Dugaan Gratifikasi Gubernur Sumsel Herman Deru Dilaporkan ke KPK

Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Fakta.com, Jakarta - Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi dalam pembangunan Vila Gandus.
Laporan tersebut mencakup keterlibatan tujuh kepala dinas, enam kontraktor, serta satu anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan yang diduga berkontribusi dalam pembangunan vila pribadi tersebut menggunakan anggaran pemerintah.
Deputi MAKI, Feri Kurniawan, mengatakan vila yang berdiri di atas tanah milik Herman Deru itu melibatkan sejumlah dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumsel.
"Masalah gratifikasi ini terjadi di rumah Gubernur Sumsel di Gandus. Villa tersebut dibangun oleh dinas-dinas di atas tanah pribadinya," kata Feri.
Ia juga menambahkan bahwa selain Herman Deru, laporan ini turut menyeret tujuh kepala dinas, enam kontraktor, dan anggota DPRD Sumsel yang terlibat dalam pembangunan vila tersebut.
Gratifikasi Bernilai Miliaran Rupiah
Arifia Hamdani, yang pernah bertugas sebagai pengawas dan perencana proyek Villa Gandus, membenarkan adanya aliran gratifikasi dalam pembangunan vila tersebut.
“Gratifikasi ini itu di bawah pengawasan saya. Mungkin nanti akan saya berikan kesaksian bahwa gratifikasi ini diberikan oleh beberapa kepala dinas OPD (Organisasi Perangkat Daerah). Beberapa kontraktor di mana mereka ikut langsung terlibat pembangunan dan pembayaran Villa Gandus tersebut,” kata Arifia.
Ia mengatakan sejumlah OPD serta kontraktor ikut berkontribusi dalam proyek ini sejak 2018 hingga 2020.
Ia juga mengungkapkan nilai gratifikasi yang diterima Herman Deru dari proyek tersebut diduga melebihi Rp2 miliar. Namun, Arifia tidak bisa memastikan apakah ada unsur paksaan dalam pemberian gratifikasi tersebut.
“Itu yang jelas lebih dari 2 miliar. Kalau unsur paksaan dan yang sebagainya saya tidak tahu itu antara Herman Deru dengan OPD-nya,” ujar Arifia
“Yang jelas saya hanya mengawasi perbuatan mereka ketika mereka memberikan gratifikasi pembangunan-pembangunan di lokasi,” tambahnya.
Selain itu, Arifia mengungkapkan bahwa vila tersebut telah rampung sejak awal 2021 dan dilengkapi berbagai fasilitas yang dibangun menggunakan anggaran dari dinas-dinas di Sumsel.
Gugatan Perdata dan Dugaan Keterlibatan Pejabat
Kasus ini mencuat setelah Arifia menggugat Herman Deru secara perdata di Pengadilan Negeri Palembang pada Oktober 2024. Gugatan tersebut terkait pembayaran Rp4,7 miliar yang belum diselesaikan dari total pengerjaan senilai Rp 11 miliar.
Koordinator Aktivis Sumsel Jakarta, Harda Belly, mengatakan proyek ini mencakup pembangunan jalan, pembuatan pantai buatan, hingga kandang kuda di atas lahan seluas 16 hektar.
Ia mempertanyakan apakah kepemilikan villa tersebut telah dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
“Makanya kita juga meyakini, jangan-jangan ini tidak dilaporkan juga ke KPK, kan gitu. LHKPN-nya bagaimana? Karena 16 hektare ini luar biasa loh. Tanah di Kota Palembang dengan fasilitas yang begitu luar biasa.”
Melalui pelaporan ini, Harda meminta KPK untuk turut menelusuri keterlibatan sejumlah kepala dinas di Provinsi Sumatera Selatan yang membangun vila tersebut dengan fasilitas negara.