Fakta.com

Kisah Pilu 20 Santri Tangerang Korban Pencabulan Ustad Modus Mimpi

Ilustrasi. Guru ngaji di Tangerang mencabuli puluhan anak didiknya. (Antara)

Ilustrasi. Guru ngaji di Tangerang mencabuli puluhan anak didiknya. (Antara)

Google News Image

FAKTA.COM, Jakarta - Berkedok guru mengaji, tersangka berinisial W (40) terungkap melakukan pelecehan seksual terhadap 20 murid laki-laki dengan 19 di antaranya adalah anak-anak. Simak kisah pengungkapan kasusnya berikut.

Korban pertama yang berani angkat bicara kasus ini ialah seorang anak berinisial MA (12). Dia mengaku kepada orang tuanya dipaksa oleh pelaku untuk melakukan tindakan asusila.

“Dipaksa oleh tersangka W alias I untuk melakukan tindakan masturbasi terhadap tersangka W alias I,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wira Satya Triputra, di kantornya, Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Perkosaan ini terjadi di sebuah rumah di Kampung Dukuh, RT 001/RW 002, Kelurahan Sudimara Selatan, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang. Modusnya adalah mengajar mengaji.

“Pekerjaan sehari-harinya yaitu berkedok sebagai ustad, mengajarkan mengaji di rumah,” ungkap Wira.

Dengan menjadikan rumahnya sebagai tempat belajar mengaji, W mengumpulkan banyak anak-anak. Di rumah itulah pelaku melakukan perbuatan asusila tersebut dengan berbagai iming-iming.

Salah satunya adalah dengan berpura-pura mendapatkan mimpi bahwa dirinya sakit dan hanya bisa disembuhkan dengan melakukan tindakan pencabulan tersebut kepada anak-anak.

“Modus operandi tersangka W alias I melakukan aksinya yaitu dengan cara berpura-pura mendapatkan mimpi bahwa tersangka dalam kondisi sakit dan yang bisa menyembuhkan adalah air mani korban ataupun anak-anak,” ungkap Wira.

Ustad yang jadi tersangka kasus pencabulan santri, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (31/1/2025). (Fakta.com/Yasmina Shofa)

Ustad yang jadi tersangka kasus pencabulan santri, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (31/1/2025). (Fakta.com/Yasmina Shofa)

Selain itu, pelaku juga menggunakan berbagai cara lainnya untuk membujuk para korban. Di antaranya, meminjamkan ponsel, menyediakan hotspot Wi-Fi, memberikan makanan hingga rokok, juga menawarkan imbalan uang Rp20.000 hingga Rp50.000 usai melakukan aksinya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah meminta para orang tua berhati-hati dengan kedok semacam ini.

“Imbauan bagi orang tua, saya pun sebagai orang tua, kita tidak boleh terlena,” tegasnya.

“Itu tipu muslihat masuk kategori yang dapat dikenakan sanksi yang berat. Belum sebagai guru pendidik dia dapat dikenakan sanksi diperberat sepertiganya,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA​​​​) Nahar, di tempat yang sama.

Usia mendapat informasi dari anak mereka, orang tua MA kemudian melakukan penelusuran dengan bertanya kepada dua anak lainnya yang masing-masing berusia 14 tahun. Keduanya pun juga mengaku mengalami perlakuan serupa.

Lantaran itulah mereka melaporkan kejadian tersebut ke Polres Metro Tangerang Kota, 23 Desember 2024.

Setelah menerima laporan itu, tim gabungan dari Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya dan Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Tangerang Kota melakukan penyelidikan.

Pelaku sempat melarikan diri dari rumahnya setelah mengetahui dirinya dilaporkan.

“Kita juga pada saat itu mendapat informasi bahwa satu bulan sebelum orang tua dari korban, salah satu korban melapor, ternyata pelaku ini sudah melarikan diri,” kata Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Zain Dwi Nugroho.

Konferensi pers kasus pencabulan oleh ustad, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (31/1/2025). (Fakta.com/Yasmina Shofa)

Konferensi pers kasus pencabulan oleh ustad, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (31/1/2025). (Fakta.com/Yasmina Shofa)

Pada 29 Januari 2025 pukul 08.30 WIB, tim gabungan berhasil menangkap pelaku di Kampung Ranca Panjang, Desa Sewat, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Banten.

Penangkapan disertai dengan penyitaan sejumlah barang bukti yaitu tiga unit ponsel milik pelaku, satu kartu ATM BNI, uang tunai senilai Rp21.065.000, dua baju koko, dua sarung, satu peci, dua kaos, dan satu celana.

Investigasi kepolisian, yang disertai visum, memastikan bahwa W melakukan tindakan ini sejak 2017 dengan korban setidaknya 20 orang. Penelusuran untuk menemukan korban lainnya pun masih terus dilakukan.

“Setelah dilakukan inventarisir itu [korban W] sudah mencapai 20 orang,” kata Wira.

Nahar meyakini “Bisa jadi ada korban lain yang belum melapor.”

Di samping itu, kepolisian akan melakukan pemeriksaan kejiwaan pelaku untuk mengetahui tentang kemungkinan "tersangka ini kategori pedofil atau bukan."

Ketua KPAI Ai Maryati pun mengingatkan kasus ini menambah deret persoalan kekerasan seksual sesama jenis. Dia khawatir ini menjadi salah satu cara untuk mempengaruhi anak-anak agar memiliki orientasi seksual yang sama.

“Upaya bagaimana anak-anak ini supaya terpapar mengalami orientasi [seksual] yang sama,” ucapnya.

Atas perbuatannya, W dijerat pelanggaran Pasal 76E juncto Pasal 82 UU Perlindungan Anak, dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun serta denda maksimal Rp5 miliar.

Trending

Update News