupsi minyak mentah dan produk kilang sejauh ini sudah menyeret sembilan tersangka, dan masih terbuka peluang untuk tersangka baru.
Versi Kejaksaan Agung, kasus ini resminya bernama perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018 s.d. 2023.
Berikut perkembangan lengkap kasusnya:
9 tersangka dan perannya
Sejak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penetapan tersangka pada Senin (25/2/2025) malam, kasus ini sudah punya 9 tersangka.
Gelombang pertama terdiri dari tiga direktur di Sub Holding PT Pertamina dan empat orang pihak swasta. Tersangka dari subholding PT Pertamina meliputi:
1. Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Perannya adalah, bersama SDS dan AP, menciptakan kondisi yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang. Itu membuat produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya. Pengkondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.
2. Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
Ia, bersama RS dan AP, bersekongkol menciptakan kondisi yang membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.
3. Yoki Firnandi (YF), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Perannya ialah melakukan pengadaan impor minyak bumi dan produk minyak dengan cara penggelembungan harga atau mark-up yang menyebabkan negara mengeluarkan pembayaran 13 persen-15 persen dari harga asli.
4. Agus Purwono (AP), VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Perannya ialah, bersama RS dan SDS, menciptakan kondisi bagaimana caranya pengadaan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.
2 tersangka baru korupsi tata niaga minyak
2 tersangka baru korupsi minyak mentah, Jakarta, Rabu (26/2/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)
Empat tersangka dari pihak swasta antara lain:
1. Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan pemilik PT Orbit Terminal Merak.
Fasilitas miliknya menjadi tempat dilakukannya proses blending alias pencampuran BBM hasil impor.
2. Dimas Werhaspati (DW), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim.
Perannya adalah berkomunikasi dengan Agus Purwono untuk mengatur harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi, dan mendapatkan persetujuan dari Sani Dinar untuk impor minyak mentah, serta dari tersangka Riva Siahaan untuk produk kilang.
3. Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Dia merupakan pemilik tempat dilakukannya blending minyak.

Anak pengusaha minyak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), jadi salah satu tersangka kasus korupsi <i>blending </i>BBM. (dok. YouTube KidZania Jakarta)
Gelombang kedua penetapan tersangka, Rabu (26/2/2025) malam, terdiri dari:
1. Maya Kusmaya, yang ialah Direktur Pusat Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.
Perannya ialah melakukan pembelian BBM RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 dengan persetujuan tersangka Riva Siahaan. Ini menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.
MK juga memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.
Ia juga melakukan pembayaran impor produk kilang dengan menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga saat itu sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor kilang dengan harga yang tinggi ke mitra usaha.
MK juga mengetahui dan menyetujui adanya mark-up dalam kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi.
2. Edward Cornel, VP trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.
Perannya kurang lebih sama dengan Maya, yang mencakup pembelian BBM RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 dengan persetujuan Riva Siahaan.
Edward juga melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92, dan melakukan pembayaran impor produk kilang dengan menggunakan metode penunjukan langsung, tahu dan menyetujui mark-up dalam kontrak shipping yang dilakukan oleh tersangka Yoki.
Kerugian Rp193,7 triliun masih perkiraan
Pada awal pengungkapan kasus, Kejagung menyebut kerugian negara dalam kasus ini setidaknya Rp193,7 triliun berdasarkan hitungan penyidik.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan kerugian Rp193,7 triliun ini merupakan perhitungan di 2023 saja. Sementara, tempus atau waktu terjadinya perkara berlangsung sejak 2018 hingga 2023.
“Kemarin yang sudah disampaikan dirilis itu Rp193,7 triliun, itu tahun 2023. Makanya, kita sampaikan, secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya berarti kan bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih (dari Rp193,7 triliun),” kata Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025).
Jaksa Agung dan Dirut Pertamina
Konferensi pers Jaksa Agung dan Dirut Pertamina, di Kejagung, Jakarta, Kamis (6/3/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar, Senin (24/2/2025) malam, menerangkan kerugian itu berasal dari berbagai komponen.
Yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker, dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.
Untuk menghitung kerugian negara yang lebih konkret, Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan perhitungan.
"Kita akan minta BPK membantu kita untuk menghitung kerugian negaranya dan Insya Allah segera akan kita lakukan dengan segera," kata dia, di kantornya, Jakarta, Kamis (6/3/2025)
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Andriansyah, mengatakan bahwa kerugian sebesar Rp193,7 triliun bisa terkoreksi hitungan BPK.
"Apakah ini nanti bisa bertambah atau berkurang, dilihat komponen-komponen yang didiskusikan. Nanti BPK secara resmi menyampaikan kerugian negara terhadap kasus ini," tutur dia, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) tertutup dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Rabu (5/3/2025).
Bantahan soal oplosan
Istilah oplosan merujuk pada pernyataan awal Kejagung soal modus korupsi ini di gelombang pertama penetapan tersangka kasus ini.
"Dalam pengadaan produk kilang oleh Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian atau pembayaran untuk RON 92, padahal sebenarnya yang dibeli adalah RON 90 atau lebih rendah," kata Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (24/2/2025) malam.
"Kemudian dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada," lanjutnya.
Keesokan harinya, ditemui di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (25/2/2025), Qohar kembali menegaskan modus korupsi produk kilang ini adalah berarti pembelian "RON 90 ya, tetapi dibayar seharga RON 92."
"Kemudian di-blending, ya kan? Dioplos, dicampur," sambung dia.
"Ini nanti seperti apa? Teman-teman jurnalis sabar ya," jawab Qohar, tanpa memerinci lebih lanjut.
Usai ramai protes masyarakat soal kualitas Pertamax dan BBM Pertamina, Kejagung mulai melempar klarifikasi.
"Kita tidak mengatakan dioplos ya, tapi di-blending. Kenapa? Jangan sampai salah membuat terminologi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, ditemui FAKTA di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2025).
Jaksa Agung ST Burhanuddin juga menyebut tempus delicti atau waktu kejadian blending oleh para tersangka dilakukan dalam kurun 2018-2024.
"Mulai 2024 ke sini itu tidak ada kaitannya dengan yang sedang diselidiki. Artinya, kondisi Pertamax yang ada sudah bagus dan sudah sesuai dengan standar yang ada di Pertamina," kata dia, Kamis (6/3/2025).
Dalam konferensi pers yanga sama, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengatakan pihaknya sudah menguji BBM di lapangan dengan bekerja sama untuk menguji produk BBM Pertamina bersama Lembaga Pengujian dan Sertifikasi Migas (Lemigas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Uji sampel itu tersebar di 75 tempat dan 33 SPBU yang tersebar di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, dan Tangerang Selatan. Hasilnya, sesuai spesifikasi.
Pemeriksaan 3 Dirjen Migas
Dalam keterangannya, Kejagung mengungkap sudah memeriksa banyak saksi dari pemerintahan, swasta, hingga BUMN.
Salah satu pihak yang terkait erat dengan kualitas BBM yang beredar adalah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sejauh ini, tiga pimpinannya sudah diperiksa Kejagung. Mereka adalah Direjn Migas 2020-2024 Tutuka Ariadji (TA) dan Plt Dirjen Migas 2019-2020 Ego Syahrial (ES), pada Jumat (7/3/2025); dan Dirjen Migas 2018 Djoko Siswanto, pada Kamis (6/3/2025).

Kantor Jampidsus Kejagung yang menangani berbagai kasus korupsi kakap. (dok. Kejagung)
Keterlibatan Riza Chalid
Dari sederet tempat yang digeledah, sejumlah fasilitas terkait dengan pengusaha minyak kawakan Riza Chalid. Di antaranya adalah kediaman di Jalan Jenggala 2, kediaman Plaza Asia lantai 20, dan rumah di Panglima Polim, Jakarta Selatan.
Harli Siregar menyebut dokumen-dokumen yang terkait kasus korupsi ini ditemukan di properti-properti itu.
“Dalam konteks sekarang, penyidik menduga kuat bahwa aktivitas terkait dengan sangkaan dugaan tindak pidana korupsi itu, dokumen dan ternyata ada di sana," kata dia, di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Meski demikian, Riza belum dimintai keterangan sebagai saksi atau bahkan belum ada penetapan status tersangka. (Fakta.com/Hendri Agung)