Kuasa Hukum Tom Lembong: Kejagung Tak Punya Alat Bukti Cukup

Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (25/11/2024). (Fakta.com/Rodrikson Alpian Medlimo)
FAKTA.COM, Jakarta - Sidang praperadilan eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong kembali berlanjut. Sidang beragendakan penyampaian kesimpulan hasil persidangan praperadilan.
Dalam penyampaian kesimpulan itu, pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, meminta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk membatalkan status tersangka kliennya sekaligus membebaskannya dari tahanan.
"Meminta Hakim untuk memutuskan bahwa penetapan tersangka oleh Kejagung RI dan penahanan terhadap Tom Lembong tidak sah dan tidak mengikat secara hukum," ujar Ari membacakan petitumnya dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (25/11/2024).
Pihaknya meminta Hakim memutuskan bahwa Kejagung tidak berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaksanaan kebijakan importasi gula terhadap kliennya. Dengan demikian, segala tindak lanjut Kejagung terhadap Tom Lembong nantinya dinyatakan tidak sah.
Adapun dalam penyampaian kesimpulannya, tim pengacara Tom Lembong membeberkan sejumlah fakta di dalam persidangan yang mendukung dalil gugatan praperadilan.
Dalam kesimpulan itu, Ari juga menekankan bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka tidak memenuhi dua alat bukti permulaan yang cukup.
Pada kasus ini, Tom disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Ia menyebut, mestinya dalam proses pemeriksaan terkait dua pasal itu, Kejagung telah memperoleh alat bukti berupa Laporan Hasil Pemeriksaan Audit investigatif BPK RI yang menyatakan telah terjadi kerugian keuangan negara.
"Dalam tahap penyidikan dan penetapan Pemohon sebagai tersangka, Termohon senyatanya tidak memiliki Laporan Hasil Pemeriksaan Audit investigatif BPK," kata Ari.
"Dengan demikian, maka Termohon tidak bisa membuktikan adanya unsur kerugian negara. Padahal bukti adanya kerugian negara adalah alat bukti utama," sambungnya.
Ia pun menilai bahwa Kejagung terlalu memaksakan diri dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Hal itu lantaran belum adanya hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara.
"Termohon juga keberatan menunjukkan alat-alat bukti yang dibawanya. Hal ini menunjukkan ketidakprofesionalan dan makin memperkuat dugaan kriminalisasi terhadap kasus ini," sambung dia.
Dalam persidangan, disebut juga bahwa faktanya Indonesia mengalami defisit gula alih-alih surplus sebagaimana yang didalilkan Kejagung. Hal ini juga berdasarkan data dari BPS yang menyebut bahwa Indonesia mengalami defisit produksi gula dibandingkan kebutuhan konsumsi.
Kemudian, Ari juga memprotes terkait dengan dalil Kejagung bahwa dalam pemenuhan Gula Kristal Putih yang harus diimpor adalah Gula Kristal Putih secara langsung. Padahal, berdasarkan Kemenperindag Nomor 527/2004, tidak mengatur dan tidak mewajibkan jika defisit Gula Kristal Putih harus dipenuhi melalui impor Gula Kristal Putih.
Untuk mencukupi perkiraan defisit Gula Kristal Putih dapat dilakukan melalui jalur produksi dari Gula Kristal Mentah diolah menjadi Gula Kristal Putih di pabrik gula rafinasi.
Adapun usai penyerahan kesimpulan dari pihak Pemohon dan Termohon, agenda sidang selanjutnya adalah putusan praperadilan yang rencananya akan digelar Selasa (26/11/2024) besok pukul 14.00 WIB.