Siapa Pemilik Pagar Laut Tanpa Izin Sepanjang 30 Km di Tangerang?

Pagar laut terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (9/1/2025). (ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/wpa.)
FAKTA.COM, Jakarta - Pemilik pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, belum diketahui hingga kini, Jumat (10/1/2025). Pagar bambu setinggi 6 meter yang membentang di 16 desa itu didirikan tanpa izin.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan penyegelan terhadap kegiatan pemagaran laut tersebut. KKP menyegel pagar laut itu karena kegiatan tersebut diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Penyegelan itu merespons aduan nelayan setempat, sekaligus untuk menegakkan aturan yang berlaku terkait tata ruang laut.
Penyegelan pemagaran laut tersebut juga atas instruksi Presiden Prabowo Subianto serta arahan langsung dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
“Kami wawancara dengan beberapa nelayan mengganggu mereka. Pagar tersebut kami cek di KKP tidak ada PKKPRL-nya, jadi perizinannya tidak ada. Pemerintah dalam hal ini KKP hadir di laut ini untuk melakukan penyegelan pemagaran laut tersebut," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono, di Tangerang, dikutip Antara, Kamis (9/1/2025) malam.

Penyegelan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang, Banten, Kamis (9/1/2025). (ANTARA/Harianto)<br>
Penjabat Gubernur Banten A. Damenta meminta Forum Penataan Ruang (FPR) melakukan audit kelebihan dari pagar laut itu.
“Ya, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten) udah cek dari sekian meter ada kelebihan, kelebihan ini saya sedang meminta Forum Penataan Ruang lakukan audit untuk yang lebihnya itu,” ujar Damenta di Serang, dikutip Antara, Jumat.
Damenta mengatakan proses audit di wilayah itu akan memeriksa mulai dari tingkat kepala desa.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, didapatkan ada pemagaran yang terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang.
Eli menjelaskan, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet, dan juga dikasih pemberat berupa karung berisi pasir.
Panjang 30,16 km itu berada pada wilayah 16 desa di 6 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
Anggota DPR Sebut Pelanggaran Nyata
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan meminta pemerintah mengambil langkah tegas terkait keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer. Dia menilai pemagaran laut tersebut melanggar hak rakyat dan nelayan.
"Pemagaran laut ini adalah bentuk pelanggaran nyata terhadap hak nelayan dan masyarakat pesisir. Pemerintah harus segera memastikan legalitas tindakan ini dan mengambil langkah tegas jika terbukti melanggar aturan," kata Johan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan (kedua kanan) sidak ke lokasi pemagaran laut di pesisir Tangerang, Banten, Rabu (8/1/2025). (ANTARA/HO-PKS)<br>
Hal itu disampaikannya saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) bersama anggota Komisi IV DPR RI Riyono dan sejumlah nelayan ke lokasi pemagaran laut di wilayah pesisir Tangerang, Banten, Rabu (8/1).
"Kasus ini telah memicu keresahan di kalangan nelayan setempat karena menghalangi akses mereka ke area penangkapan ikan, meningkatkan biaya operasional, dan mengancam keberlanjutan mata pencaharian mereka," tuturnya.
Dia mengingatkan bahwa menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pemanfaatan wilayah pesisir harus dilakukan dengan izin resmi dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat setempat.
Selain itu, lanjut dia, setiap kegiatan yang berpotensi merusak ekosistem laut diwajibkan memiliki analisis dampak lingkungan (AMDAL) sesuai dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup.
Dia mengatakan apabila pagar tersebut didirikan tanpa izin atau tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial, maka tindakan itu berpotensi melanggar hukum, serta pelakunya dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.
"Nelayan adalah tulang punggung ekonomi pesisir. Hak mereka atas akses laut harus dilindungi. Kasus ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa pengelolaan laut harus mengutamakan keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat," ujar dia.
Menteri KKP Akan Cabut Pagar Laut
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menyatakan pihaknya bakal mencabut pagar laut di Tangerang apabila tidak mengantongi izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono (kiri) bersama Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni (Kanan) di Karawang, Jawa Barat, Kamis (9/1/2025) (ANTARA/Muzdaffar Fauzan)<br>
Dia sudah meminta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) untuk melihat langsung ke lokasi, dan melakukan pengecekan terkait pemasangan pagar laut tersebut.
Apabila terbukti tidak mengantongi izin, pihaknya akan melakukan pencabutan terkait pelanggaran izin penggunaan ruang laut itu.
"Pasti dicabut, artinya bangunan-bangunan yang ada di situ ya harus dihentikan," kata Sakti di Karawang, Jawa Barat, dikutip Antara, Kamis.
Namun apabila pemagaran tersebut sudah mengantongi izin, kata Sakti, maka hal tersebut boleh dilakukan.
“Tetapi kalau izin yang KKPRL-nya ada. Tidak apa-apa mereka harus jalan terus,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sakti menyampaikan dirinya belum mengetahui keterkaitan antara pemagaran laut itu dengan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Saya enggak tahu itu. Tapi yang pasti tidak hanya di Tangerang tapi di seluruh Indonesia ketika dia masuk dalam ruang laut harus ada izin KKPRL,” ujarnya. (ANT)