Kasus Petani Curi Kayu Berakhir, Sempat Terancam 5 Tahun Penjara

Kasus seorang petani yang mencuri lima potong kayu di kawasan konservasi Hutan Paliyan, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, telah selesai. (Foto: ilustrasi)
FAKTA.COM Jakarta - Kasus seorang petani yang mencuri lima potong kayu di kawasan konservasi Hutan Paliyan, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, telah selesai. Polisi menerapkan pendekatan Restorative Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif.
Pelaku sempat terancam hukuman penjara lima tahun atas perbuatannya. Restorative justice juga pernah ditolak sebelumnya.
Melalui mediasi oleh Polres Gunungkidul pada Jumat (17/1/2025), kedua belah pihak, yaitu pelaku dengan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta, akhirnya sepakat bahwa kasus pencurian ini diselesaikan secara kekeluargaan yaitu melalui restorative justice.
“Kedua belah pihak sepakat untuk diselesaikan secara kekeluargaan, dan untuk perkara akan kami selesaikan melalui mekanisme restorative justice,” kata Kapolres Gunungkidul AKBP Ary Murtini dikutip dari rekaman video yang diterima Fakta.com pada Senin (20/1/2025).
Gelar perkara restorative justice sendiri telah dilakukan pada Senin ini, sehingga kasus tersebut dinyatakan telah selesai dengan syarat atau ketentuan yang telah disepakati. Pelaku akan melakukan penanaman bibit pohon untuk mengganti kerugian atas pencurian tersebut.
“Mengganti kerugian dengan menanam bibit pohon, dan tidak akan mengulangi perbuatan,” jawab Ary.
Kronologi Pencurian Kayu
Aksi pencurian terjadi pada 25 Desember 2024, sekitar pukul enam sore. Pelaku terpergok sedang memanggul lima potong kayu sonobrit oleh seorang petugas kehutanan yang sedang berpatroli.
Pelaku kemudian dibawa ke Polsek Paliyan beserta beberapa barang bukti yaitu dua potong kayu dengan panjang 68 sentimeter dan diameter 28 sentimeter, serta alat yang digunakan untuk mencuri di antaranya gergaji tangan, sabit, dan meteran.
Kayu-kayu curian tersebut diambil dari Hutan Paliyan yang merupakan kawasan konservasi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 171/Kpts-11/2000 Tanggal 29 Juni 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta seluas 434,60 Ha dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.1870/Menhut VII/KUH/2014 Tanggal 25 Maret 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Paliyan seluas 434,834 Ha di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kasus pencurian ini kemudian dibawa ke ranah hukum oleh pihak Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta.
Pelaku mengaku mencuri kayu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Dia adalah tulang punggung keluarga. Ini merupakan tindak pencurian pertama yang dilakukannya.
Polisi menyebut bahwa pelaku berencana menjual kayu curian tersebut.
Terancam Lima Tahun Penjara
Akibat aksi pencurian itu, pelaku terancam hukuman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun.
Pelaku dikenakan Pasal 82 ayat (1) huruf b jo pasal 12 huruf b atau pasal 83 ayat (1) huruf b jo pasal 12 huruf e atau pasal 84 ayat (1) jo pasal 12 huruf f Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi Undang-undang jo pasal 37 UU RI Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
Restorative Justice Sempat Ditolak
Pihak Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta sempat menyatakan bahwa kasus ini tidak akan diselesaikan melalui restorative justice.
Penyelesaian dengan metode lain seperti pembinaan disebut tidak efektif dalam memberikan efek jera pada pelaku sehingga pihaknya akan menindak tegas aksi pencurian ini dengan membawanya ke jalur hukum.
Kasus ini pun jadi polemik di masyarakat lantaran ancaman lima tahun penjara dianggap terlalu berat untuk menghukum pelaku pencurian lima potong kayu.
Akun Instagram @ceritagunungkidul yang mengunggah konferensi pers Polres Gunungkidul terkait pencurian tersebut dibanjiri komentar warganet.
Sebagian besar warganet mengaku miris dengan penegakan hukum di Indonesia. Mereka menyebut bahwa ancaman hukuman kepada petani lebih berat dibandingkan dengan kasus lainnya yang jelas mengakibatkan kerugian yang lebih fantastis.