Kejagung Soal Korupsi Minyak Mentah: Kita Tak Bilang Dioplos, tapi Di-Blending

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengklarifikasi soal istilah 'oplosan', di Jakarta, Selasa (4/3/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)
FAKTA.COM, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklarifikasi penggunaan istilah 'oplosan' dalam kasus korupsi tata niaga minyak mentah di PT Pertamina Patra Niaga.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Harli Siregar menjelaskan kasus ini terkait dengan proses blending (pencampuran) bahan bakar minyak (BBM) RON 88 (Premium) atau RON 90 (Pertalite) agar menjadi BBB jenis RON 92 (Pertamax).
"Kita tidak mengatakan dioplos ya, tapi di-blending. Kenapa? Jangan sampai salah membuat terminologi," kata dia, saat ditemui FAKTA, di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2025).
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar soal kasus korupsi minyak mentah
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan perkembangan kasus minyak mentah, di Jakarta, Selasa (4/3/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)
Harli menyebut fakta hukum dalam kasus tersebut sejauh ini adalah memang ada impor BBM RON 90 atau RON 88 dengan harga RON 92.
"Nah, yang bisa kami sampaikan sesuai dengan release itu, memang diadakan, dibayar RON 92. RON 92 ini Pertamax, berdasarkan pricelist yang ada. Tapi datang RON 88 atau RON 90," ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejagung sudah menetapkan sembilan orang tersangka. Mereka terdiri dari para pejabat PT Pertamina Patra Niaga, termasuk Dirut-nya Riva Siahaan, serta para broker, termasuk anaknya pengusaha Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza.
Harli mengatakan bahwa para tersangka dalam kasus korupsi ini memiliki hubungan dekat dengan pihak perusahaan pengekspor minyak di luar negeri.
"Ya, itu punya kedekatan lah, bagaimana dia bisa melakukan impor. Ya, karena punya kedekatan dan disitulah peran dari apa itu, Dari demut-demut itu, broker. Nah, itu tersangka-tersangka ini pasti kenal lah dengan para broker itu," ujar Harli di Kejagung, Jakarta Selata, Selasa (4/3/2025)
Selain itu, Harli menyebut peluang bertambahnya tersangka dalam kasus ini apabila ditemukan bukti permulaaan yang cukup.
"Ya, dimungkinkan sepanjang ada bukti permulaannya cukup. Apakah misalnya, ini kan masih didalami, apakah ada aliran-aliran dana misalnya," katanya.

Kerry Riza (tengah) memiliki saham dan posisi di banyak perusahaan, termasuk sebagai Komisaris Utama Amartha Hangtuah. (ANTARA/HO/Amartha Hangtuah)
Harli mengatakan penyidik saat ini juga sedang menelusuri dokumen kerjasama yang memuat hubungan antara para tersangka dengan pihak lain.
"Kalau misalnya nanti dari perkembangannya, misalnya ada bukti-bukti, fakta yang mengaitkan dengan pihak-pihak lain, ya tentu ini akan berkembang," ujarnya.
"Nah, ini mencari sumber, sumber ini sekarang apa yang bisa menjelaskan. Makanya perlu ada dokumen dengan siapa bekerja sama," tandas Harli.