PT TRPN Minta Maaf soal Pagar Laut Bekasi, Siap Bayar Denda Rp3 M

Kuasa Hukum PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) Deolipa Yumara menyebut kliennya meminta maaf soal pelanggaran pembangunan pagar laut di Bekasi, Jawa Barat. (Fakta.com/Hendri Agung)
Fakta.com, Jakarta - Kuasa Hukum PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) Deolipa Yumara menyebut kliennya meminta maaf soal pelanggaran pembangunan pagar laut di perairan wilayah Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
"Pelanggaran memang terjadi dan ini mohon dimaafkan," kata Deolipa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2025).
Hal ini disampaikannya saat mendampingi sejumlah pihak yang mendatangi Bareskrim untuk pemeriksaan mengenai dugaan pelanggaran pagar laut bekasi.
"Jadi memang ada beberapa panggilan penyelidikan oleh pihak Bareskrim Dittipidter (Direktorat Tindak Pidana Tertentu), mengenai persoalan Pagar Laut. Jadi beberapa anggota dari TRPN memang sudah diperiksa dan ada yang sedang diperiksa. Jadi sedang diperiksa, berproses tentunya," ucap Deolipa.
Ia juga mengatakan kliennya mendapat sanksi denda dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). PT TPRN mesti mambayar denda sekitar Rp3 miliar.
"Danda pemasangan pager itu ada totalnya Rp3 miliar. Jadi itu akan dibayar oleh TRPN setelah semua klir dan ditandatangani berita acara penerimaan sanksi denda oleh TRPN," ucapnya.
Ia pun mengatakan kliennya siap membayar denda tersebut. Ia menyebut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan sanksi kepada kliennnya, PT TRPN, yakni sanksi administrasi dan denda.
Selain denda, kliennya juga mendapat sanksi administrasi berupa pembongkaran pagar laut . Ia menyebut sanksi tersebut telah dijalankan dan pagar telah dicabut. Ia juga mengatakan kawasan perairan tersebut sudah kembali seperti semula tanpa adanya paga
"Nah, tinggal pembenahan-pembenahan itu ya sudah diratakan lah, sehingga lautnya tetap menjadi laut, begitu ya. Nah, itu yang sudah dikerjakan oleh pihak TRPN berdasarkan sanksi dari KKP," kata Deolipa.
Selain itu, Deolipa mengatakan Bareskrim tengah menelaah ada atau tidaknya unsur pidana yang dilakukan PT TRPN terkait kasus pagar laut Bekasi. Namun, ia mengatakan dalam kasus ini KKP memimpin jalannya penyelidikan.
Saat ditanya mengenai dugaan pemalsuan dokumen, Deolipa mengatakan bahwa kliennya tidak melakukan pemalsuan.
"Kalau pemalsuan sertifikat itu bukan TRPN ya bukan TRPN. Karena TRPN ini perusahaan yang tidak punya sertifikat di sana. Perusahaan badan hukum yang tidak punya sertifikat di sana," ujarnya.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap modus pemalsuan dalam kasus Pagar Laut di Bekasi. Para pelaku diduga mengubah data 93 Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan menggeser lokasi tanah dari darat ke laut serta memperluas luasannya.
"Dari hasil pemeriksaan saat ini, diperoleh data dan fakta bahwa diduga modus operandi yang dilakukan oleh para oknum atau pelaku adalah merubah data 93 SHM," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, pada Jumat, (14/2/2025).
Kasus ini berawal dari laporan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 7 Februari 2025 dengan nomor LPB/64/II/2025/SPKT Bareskrim Polri. Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan akta otentik, serta penempatan keterangan palsu dalam akta otentik.
Pasal yang disangkakan dalam laporan tersebut adalah Pasal 263, 264, 266 KUHP juncto Pasal 55 & 56 KUHP. Adapun laporan pemalsuan 93 Sertifikat Hak Milik (SHM) itu terjadi di Desa Sagaraja, Kecamatan Tarumajaya, Kab. Bekasi, Jawa Barat sekitar tahun 2022.
Djuhandhani menjelaskan bahwa modus yang dilakukan berbeda dengan kasus pemalsuan tanah di Tangerang.
"Di Bekasi adalah pemalsuan dilakukan pasca terbit sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah. Kemudian diubah sedemikian rupa menjadi nama pemegang hak yang baru, yang tidak sah berikut perubahan data luasan,” ujarnya.