Alasan Pagar Laut Tangerang Mesti Diusut Pidana Kata Muhammadiyah dkk

Fadhil Al Fathan, Direktur LBH Jakarta, mendampingi Muhammadiyah mengadukan pagar laut Tangerang ke Bareskrim Polri, Jumat (17/1/2025). (Fakta.com/Hendri Agung)
FAKTA.com, Jakarta - Penyegelan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di lepas pantai wilayah Kabupaten Tangerang dinilai tidak cukup. Proses hukum pidana pun didorong lantaran sudah melanggar aturan dan merugikan warga.
Hal ini disampaikannya ketika mendampingi Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pengurus Pusat (LBH-AP PP) Muhammadiyah dalam proses pembuatan aduan masyarakat (dumas) perihal pagar laut ilegal tersebut ke Bareskrim Polri, Jumat (17/1/2025).
Sebelumnya, sejumlah petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel pagar tersebut dengan memasang spanduk berwarna merah bertuliskan “Penghentian Kegiatan Pemagaran Laut Tanpa Izin.”
Fadhil mengatakan bahwa aksi penyegelan tersebut jangan sampai sekadar aksi simbolis semata. Pihaknya mendorong agar kepolisian melakukan pengusutan terhadap pihak di balik pembangunan pagar tersebut.
"Penyegelan ini kami anggap tidak cukup, butuh pengusutan pada ranah pidana. Jangan sampai penyegelan itu cuma aksi-aksi heroik atau simpati simbolis belaka," kata Fadhil di Bareskrim Polri, Jumat (17/1/2025).
"Sehingga itu kami mendorong pihak kepolisian sebagai aparatur hukum untuk kemudian melakukan pengungkapan terhadapnya," ia menambahkan.
Bareskrim Polri, menurut Fadhil, memiliki kapasitas pengusutan perkara dalam skala nasional. Hal ini membuat ia bisa mengungkap siapa pelakunya secara komperhensif, baik dalang maupun pelaku lapangannya.
Aduan ini dibuat, Fadhil melanjutkan, agar menjadi stimulan atau dorongan agar proses pidana juga dapat berjalan.
"Jadi ini semacam stimulan gitu ya untuk mendorong proses pidana juga berjalan, selain proses administratif yang mungkin sedang bergulir juga di KKP," tuturnya.
Kepolisian, menurut Fadhil, semestinya proaktif terkait pengusutan lantaran kasus ini sudah beredar di ruang publik.
Ketua Riset LBH-AP PP Muhammadiyah Ghufroni melampirkan sejumlah bukti dalam aduannya ke Bareskrim Polri. Ia mengatakan bahwa bukti-bukti tersebut sebetulnya juga sudah beredar luas di media sosial.
"Jadi pada saat kita menyampaikan pengaduan, kami juga melampirkan semacam bukti-bukti, tapi itupun bukti-bukti yang sudah tersebar luas di media massa khususnya sosial media," ujarnya.

KKP menyegel pagar laut Tangerang. (Antara)
Diduga terkait PIK 2
Ghufroni mengatakan bahwa pemagaran laut ini berhubungan dengan pembangunan proyek Pantai Indah Kosambi (PIK) 2. Dugaan ini didasarkan pada kedekatan antara pagar dengan kompleks elite tersebut.
"Saya kira iya (berhubungan dengan PIK 2, Red), karena saat kita.meninjau lokasi sangat dekat dengan proyek PSN PIK 2. Maka tentu kami menduga ini ada hubungan erat," tegasnya.
Saat ia ditanya oleh awak media perihal siapakah pihak yang diadukan ke Bareskrim Polri, apakah Agung Sedayu Group sebagai entitas korporasi atau Aguan sebagai perorangan, ia menjawab, " Ya otomatis kan menjadi satu-kesatuan karena kan Aguan pemilik dari Agung Sedayu Grup.
Ghufroni mengatakan bahwa alasan tidak dibuatnya laporan pidana karena ia bukan orang yang secara langsung terdampak atau dirugikan. Selain itu, ia juga tidak melihat kejadian atau peristiwa secara langsung.
Ia membeberkan alasan aduan ini dibuat lantaran somasi terbuka LBH-AP bersama Koalisi Masyrakat Sipil yang ditujukan kepada pemilik pagar untuk membongkar pagar tersebut dalam waktu 3×24 jam tidak dipenuhi. Somasi ini dibacakan Gufron di lokasi pagar laut, Kabupaten Tangerang, Senin, 13 Januari.
Namun, dalam aduaannya ia mengajukan pasal-pasal untuk digunakan dalam pengusutan pidana perkara pagar laut ilegal ini. Menurutnya pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan pagar ilegal ini dapat dikenakan dugaan tindakan pidana pasal 35, 75 dan 75A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Aduan ini dibuat LBH-AP PP Muhammadiyah bersama koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari PBHI, LBH Jakarta, WALHI, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Komunitas untuk Demokrasi Tangerang (KODE TGR), IMM FH UMT, FORMI, GENERASI MUDA MATHLA'UL ANWAR dan IM57+.
Sebelumnya, Manajemen pengembang kawasan PIK 2 membantah membangun pagar laut sekaligus menepis pelanggaran di PSN.
"Itu tidak ada kaitan dengan kita, nanti selanjutnya oleh kuasa hukum yang akan menyampaikan dengan tindak lanjut," kata Manajemen PIK 2, Toni, di Tangerang, Banten, Minggu (12/1/2025) dilansir Antara.
Dia menyebut pengembangan kawasan kota baru di PIK 2 saat ini memang masih akan terus berlangsung ke beberapa wilayah pesisir utara Tangerang hingga ke wilayah Kecamatan Kronjo. Kendati demikian, kata dia, itu tak termasuk soal pagar bambu.
Masyarakat merugi
Staf Program & Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Fikerman Saragih menyebut bahwa pihaknya telah mendapat pengaduan dari masyarakat yang mengalami kerugian akibat kemunculan pagar laut ilegal.
"BBM yang bertambah akibat melaut semakin menjauh, juga baling-baling kapalnya rusak ataupun jaring mereka yang rusak dengan adanya pemagaran ini," tuturnya.
Ia menyebut bahwa pihak yang mengklaim bahwa pemagaran dilakukan secara swadaya masyarakat atau warga merupakan hal yang kontradiktif. LNH-AP dan Koalis Masyarakat Sipil justru mendapat pengaduan atau keluhan dari warga dengan kemunculan pagar ilegal.
Irjen Mohammad Yassin Kosasih, Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri, sebelumnya mengaku akan menindaklanjuti kasus pagar laut ini jika ada laporan.
"Sampai saat ini belum ada laporan ke Polairud. Saya belum cek di Polairud Polda Metro Jaya," kata dia, Senin (13/1/2025).
“Apabila ada gejolak sosial atau tindak pidana maka tanpa diminta Polri akan turun ke lokasi,” ujarnya.