Celah Buat Jerat Korupsi Danantara meski Ada Pasal 'Kebal Hukum'

COO Danantara Dony Oskaria (kiri), Kepala Danantara/Menteri Investasi Rosan P. Roeslani (tengah), dan CIO Danantara Pandu Sjahrir (kanan), di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/2/2025). (ANTARA/Mentari Dwi Gayati)
FAKTA.COM, Jakarta - Klausul baru di UU BUMN memberikan peluang para pejabat di Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menghindari pertanggungjawaban hukum. Apa benar tak ada celah untuk menyeret koruptor di superholding ini?
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya meluncurkan BPI Danantara, di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/2/2025).
Peluncurannya menimbulkan polemik di masyarakat karena para pejabatnya disebut-sebut tak dapat diperiksa oleh KPK hingga Badan Pengawas Keuangan (BPK).
Ketentuan itu ada di Pasal 3Y Undang-Undang BUMN:
"Menteri, organ, dan pegawai Badan, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian sesuai dengan maksud dan tujuan investasi dan tata kelola;
c. tidak memiliki benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan investasi; dan
d. tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah."
Persulit pemberantasan korupsi
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia menjelaskan kontruksi Pasal 3Y itu memang merupakan penegasan dari prinsip Business Judgment Rules (BJR) yang biasa ditemukan dalam pengurusan korporasi atau perseroan.
Pasal itu, katanya, diperkuat oleh ketentuan lain di UU BUMN yang menyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh Danantara maupun BUMN tidak lagi dimasukkan dalam konstruksi kerugian negara.
Pada Penjelasan Pasal 4B UU BUMN, disebutkan bahwa "Modal dan kekayaan BUMN merupakan milik BUMN dan setiap keuntungan atau kerugian yang dialaini oleh BUMN bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara..."
"Jadi ini membuka celah besar bagi upaya-upaya penegakan hukum di sektor pemberantasan korupsi," jelas Yassar kepada FAKTA, Senin (3/3/2025) sore.
"Yang mungkin ke depan bukan serta-merta memberikan imunitas kepada pengelolaan danantara, tapi yang jelas akan mempersulit kerja-kerja pemberantasan korupsi."
Dengan ketentuan itu, kata Yassar, BPK kehilangan salah satu fungsinya untuk melakukan audit secara investigatif.
Padahal, selama ini semua kasus korupsi di lingkungan BUMN yang terungkap oleh KPK maupun Kejaksaan Agung bertumpu pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu unsur pembuktiannya ialah kalkulasi kerugian keuangan negara.
"Para penyidik atau penyelidik di kemudian hari, seperti kehilangan salah satu unsur hukum yang selama ini menjadi andalan mereka dalam membuktikan ada atau tidak satu peristiwa pidana di tubuh BUMN," tutur dia.

Ilustrasi. Penyidik mendasarkan penanganan kasus korupsi pada perhitungan kerugian negara oleh BPK dan BPKP. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/Spt)
Peluang di UU lain
Sementara itu, Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito menilai pertanggungjawaban Danantara bisa menggunakan Undang-Undang Penyelenggaraan Negara Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pada UU ini, direksi BUMN masih ditempatkan sebagai penyelenggara negara.
Selain itu, soal kerugian keuangan negara ada di berbagai peraturan perundangan, misalnya, di UU Keuangan Negara. Ada pula klausul kerugian perekenomian negara yang diakui selama Jaksa Penuntut Umum dapat membuktikan.
"Dengan tidak diubahnya Undang-Undang Penyelenggaraan Negara Bebas KKN maka [korupsi di Danantara] dapat tetap ditangani oleh KPK," ujar Lakso kepada FAKTA, Senin (3/3/2025) siang.
Senada, eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menyebut Pasal 3Y Undang-Undang BUMN bukan merupakan imunitas murni buat pejabat Danantara.
Yudi berpendapat BPK dapat tetap melakukan audit terhadap Danantara dan KPK tetap dapat menegakkan hukum terhadap Danantara seandainya terjadi penyelewengan yang menyebabkan kerugian negara.
Meski pegawai atau pejabat Danantara tidak memperoleh keuntungan pribadi dari penyelewengan tersebut, Yudi menilai mereka tetap dapat dimintai pertanggungjawaban selama memenuhi unsur Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Yudi pun membandingkan dengan kasus Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong yang menjadi tersangka kasus korupsi impor gula meskipun tidak memperoleh keuntungan pribadi dalam kasus itu.
"Kalau masalah Tom Lembong kan itu bukan masalah keuntungan pribadi sebenarnya ya. Tapi kan unsur-unsur Pasal 2 dan 3 (Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Red) itu terpenuhi," jelas Yudi kepada FAKTA, Senin (3/3/2025) pagi.

Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo mengungkap celah lain untuk menelisik kasus korupsi Danantara. (Antara)
Klaim Rosan
Rosan Roeslani menilai ketentuan baru UU BUMN itu tak membuat pihaknya kebal hukum.
"Tidak ada yang kebal hukum di negara ini. Jadi, KPK bisa periksa Danantara, apalagi kalau ada tindakan yang yang tidak patut atau kriminal, sangat-sangat bisa," kata dia, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2/2025), melansir Antara.
Ia juga menyebut Danantara bisa diaudit BPK, terutama untuk penggunaan APBN terkait dengan program kewajiban layanan publik (PSO).
"Itu juga bisa diaudit untuk perusahaan-perusahaan yang ada PSO. Jadi, berita Danantara kebal hukum ini harus diluruskan karena semua itu ikut awasi kami," tandas Rosan.